Bertanya pada hati

2.9K 196 13
                                    

Seorang wanita bergamis hitam panjang nampak sedang panik di depan UGD sambil menangis. "Aku gak akan maafin kamu mas sampai sesuatu terjadi sama Aliya!"

"Hanum! hak asuh Aliya emang udah jatuh ke tangan kamu! Tapi aku ini Ayahnya dan aku juga berhak ketemu dia!"

"Tapi kamu liat sendiri kan dia ketakutan ketemu kamu sampai akhirnya jatuh dari tangga!"

"Kamu ini monster tau gak!" Perkataan Hanum membuat lelaki di hadapannya marah dan langsung mengangkat tangannya hendak menampar Hanum. Namun seseorang menahan tangan pria tersebut.

"Haikal," ucap Hanum pelan. Disisi lain dia juga malu atas perlakuan mantan suaminya.

"Saya tidak suka melihat pria kasar tehadap wanita. Jadi sebaiknya anda pergi dari Rumah Sakit ini."

Tanpa berkata apa-apa lagi Faris langsung meninggalkan mereka dengan marah.

"Ibu Hanum.." panggil seorang dokter wanita yang baru keluar dari UGD.

"Bagaimana kondisi anak saya dokter?"

"Alhamdulillah sudah kami tangani dengan baik. Namun keadaannya masih belum stabil jadi kami akan memindahkannya ke ruang rawat inap. Silahkan diurus administrasinya telebih dahulu ya."

"Baik dok."

Hati Haikal mendadak tersentuh saat melihat kondisi Hanum saat ini. Bahkan rasanya ingin sekali ia menghapus air matanya. Namun ada batasan-batasan tertentu yang harus dia taati sebagai seorang muslim.

Sesampainya di ruangan tempat Aliyah di rawat. Haikal langsung mengajak Hanum berbicara di korridor.

"Siapa laki-laki tadi Hanum?" tanya Haikal.

"Dia Faris. Ayahnya Aliya, mantan suami aku."

"Mantan suami?" Haikal terkejut.

"Kami bercerai setahun yang lalu. Dia sangat tempramen Haikal. Hampir setiap hari aku disiksa, aku mencoba bertahan. Namun aku juga manusia biasa, sampai akhirnya aku memutuskan untuk berpisah saat memergoki dia bersama wanita lain." jelas Hanum dengan isak tangisnya.

"Dan sekarang setelah keadaanku baik-baik saja. Tiba-tiba dia datang lagi dan minta aku untuk kembali. Hidupku rasanya sangat berat Haikal. Aku takut..hiks." 

Haikal tidak tega dan hendak menepuk pundak Hanum untuk menenangkannya. Namun dia menurunkan tangannya kembali. "Setiap ujian pasti ada hadiah dari Allah Hanum. Kamu pasti bisa melewati semua ini," ucapnya.

"Andai semua lelaki seperti kamu Haikal." Hanum tersenyum dan menghapus air matanya sendiri.

***

Shanin merintih kesakitan saat Haikal sedang mengambil beberapa jahitan di perutnya. "Awh..sakit."

"Iya..udah selesai." Haikal menurunkan kembali baju Shanin dan membereskan peralatannya baru mencuci tangannya.

"Kita makan siang ya. Aku udah bawain soup sama ayam goreng," kata Shanin sambil memposisikan dirinya untuk duduk.

"Masak?" tanya Haikal.

"Beli sih. Aku nggak pandai masak soalnya."

"Oh."

"Tapi tenang aja. Aku bakal belajar kok," ucap Shanin tersenyum.

"Yaudah ayo, ke kantin." Haikal mengusap kepala Shanin dan keluar ruangan terlebih dahulu.

Sesampainya di kantin, Shanin langsung memindahkan makanan yang dia beli ke atas piring dan menaruhnya dihadapan Haikal.

Haikal berdoa dan bersiap menyantap makanannya. Namun tiba-tiba dia menurunkan sendoknya kembali saat hendak memasukannya ke dalam mulut. 'Hanum pasti belum makan.' pikirnya.

"Kenapa?" tanya Shanin.

"Kak?" Haikal masih belum menjawab.

"Kak Haikal?!"

"Eh iya?" jawab Haikal terkejut saat Shanin memegang lengannya.

"Kenapa gak dimakan?"

"Iya. Ini aku makan," jawab Haikal yang kemudian memasukkan sesuap makanan ke dalam mulutnya.

Kini giliran Shanin yang terdiam karena melihat sikap aneh Haikal. Entah apa yang menjadi beban suaminya tersebut. Apakah ini ada hubungannya dengan pertemuan dengan Hanum di pemakaman kala itu atau tidak. Tapi semenjak hari itu, Haikal menjadi lebih banyak termenung.
.
.
.
.
.

Semoga masih suka ya sama cerita. Kalau mau kasih saran atau ide cerita juga boleh. Hehe❤❤

Next?? --->

Kekasih Halal HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang