Mencoba melupakan

2.8K 161 8
                                    

HAPPY READING

...

'Kalau boleh izinkan aku menggantikan Haikal yang sudah memutuskan untuk meninggalkanmu. Tapi kamu terlihat begitu sulit melupakannya,' batin Dimas yang sejak tadi memperhatikan gadis itu menangis sendirian di taman belakang rumahnya.

Sudah lima hari ini Shanin tinggal di rumah dokter Dimas tanpa pengetahuan siapapun. Haikal juga belum memberitahu keluarganya bahwa dia telah menjatuhkan talak kepada Shanin, wanita kesayangan mamanya.

"Shanin," panggil Dimas yang tiba-tiba duduk di sampingnya.

"Eh, dok." buru-buru gadis itu menghapus air matanya.

"Gimana, nyaman tinggal disini?"

"Alhamdulillah dok, tapi sepertinya besok saya tinggal di mess aja ya biar sama kayak karyawan-karyawan resto yang lain."

"Loh kenapa? Padahal mama sama tari seneng banget lo kamu tinggal disini."

"Iya, tapi saya juga harus memulai kehidupan saya sendiri dok. Saya gak mau bergantung sama orang lain lagi. Saya berterimakasih sekali atas kebaikan dokter Dimas dan tante Diana selama ini. Makasih udah ngizinin Shanin tinggal disini, bahkan ngasih Shanin kesempatan bekerja di restoran tante Dahlia."

Mendengar ucapan Shanin, Dimas hanya mengangguk dengan berat hati. Sejujurnya dia ingin lebih dekat dengan wanita disebelahnya ini. Tetapi tidak ada alasan baginya untuk menahan gadis itu tetap tinggal dirumahnya karena mereka tidak memiliki ikatan yang halal.

***

Siang harinya saat Shanin sedang melayani pembeli di restoran milik Dahlia. Tiba-tiba wanita paruh baya itu memanggilnya.

"Shanin, tolong kamu antarkan ya makan siang untuk Dimas."

Shanin terdiam sesaat, dia teringat bahwa dulu dia selalu membawakan makan siang juga untuk Haikal. Mata gadis itu berkaca-kaca dan mengangguk. Mengapa begitu sulit untuk melupakan Haikal.

"Yaudah, nanti biar sopir pribadi saya yang antar kamu ke rumah sakit ya," ucapnya lagi.

Sesampainya di halaman depan rumah sakit. Shanin melihat Haikal yang sedang bercanda bersama Hanum dan Aliya ditaman depan. Mereka terlihat seperti keluarga bahagia.

"Aliya harus makan yang banyak ya biar cepat sehat." Hanum menyuapkan sesendok bubur ke mulut anaknya dengan lembut.

"Nanti om janji, kalau Aliya udah sembuh. Om akan kasih hadiah," ucap Haikal.

"Asiik.. makasih om Haikal," ucap gadis kecil itu dengan girang.

Dada Shanin terasa sangat sesak, dia menggigit bibirnya menahan tangis. Hatinya sakit melihat kebersamaan mereka. Haikal bahagia bersama sahabat lamanya. Sementara Shanin sendiri masih menangis siang dan malam karena perpisahan mereka.

Shanin berusaha menguatkan dirinya dan langsung berjalan ke lobby rumah sakit.

Belum jauh ia berjalan, seorang perawat menyapanya. "Eh, Shanin ya. Udah lama gak kesini ngantar makan siang buat dokter Haikal," ucap perawat tersebut tanpa tahu keadaan yang sebenarnya.

"Sebenarnya.. ini untuk dokter Dimas," balas Shanin tersenyum kaku.

"Loh?!" perawat itu terlihat kaget.

"Ehm, Suster Siska. Tolong pasangkan infus ke pasien di UGD," ucap Dimas yang tiba-tiba berada di belakang perawat tersebut.

Shanin pun merasa lega saat perawat tersebut pergi. Kemudian saat Shanin memberikan bekal makan ke Dimas. Tepat saat itu juga Haikal, Airin, dan anaknya yang duduk di kursi roda berjalan memasuki lobby.

"Assalamualaikum dok. Tadi tante Diana nyuruh Shanin buat anterin bekal ke dokter Dimas."

"Makasih ya Shanin." Dimas mengambil bekal makannya dan tersenyum.

Haikal terkejut dan merasa sedikit terpancing emosi saat melihat kedekatan mereka berdua.

"Masih masa iddah tapi udah deket sama pria lain ya," ucapnya tiba-tiba.

Merasa tidak ingin ikut campur. Hanum segera membawa anaknya pergi ke kamar inap terlebih dahulu.

Shanin benar-benar menahan tangis saat mendengar ucapan dari seorang lelaki yang masih dicintainya itu. Dia tidak tahu harus berkata apa. Gadis berjilbab itu hanya terdiam dan menahan tangis.

"Semua gak seperti yang kamu pikirkan," bela Dimas.

"Kamu suka kan sama dia?" ucap Haikal dengan pelan namun penuh amarah.

"Kalau iya memang kenapa?" jawab Dimas membuat Haikal semakin emosi. Haikal sendiri juga tidak tahu kenapa bisa sekesal ini mendengar ucapan Dimas. Bahkan pria itu telah mengepalkan kedua tangannya.

Beruntung seorang perawat memanggilnya, sehingga emosinya sedikit mereda.

"Dokter Haikal, pasien anda di ruang 155 kritis."

Haikal langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Shanin pun juga pamit untuk pergi. "Kalau gitu, Shanin pulang dulu ya dok."

"Shanin."

"Ya dok?"

"Tolong, jangan nangis lagi," ucap Dimas lalu pergi meninggalkan Shanin terlebih dahulu.

***

Setelah dari rumah sakit,Shanin meminta izin untuk mampir ke toko kue milik Auliya. Gadis itu menangis dan menceritakan masalahnya.

Kakak iparnya tersebut juga kaget saat Haikal sudah menjatuhkan talak kepada Shanin hanya karena obat kontrasepsi yang Shanin minum diam-diam.

"Tolong jangan kasih tahu kak Abram dulu ya kak. Sampai sekarang Shanin gak pulang ke rumah karena takut kak Abram marah."

"Lalu kamu sekarang tinggal dimana Shanin?"

"Tenang aja Shanin udah dapat kerjaan dan juga tempat tinggal kok."

"Sebenarnya masih ada kesempatan buat kamu dan Haikal bersama lagi kan Shanin. Gimana kalau kamu berjuang lagi seperti masa sma kalian dulu."

Shanin menggelengkan kepala. Dia sudah benar-benar merasa tidak pantas untuk Haikal. Dan sepertinya lelaki itu memang tidak pernah mencintainya sejak dulu.

"Yaudah, Shanin pulang dulu kak. Makasih udah dengerin cerita Shanin." gadis itu menghapus air matanya kembali.

"Kalau butuh apa-apa bilang ke kakak ya. Dan kakak yakin, Allah sudah menyiakan jalan yang indah untuk kamu dan Haikal. Kamu yang semangat ya dek," ucap Auliya sambil mengelus punggung tangan Shanin.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

***

Malam harinya ada orderan masuk yang meminta pesan antar. Shanin mengajukan diri untuk mengantarkan pesanannya.

"Gak ah udah malem, diluar juga gerimis. Biar aku aja!" ucap Ferdi saat melihat Shanin mengenakan jaket.

"Gak papa fer. Gini-gini aku juga udah punya banyak pengalaman naik motor kok. Yaudah mana alamatnya."

Ferdi mengulurkan ponsel milik perusahaan yang tertera nama pemesan dan map menuju lokasinya. 'Haikal Fahreza Ibrahim.'

Mendadak tubuh Shanin menjadi lemah. Namun dia tetap bersikeras untuk mengantarkan pesanannya tersebut.

Terimakasih yang sudah sabar menunggu dan menghayati bacaanya😍😍 jgn lupa vote dan komen yaa 🤗❤❤

Kekasih Halal HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang