Tawa kekanakan tidak diperlukan di tempat ini.
--------------------------
Hutan pinus yang luas tidak sering terlihat di tepi sungai Hill. Di sungai kebanggan masyarakat sekitar hanya aliran yang terdengar tenang. Serta gemerisik daun dan kicau burung yang sesekali menyapa pendengaran. Beberapa makhluk akan melintas saat petang tiba. Namun seruan nyaring para pemetik tomat lebih mendominasi, sehingga ketika kepakan sayap terdengar beberapa pria berlari membawa kayu besar.
Tubuh kekar mereka bawa berlarian mengenar kawanan. Mengayunkan tongkat ke angkasa sembari berteriak keras. Di ujung tongkat panjang itu terdapat kain besar. Tercabik di setiap bagian, helaian tersebut membantu para pemetik dalam menghalau kawanan burung perusak. Terkadang tanaman kecil mati karena di serang secara berkelompok.
Panen tahun lalu membawa pengaruh buruk. Menghela napas jengah, pria yang berdiri di sisi Batang pohon Nob terkekeh menyaksikan kesulitan para pekerja. Kayu yang panjang membuat ranting berjatuhan. Gadis-gadis berteriak dan berlarian, sementara burung berputar seolah menantang perlawanan.
Nic tertawa. Satu lemparan berhasil mengenai paruh burung, namun tidak menjatuhkan. Kecuali kemudian baru kecil itu kembali jatuh ke atas kepala pria lain. Dan jeritan kembali terdengar. Hanya sebuah kerikil. Bukan batu sungai yang besar. Sial! Kehebohan pemetik tomat selalu berhasil membuat pria ini tertawa.
Tingkah kaku para manusia seperti patung yang lamban. Pria yang sejak tadi meneliti biji kering memilih mengabaikan kebisingan. Pria itu melangkah mendekati area lain kemudian mengikis timbunan. Mengeruk pasir menggunakan kuku-kukunya yang tajam dan tersenyum puas.
"Bagaimana menurutmu? Bukankah dia tetap menyimpan kenakalan? Dari jarak yang begitu jauh aku juga bahkan dapat mendengar jeritan bodohnya. Gadis itu benar-benar menguji kesabaran."
Arthur terbiasa mengawasi pembibitan dengan kedua matanya sendiri. Dominic tidak terkejut melihat antusias pria itu ketika mengacaukan timbunan tanah. Bahkan hanya untuk memastikan benih adalah benih terbaik, pria itu akan memeriksa semua lahan tanpa menggunakan sarung tangan karet.
Sikap Arthur terkadang menyebalkan. Tapi Dominic mengakui, arogansi pria itu mampu membuat para pemetik tunduk padanya. Arthur berjalan ke lahan di sisi barat. Kembali menjatuhkan lututnya ke atas tanah dan memeriksa benih lainnya. Pria tampan itu tidak mengangkat kepala menatap wajah Dominic. Membuat Nic jengah, tapi sesekali Arthur memaling memperhatikan sekitar. Ketika netra gelap itu menemukan jejeran rumput liar, maka dengan spontan Arthur membersihkan sembari membuka katupan mulutnya.
"Tidak salah aku membawanya ke tempat ini."
Udara yang dingin membantu pernapasan dalam mencari oksigen. Arthur mengabaikan sesaat lanjutkan kalimat Nic. Membiarkan pria itu berdecak, sebelum akhirnya kaki yang di tekuk di tarik lurus. Dan Arthur berdiri menjulang menghadap sungai Hill.
"Kegilaan terkadang membuat otak dapat menjadi mati. Berpikir tidak logis dan menciptakan masalah baru."
Di Monthana alam menjadi bagian terpenting penyambung hidup. Hutan dan segala isinya menyediakan banyak kegunaan. Dan masyarakat mencintai dirinya seperti seorang Tuhan. Tuhan? Arthur tersenyum kecil. Memikirkan kebanggan akan kesuksesan membuat darah pria ini berdesir keras. Sebagian orang mungkin tidak ikut mendengar pembicaraan.
Tapi diantara banyaknya golongan pasti ada yang mencuri informasi. Dan Arthur memenuhi si penguntit. Di bawah rerimbunan batang kecil tomat, Arthur mengabaikan persembunyian wanita itu. Del adalah wanita yang keras kepala. Sama seperti Shine, bedanya wanita itu penuh kelicikan. Biar kepala pelayan yang akan memberi pengertian.
Siang ini matahari bersinar cukup panas. Tapi meski begitu beku tetap mengelilingi suhu tubuh. Seseorang harus menggunakan pakaian tertutup jika ingin menikmati alam. Berada di atas gunung Monthana, mereka menghadapi kabut dan dingin sepanjang tahun. Sementara Sungai Hill berada satu kilometer dari lahan Hebikinos. Aliran tenang itu akan dapat terdengar jelas saat siang dan malam hari. Arthur mendekat pada pondok kayu. Ia sangat menyukai tempat ini. Selain karena udaranya yang segar, William membawanya ke tempat ini untuk mengubah tingkah laku.
Persis seperti yang Dominic lakukan.
"Kau sedang melukiskan nasib masa depanku? Ayolah, ini hanya cara terakhir seorang ayah."
Nic mengikuti langkah kaki Arthur, pria itu berjalan pelan. Sembari memandang kegiatan pemetik memanen bulatan merah menggoda. Jemari kekar Nic mengusap tomat yang sebelumnya pria itu petik, dan mengosoknnya ke atas celana. Nic memasukkan tomat kecil ke dalam mulutnya. Mengunyahnya cepat dan melenguh senang. Tomat terasa segar ketika melewati celah tenggerokan.
"Braigle mungkin lebih ahli dalam menaklukkannya, Nic. Kau hanya memperkeruh suasana. Dia terlalu muda. Bahkan telapak tangannya tak pernah menyentuh vacum cleaner." ucap Arthur tenang. Seperti biasanya meski tidak menyukai pemikiran, Arhtur akan mencoba bernegosiasi.
Nic mengangguk kecil. Wanita itu memang bisa menaklukkan putrinya dengan baik. Tapi belakangan Shine sulit diberi peringatan. Gadis itu menjadi lebih pembangkang. Terakhir kali kedua wanita kesayangannya itu bahkan terlibat perdebatan, hingga membuat Braigle menangis semalaman. Shine bertindak di luar batas setelah mengenal seorang pria di pesta malam.
Gadis itu bahkan berani mendorong tubuh ibunya ke tembok kasar, dan meluncah dalam kedaan mabuk. Sungguh, jika Nic tidak mengingat Shine adalah darah dagingnya, Nic tidak akan segan-segan mencincang kepala Shine.
"Jika wanita cantikku bisa melakukan itu, aku tidak mungkin repot-repot membawa Shine ke tempat ini. Gadis itu terlalu merepotkan."
Lipatan bibir ke bawah dilakukan Nic tanpa rasa malu. Suara yang terdengar menyeduhkan tak diperdulikan pria ini. Selama Arthur menjadi pendengar, Nic tidak keberatan bicara seperti bayi iblis. Jemari tangan yang sebelumnya pria paruh baya ini biarkan berada di sisi tubuh, dimasukkan ke dalam saku celana. Nic lalu menepi.
Pria ini menempelkan punggung bidangnya ke atas dinding. Mencoba menikmati alam sebelum kembali ke pangkuan istrinya. Braigle cukup merepotkan. Setelah kepergian Shine pun wanita itu tetap menggerutu. Membuat Nic tidak tidur semalan.
Ia bersembunyi di sebuah penginapan, karena takut Shine menyadari kehadirannya. Well, Braigle selalu mengkhawatirkan putri kecilnya pun setelah berhasil mengusir tanpa rasa kasihan. Lucu sekali.
"Dan kau menyerahkannya kepadaku."
Menitipkan untuk sesaat, bisik Nic membenarkan. Lebih kepada dirinya sendiri. Lalu menatap Arthur memohon. Pria yang lebih muda darinya itu nampak berpikir serius. Nic tahu ini tidak akan menjadi mudah. Tapi tidak ada yang bisa ia lakukan, karena Braigle hanya mempercayai Shaun Arthur seorang.
"Well, kita memiliki perbedaan. Kau terbiasa menghadapi puluhan manusia dengan watak berbeda. Mendidik mereka dan membentuk kepribadian, sementara aku. Aku hanya pengusaha kaya raya."
"Omong kosong! Tempat ini menyimpan para banjingan, Nic! Putrimu bisa terluka."
Sebagai seorang ayah Nic hanya berusaha mengubah putrinya. Nic mengabaikan luncahan tenang Shaun. Pria itu berdiri tegak, mencoba tetap diam dan mendengarkan semua keluhan. Inilah yang Nic sukai dari seorang Arthur. Sekalipun dirinya telah menjabat sebagai seorang God Of Monthana, pria itu masih menghormatinya sebagai senior.
Shine begitu keras kepala. Nakal, pemabuk, dan gemar menghamburkan uang. Tidak. Nic tidak keberatan jika Shine menghabiskan seluruh harta kekayaannya.
Ia bisa menghasilkan jauh lebih banyak.
Tapi putrinya?
Nic tidak akan pernah bisa menyesal jika terjadi sesuatu hal yang buruk kepada Shine.
----------------------------
Berhubung aku punya banyak word, Maybe aku bakal jeda beberapa waktu untuk up new part.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Relationship
FanfictionShaun Arthur tidak pernah berpikir jika diusianya yang menginjak dua puluh delapan tahun, ia justru harus menghadapi seorang gadis kecil nan pembangkang.