Ketika seseorang patah hati, tubuh akan retak. Perlahan hingga pecah dan hancur. Kepingan-kepingan dari tubuh manusia akan menjadi bintang baru di angkasa. Sayang, keindahan angkasa tidak seharusnya dari penderitaan orang lain.
Satu-satunya yang da...
no longer feeling distressed or anxious; reassured.
.
.
.
Dalam kehidupan selalu ada pertemuan dan ada perpisahan. Lalu yang selalu kutanyakan, mengapa bertemu jika ujungnya berpisah? Bersyukur jika perpisahan itu berakhir manis, semua akan bahagia. Bagaimana dengan nasib orang yang perpisahannya berakhir pahit? Salah satunya akan bernasib sepertiku. Perpisahan ini membuatku patah hati dan membunuhku perlahan. Dengan kata lain, aku adalah salah saru penderita Heart Broken Disease. Itu adalah penyakit dimana tubuh penderita akan retak dan perlahan pecah. Lalu kepingan dari tubuh akan mendaji bintang baru di langit. Penawarnya yaitu orang yang tulus mencintaimu.
Ini berawal dari aku mempunyai kekasih bernama Hige, teman sekelas. Enam bulan penuh kami berkencan. Namun sayang sekali, satu minggu yang lalu kami berpisah. Ternyata selama ini dia juga mempunyai kekasih di belakangku dan itu sudah berjalan selama satu bulan. Tidak hanya itu, Hige mengatakan bahwa dia bersedia berkencan denganku hanya karena kasihan. Padahal aku sangat mencintainya. Kemudian beberapa hari terakhir muncul retakan halus di lengan.
Maka dari itu, aku berniat meminta seseorang untuk menyembuhkanku. Seseorang itu adalah sosok Kita Shinsuke. Kakak kelas yang selalu kurepotkan dengan pertanyaan-pertanyaan aneh yang hebatnya bisa dia jawab. Alasan aku meminta tolong dia adalah pertama dia tampan, kedua dia pintar, dan yang ketiga meskipun galak, dia cukup perhatian. Alasan pertama dan kedua mungkin terdengan cheesy, tetapi pasti banyak orang yang setuju padaku. Jadi, mari kita jalankan operasi yang berjudul "Membuat Sosok Kita Shinsuke Jatuh Cinta Padaku."
Seperti yang aku lakukan sekarang ini. Aku tidak akan bosan untuk memintanya. "Kita-san, kumohon cintai aku!" ucapku setengah berbisik. Saat ini kami sedang belajar bersama di perpustakaan umum karena kebetulan aktivitas klub voli diliburkan.
"Kenapa? Kamu saja tidak mencintaiku. Kenapa selalu minta untuk dicintai, sih?" balasnya dengan nada datar seperti biasa.
"Oh, aku mencintaimu kok."
"Aku tidak percaya padamu, Chiba-san." Dingin sekali, seperti kulkas dua pintu. Tetapi wajar juga dia tidak percaya. Toh memang aku belum mencintainya dan aku tidak pernah mengatakan alasan sebenarnya kenapa meminta dia untuk mencintaiku. Sangat tidak mungkin aku mengatakannya, aku tidak ingin dikasihani seperti sebelumnya.
"Hmm... Jadi aku harus bagaimana agar kau percaya?" tanyaku dengan pose berpikir.
"Mendekatlah."
Eh? Kenapa disuruh untuk mendekat? Maksudnya dia mau berbisik ditelingaku?
Langsung saja aku geser dudukku agar lebih dekat dengannya. "Ya?"
"Aku akan percaya tapi tergantung usahamu," bisik Kita-san di telingaku.
"Baiklah, tunggu saja kalau begitu," ucapku percaya diri.
Mendengar jawabanku, dia tersenyum tipis. "Sangat dinantikan."
Tidak kusangka Kita-san menantikannya. Tentu saja aku akan berjuang demi kesembuhan! Lagi pula siapa yang rela meninggalkan keluarga dan teman-teman yang baik di dunia ini. Aku tidak mau mereka bersedih hanya karena orang sepertiku.
Hari berjalan begitu cepat. Sudah hampir tiga minggu ini aku memberi perhatian lebih pada Kita-san, seperti membuatkan bekal makan siang untuknya dan sesekali aku juga membantu di gedung olahraga. Namun lagi-lagi sayang sekali usahaku belum membuahkan hasil. Lelah? Pastinya. Apalagi retakan pada tubuhku sudah banyak. Hanya tinggal menunggu waktu saja aku pecah. Jadi untuk hari ini aku tidak ingin menemuinya terlebih dahulu.
"Sakura, ada yang mencari!" teriak salah satu teman sekelasku.
Dengan sedikit malas aku bangkit dari tempat duduk lalu berjalan ke depan kelas. Tanpa disangka, di sana ada Kita-san menunggu. Ah sial, padahal aku tidak ingin menemuinya hari ini.
"K-kenapa mencariku?" Suaraku sedikit bergetar karena gugup. Kurapatkan jaket untuk menguranginya.
"Ikut aku." Tangan Kita-san meraih lenganku kemudian dengan patuh aku mengikutinya.
Sepanjang koridor, kami sama-sama terdiam. Hingga sampai di taman belakang sekolah tempat biasa kami belajar bersama, barulah keheningan terpecah. "Hari ini kenapa tidak menemuiku?" tanyanya.
"Hanya lelah saja." Benar, aku sedang lelah.
"Jadi usahamu membuatku jatuh cinta sampai disini saja?"
"T-tidak! Bukan begitu..." Bodoh, rasanya ingin menangis saja.
"Ada satu lagi pertanyaan. Kenapa selama ini tidak jujur padaku?"
Gawat. Sepertinya aku ketahuan. Kuremat ujung rok seragam karena menahan tangis. "Maaf. Aku hanya tidak ingin dikasihani."
Kudengar helaan napas dari pemuda didepanku ini. "Kalau saja kamu jujur lebih awal, aku pasti juga akan berusaha mencintaimu. Tapi kurasa itu tidak perlu lagi sekarang."
"K-kenapa? Apa kau akan membiarkanku pergi dari dunia ini?"
"Tunggu, aku selesai bicara bodoh," ucap Kita-san sambil membawaku ke dalam pelukannya. "Aku sudah mencintaimu dan akan selalu mencintaimu."
Mendengar suara teduhnya membuatku meneteskan air mata. Dadaku terasa lega. Lega bisa hidup lebih lama. Tentunya juga lega karena cinta yang terlambat kusadari kini terbalas.
•─────────•fin•─────────•
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.