Ketika seseorang patah hati, tubuh akan retak. Perlahan hingga pecah dan hancur. Kepingan-kepingan dari tubuh manusia akan menjadi bintang baru di angkasa. Sayang, keindahan angkasa tidak seharusnya dari penderitaan orang lain.
Satu-satunya yang da...
Cermin memantulkan bayang gadis bermahkota hitam. Iris hitam yang indah itu terlihat kosong, bibir mengulas senyuman miring tampak menertawai sosok bayang. Lihatlah sosok itu, antara hancur dan mengenaskan. Dia benci sosok ini, bayang ini, enggan rasanya dia melekat pada paras dan fisik ini. Dia menertawai dirinya, seperti dunia juga menertawainya. Melepas kekehan geli sejenak, membenturkan vas bunga dengan cermin.
Retak.
Suara benturan disusul retakan terdengar jelas mengisi polusi suara ruangan gelap. Hanya bantuan lampu tidur menyala, dia masih mampu melihat dirinya.
“Koraru …?”
Suara tidak asing menyapa gendang telinga. Bukan suara yang ingin dia dengar, tetapi juga menjadi suara yang dia rindukan. Suara itu sekarang terdengar lembut dan memberi kehangatan. Sayang, sang gadis, Koraru, tidak mampu lagi membuka diri untuk menerima lelaki itu, Miya Osamu.
Koraru menoleh ke samping, melihat sang lelaki berdiri di depan pintu kamar yang terbuka lebar, terlihat iris indah Osamu terbuka lebar karena terkejut. Dia sendiri sudah tidak peduli seberapa mengenaskan dirinya sekarang. Tidak mengenakan pakaian menutup diri, hanya pakaian dalam dan memperlihatkan lekukan tubuh yang tak mampu dikatakan indah lagi. Mengenaskan.
Malu? Tidak.
Terpesona? Tidak.
Osamu tidak mampu terpesona, walaupun gadis itu telanjang di hadapannya, dia tidak akan mampu merasakan demikian akibat penampakan demikian. Ke mana gadis yang selalu mendekatkan dirinya, memancarkan senyuman manis, berdiri teguh mempertahankan prinsipnya?
“Kenapa kau di sini, Miya-san?” tanya Koraru, memiringkan kepalanya sedikit, menaikan sebelah alis.
Deg. Jantung seperti memberi detakan kencang dadakan ketika mendengar panggilan sang gadis kepadanya telah berubah. Namun, itu segera dia jauhkan dari pikiran, ada hal lebih genting dibanding itu. “Sejak kapan kau mengalami ini?” balas tanya Osamu, tidak ada maksud ingin menjawab pertanyaan Koraru.
Koraru enggan menjawab langsung. Kaki membawa diri mendekati sosok Osamu, memandang sang lelaki dengan sepasang mata yang bengkak akibat tangis. Bibir melepas kekehan geli, “Menurutmu, kapan?”
Tarik ulur yang menggemaskan. Osamu mengeratkan kepalan tangannya sendiri. Dia tak mampu menjawab. Emosi menyelimuti diri, membuat dirinya menaikan suaranya, “JANGAN MEMPERMAINKAN AKU, KORARU.” Keheningan kembali menimbulkan kecanggungan. Samar, keduanya dapat mendengar teriakan dari lantai bawah, mempertanyakan keadaan. Osamu yang sadar segera mengambil pakaian dari lemari, mengarahkan ke Koraru. “Cepat tutup tubuhmu!” perintahnya.
Semakin lama dipandang, semakin lama diperhatikan, lelaki ini benar menyebalkan. Setidaknya itu dipikirkan oleh Koraru saat ini. Tangan menerima pakaian, kemudian melempar ke sembarang arah. Berhasil memancing amarah Osamu, Koraru segera membuka suara agar sang lawan bicara tidak mengomel saat ini. “Sejak aku menyadari bahwa aku adalah manusia yang tidak pantas mendapatkan sebuah perasaan yang dinamakan cinta,” jelasnya, kemudian tertawa.
“Berhenti menertawaimu, Koraru! Ini tidak lucu!”
“Kenapa kau panik, Miya Osamu? Kau salah satu penyebabnya, kau tahu?” Koraru membalikkan badan, kembali melangkah menuju ke cermin yang telah retak. Mata tertuju pada cermin, walaupun sudah retak masih tidak kehilangan fungsinya. Bibir tidak lagi tersenyum, air mata kembali mengalir menghiasi pipi, “Aku berharap aku tidak pernah memiliki perasaan. Aku selalu berharap, aku tidak pernah memberikan rasa menyukai. Semua orang … termasuk dirimu, Miya Osamu, tidak pantas mendapatkan rasa sayangku, kau tahu?”
Sekali lagi, Osamu merasakan sesak di dadanya. Dia mengambil langkah mendekat. Panik, dia tahu dia salah. Kala gadis ini menaruh rasa, dia tidak ingin mengakui rasa di dalam hati, meninggalkan bekas luka. Harusnya dia lebih berani mengakui, dia tidak seharusnya melukai hingga mengakibatkan hal ini terjadi pada sosok pujaan hati. “Koraru, dengarkan aku!”
“Diam. Apapun yang kau katakan, tidak akan pernah memperbaiki apapun, seperti cermin yang di depan ini … atau mungkin, aku lebih rapuh?”
Tidak. Tidak. Tidak.
Langkah kaki Osamu semakin gelisah, tangan dia ulurkan, hendak memeluk tubuh rapuh sang gadis. Kala tubuh bersentuhan, sesuatu mengenaskan kembali terjadi. Tubuh itu telah hancur. Benar, tubuh yang lebih rapuh dibanding cermin, meninggalkan serpihan di atas lantai tanpa bercak merah, menghilang seolah-olah bukan manusia. Kedua mata Osamu membelalak lebar.
Dia yang telah membunuh. Membunuh sang pujaan hati.
Kedua tangan bergemetar, menggenggam serpihan retakan yang tertinggal di atas permukaan lantai. Tanpa dia sadari, keluarganya, keluarga sang pujaan berada di belakang dirinya, menyaksikan hilangnya sosok gadis berharga itu.
Rembulan terlihat jelas, namun bintang tidak begitu memperlihatkan dirinya malam ini.
Setidaknya, ada satu bintang yang bersinar terang di sana. HBD, Heart Broken Disease. Ketika seseorang patah hati, tubuhnya akan retak dan perlahan-lahan akan pecah dan hancur, kepingan-kepingan dari tubuh orang tersebut akan menjadi bintang baru di angkasa.
•─────────•fin•─────────•
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.