09. Primavera - SunaKao

3 0 0
                                    

Written by: Shikyr

•─────────•°•♡•°•─────────•

Harumi Kaori tidak percaya dengan eksistensi cinta.

Sebab ia pernah menjadi korbannya.

Saat itu, ketika musim semi datang membawa bunga-bunga yang bermekaran. Ia merasakan yang namanya patah hati untuk pertama kalinya.

"Heh. Aku menembakmu untuk taruhan saja, tahu."

Musim semi seharusnya memberikan kebahagian, namun mengapa mulai saat itu musim semi terus-terusan memberikannya nestapa? Mengapa ia begitu mudah sekali percaya pada setiap kata cinta yang diucapkan oleh pemuda? Apakah karena ia terlalu lugu? Tidak, tidak. Kata bodoh seratus kali lebih cocok untuknya.

Retakan pada tubuhnya mulai bertambah seiring waktu berjalan; buat wajahnya tak lagi rupawan. Semua orang yang mengetahui bahwa ia terkena penyakit menyedihkan itu menjauhinya─mengatakan ia bodoh karena mudah termakan omongan. Kaori tahu dan mengerti, jadi tidak perlu mengatakannya lagi.

Ia bodoh karena dengan mudahnya percaya. Bodoh karena ia masih ingin mempertahankan si pemuda. Bodoh karena ia berusaha dengan kerasnya untuk menyangkal bahwasanya itu hanyalah dusta belaka.

Kaori benci musim semi─bahkan kata musim semi yang berada di namanya.

Namun perasaan benci itu tak lagi eksis semenjak kehadiran si pemuda.

Suna Rintarou.

Satu-satunya orang yang sama sekali tidak menganggapnya bodoh ketika ia memberitahu semuanya.

"Bukankah itu hal biasa bahwa seseorang menaruh kepercayaan pada orang yang mengatakan bahwa orang itu mencintainya?" ujarnya, masih dengan wajah tanpa emosinya yang biasa. Namun mampu membuat Kaori meneteskan air mata seketika. Ia bersyukur, masih ada yang mau berusaha memahaminya.

Dari situlah, jarak diantara keduanya terkikis perlahan-lahan. Rintarou jadi sering mengunjungi si hawa─sekadar mengajaknya bertukar aksara mau pun menumpang istirahat saja, dan Kaori dengan senang hati menyambutnya.

Detik berganti menit, pun menit berganti jam. Perlahan namun pasti, retakan tubuh Kaori sedikit demi sedikit menghilang─padahal ia sendiri sudah siap akan menjadi bintang. Namun eksistensi si pemuda kembali berikannya harapan untuk meneruskan kehidupan. Rintarou bersyukur karena mengetahui bahwa ia telah sembuh dari penyakitnya─tanpa tahu bahwa dirinya sendiri adalah penyebabnya.

Waktu yang selama ini telah dilalui bersama, buat keduanya perlahan saling menaruh rasa. Namun tak ada satu pun dari mereka yang berani mengutarakannya. Rintarou takut apabila si hawa belum membuka hatinya, sedang Kaori takut apabila si adam hanya menganggapnya tak lebih dari sekedar teman sahaja. Padahal keduanya sudah saling melontarkan kode yang mengatakan bahwa ia memiliki rasa kepada satu sama lainnya─memang pada dasarnya mereka saja yang tidak peka.

"Kaori," panggil Suna tiba-tiba; memecahkan keheningan yang sedari tadi menemani mereka berdua.

Yang dipanggil mengerling; menatap si pemuda dengan tatapan penasaran. Tak biasanya si pemuda Suna memulai percakapan duluan.

Rintarou terdiam selama sepersekian sekon; tak mengatakan apa-apa kendati sang hawa menunggunya mengeluarkan sepatah aksara. "Tidak jadi." Suna mengalihkan pandangannya; menatap bunga sakura yang mulai bermekaran. Timbulkan protesan dari sang lawan bicara.

"Eeehhh? Aku sudah penasaran, lho!" seru Kaori. Mengerucutkan bibirnya; berlagak kesal padahal tidak sama sekali─yah, mungkin sedikit.

Ah, ia punya ide.

"Jangan-jangan .... Rintarou-san ingin bilang bahwa Rintarou-san menyukaiku, ya?" Kaori bertanya─usil saja, kok. Ia masih takut menaruh harapan pada yang tidak pasti untuk kedua kali.

Netra kecoklatan itu melebar kala yang didapatkannya sebagai balasan adalah wajah merah padam milik si pemuda─yang tentu saja berusaha disembunyikan sebaik-baiknya. Kaori terdiam; berusaha memproses apa yang sedang terjadi sebenarnya. Kata bohong terus-menerus terputar di kepalanya seperti kaset CD yang rusak.

Tidak mungkin.

"... Iya ...." Rintarou berujar pelan, sangat pelan sampai-sampai Kaori yakin bahwa jika ia tidak menajamkan pendengarannya, ia tidak akan dapat mendengarnya, dan ia malah menyesali perbuatannya.

Rona merah semakin merajalela; menguasai setiap sudut dari paras eloknya. Kepalanya tak mampu bekerja untuk memproses ucapan si pemuda barusan. Daksanya terlonjak kaget tatkala merasakan bahwa ada yang menggenggam tangan miliknya. Kaori tahu itu milik siapa, oleh sebab itu warna wajahnya berubah semakin merah─jika dibandingkan, ia yakin merahnya kepiting rebus akan kalah.

"Maaf ..., tolong biarkan seperti ini sebentar saja ...."

Ah, sepertinya tidak hanya bunga yang sedang bermekaran sekarang.

•─────────•fin•─────────•

•─────────•fin•─────────•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HBD [Heart Broken Disease]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang