Hari yang di tunggu

3.1K 231 4
                                    

"Paman..tolong sampaikan ke kak Abram. Shanin sayang kakak, tolong pulang dan jadi wali nikah Shanin." Shanin tak kuasa menahan air matanya. Dia sangat merindukan Abram. Namun kepergian Abram juga karena kesalahannya sendiri. Andai dia bisa menjadi wanita yang lebih membanggakan untuk keluarganya. Pasti semua ini tidak akan terjadi.

"Iya Shanin. Biar nanti paman yang bicara sama Abram."

"Yaudah paman. Shanin lanjut kerja dulu. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

Shanin menutup telepon dan hanya bisa termenung karena suasana toko sore ini sedang sepi. Benar-benar tidak ada pengunjung sama sekali. Mungkin karena cuaca sedang mendung, sehingga membuat sebagian besar orang malas bepergian.

"Huahhh..astaghfirullah." Shanin menguap dan menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan tangan kanannya.

Matanya sudah sangat mengantuk sehingga dia tiba-tiba saja terlelap di salah satu meja makan yang terletak di dekat kaca jendela.

Dia sangat nyenyak tidur hingga tidak menyadari bahwa ada dua orang berbadan besar masuk ke dalam tokonya dan mengambil beberapa uang serta barang berharga. Saat itu tidak ada siapa-siapa lagi karena dua orang karyawan Shanin yang bertugas di dapur dan kasir sudah meminta izin untuk pulang terlebih dahulu.

Shanin baru tersadar saat mendengar suara vas jatuh ke lantai dengan keras. Dia terbangun perlahan dan terkejut saat melihat dua orang tersebut sedang menjalankan aksinya. Bahkan mereka juga mengambil dompet Shanin yang ada di dalam tas.

Sedangkan yang satunya lagi sudah sampai di dekat pintu keluar dan sedang membawa komputer beserta tempat penyimpanan uang.

Shanin terkejut dan langsung berdiri. "Woy kalian maling ya?!" bentaknya. Satu orang sudah berhasil keluar toko dan masuk ke dalam mobil. Sedang yang satunya lagi berhasil Shanin cegat di depan pintu masuk.

"Kembalikan barang yang kalian curi atau saya akan lapor polisi!" teriaknya.

"Aa berisik lu!" lelaki tersebut langsung mendorong Shanin hingga tubuhnya jatuh ke samping. Kemudian tetap membawa mesin pembuat kopi otomatis tersebut keluar.

"Astaghfirullahalngadzim."

Shanin kembali bangun dan mencoba berteriak sambil berusaha mengambil kembali mesin kopi yang dia curi.

"Tolongggg!!!! Malingg!!!" teriaknya.

"Sialan lu!" orang yang sebelumnya berada di mobil kembali keluar dan langsung menodongkan sebuah pisau.

"Diam!"

Karena diancam dengan pisau yang tajam akhirnya Shanin memilih untuk diam.

"Lepas gelang emas lo!" paksanya.

"Nggak! Ini punya Ibu saya!" bentaknya.

Lelaki tersebut tidak mau tahu dan langsung merebut gelang emas yang Shanin pakai dengan kasar.

"Aww!! Enggak jangann!" Shanin berusaha merebut kembali gelangnya sampai tidak memperhatikan bahwa pisau tajam lelaki tersebut tepat berada di depan perutnya.

"Kembalikan!! Aahhh!!" Shanin menjerit saat pria tersebut menusuk perut Shanin dan mencabut langsung pisaunya. Kemudian dua orang tersebut segera berlari ke mobil dengan cepat dan meninggalkan Shanin yang sedang kesakitan.

Pandangan Shanin tiba-tiba berubah menjadi gelap dan dia tergeletak tidak sadarkan diri di atas lantai.

Seorang pembeli yang hendak masuk pun terkejut melihat keadaan sang pemilik toko yang sudah tergeletak lemah. Kemudian orang tersebut langsung meminta pertolongan dengan segera.

****

Shanin membuka matanya perlahan dan mendapati dirinya sedang berada di ranjang rumah sakit.

"Shanin." panggil Abram membuat Shanin tersenyum lemah.

"Alhamdulillah Shanin akhirnya kamu sadar. Udah dua hari ini kamu kritis karena kehilangan banyak darah," sambung Auliya yang berdiri di samping Abram.

"Maafin Sha..nin," ucapnya lemah.

Abram langsung menggenggam tangan Shanin dan meneteskan air mata.

"Harusnya kakak yang minta maaf. Maaf karena telah menuntut banyak dari kamu sampai lupa mempedulikan hal apa yang Shanin suka."

Shanin hanya menggelengkan kepala dan tersenyum. Seolah berkata tidak apa-apa.

Tidak lama kemudian Haikal dan Mila, mamanya memasuki kamar tempat Shanin dirawat.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Shanin kamu sudah sadar nak?" ucap Mila tersenyum.

"Harusnya kamu tidak usah melawan perampok itu Shanin. Lihat kondisi kamu sekarang," ucap Mila lagi.

Tidak tahu harus berkata apa, Shanin hanya mengangguk menanggapi perkataan Mila.

"Yasudah. Mumpung kalian semua disini. Gimana kalau kalian menikah hari ini saja." ucap Mila membuat semua yang ada diruangan tersebut terkejut.

"Ma, tapi kan kondisi Shanin masih lemah," kata Haikal.

"Mama nggak mau tunda-tunda lagi Haikal. Untuk menghindari masalah di kemudian hari aja. Nanti kalau Shanin udah sehat, kita hanya tinggal menggelar resepsinya." jelas Mila.

"Kak Abram mau kan jadi wali nikah Shanin," ucap Shanin.

"Tuh kan Shanin aja udah setuju," ucap Mila tersenyum.

"Kamu siap Shanin?" tanya Abram dijawab anggukan oleh Shanin.

Akhirnya tidak butuh waktu lama untuk mempersiapkan semuanya. Sore harinya mereka langsung melakukan ijab qabul.

"Saya terima nikah dan kawinnya Shanin Lalitha Khadijah binti Muhammad Lukman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

"Bagaimana saksi?"

"SAH!! Alhamdulillah."

Shanin tersenyum dan menyalami tangan Haikal untuk pertama kalinya. Haikal pun mencium kening Shanin untuk pertama kalinya.

Beberapa perawat yang mengintip dari balik pintu pun hanya bisa turut mendoakan karena sekarang dokter idola mereka sudah menikah secara sah.
.
.
.
.
Maaf ya lama update. Dan maaf kalo ceritanya semakin jadi. Yg ptg karya sendiri hehe..

Boleh banget lo kalau mau kasih ide cerita atau kritik dan saran supaya ceritanya semakin menarik😍😍😍

Next ya..

Kekasih Halal HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang