05. All Was Well - KageHikari

7 0 0
                                    

Written by: wintereirisa

•─────────•°•♡•°•─────────•

Sekalipun namanya memiliki unsur salju, Yukihime Hikari sulit untuk dibilang benar-benar menyukai musim dingin. Segala hal yang ada dalam dirinya barangkali lebih identik dengan musim panas-rambut platina berkilau menyaingi mentari siang hari, lantas sepasang mata cemerlang perpaduan hijau dan biru, kemudian warna ranum bibir yang bisa kau temukan pada buah-buahan segar di perkebunan.

Benar, musim panas terasa jauh lebih cocok menggambarkannya. Akan tetapi, sebagian dalam diri gadis itu, tentang luka-luka, mengenai apa saja yang dipendam olehnya, akan selalu membeku begitu langit mulai menurunkan salju.

Musim dingin, terlebih setahun yang lalu, telah meninggalkan bekas dalam relung Hikari berupa goresan biru pada kalbu.

"Kurasa cukup sampai di sini, Hikari."

Maka gadis itu merasa tidak perlu berupaya untuk menahan sama sekali. Selama hubungannya dengan orang itu berlangsung, status di antara mereka begitu mengambang dan tidak pasti, hingga Hikari tahu ia tidak bisa mengubah apa-apa lagi. Tidak ingin mengorbankan diri lebih dari ini.

Tapi kadang masih segar di pikirannya-bagaimana lelaki itu biasa mengajaknya bicara, menawarkan waktu berdua saja, kemudian memperlakukannya begitu istimewa, hanya kepadanya, tidak ada yang lainnya-rasa di antara mereka itu ada, tapi tidak bisa menetap untuk selamanya. Baik Hikari maupun dia, mereka tahu bahwa perpisahan itu soal waktu saja.

Sebab tidak pernah ada yang benar-benar abadi di dunia.

Dan lelaki itu memilih untuk meninggalkannya bersama luka.

Pada musim dingin tahun lalu, Yukihime Hikari benar-benar mulai belajar mengenai apa makna merelakan dari indahnya rasa cinta. Bagaimana ia harus telan rasa sakit yang mengalir ke sekujur tubuh, ciptakan retakan pada kulit halus nan menawan. Patah hatinya adalah nyata, ia adalah sang tokoh utama, gadis yang tengah beranjak menuju dewasa dan ditelan dinginnya janji yang tak terpenuhi.

Tapi itu satu tahun yang lalu.

Tapi itu musim dingin yang telah berlalu.

Salju tebal yang mengubur segala rasa sakitnya hingga ke lubuk hati paling dalam telah mencair. Hikari dijemput oleh musim semi yang menghadirkan wangi baru, dan sekalipun tertatih-tatih bersama retakan yang tercetak di tubuh, ia ditarik untuk terus melangkah maju.

Oleh lelaki yang sejak kecil selalu bersamanya, Kageyama Tobio.

"Kau itu ... masih punya aku, 'kan?"

Dikatakan oleh Tobio persis saat malam pergantian tahun. Kala itu, Hikari terduduk muram di depan jendela kamarnya, bersama cermin ukuran besar yang memantulkan keindahan sosoknya. Sekalipun retakan-retakan itu tercetak begitu jelas, tapi Hikari tetap tampak begitu cantik. Keindahannya tak sirna, malah menggambarkan sisi lain darinya-yang lebih rapuh, yang menunjukkan bahwa Yukihime Hikari tetaplah manusia biasa dan butuh cinta.

Mengenal Tobio sejak kecil membuat Hikari sulit memandang lelaki itu sebagai lawan jenis atas dasar romansa. Sulit bukan berarti tidak mungkin. Akan tetapi, sebagian besar dari diri Hikari tidak mau kehilangan sosok sahabat yang telah menemaninya selama nyaris dua puluh tahun ini. Kekasih, pacar, apapun itu akan selalu bisa dicari-tapi bagaimana dengan sahabat lelaki yang sudah jadi bagian dari hidupnya sedari bayi hingga kini?

Hikari sama sekali tidak mengerti.

Ia telah jatuh hati, kemudian patah hati, dengan musim dingin tahun lalu sebagai saksi. Sosok Tobio lah yang jadi sandaran diri, membantunya bangkit kembali, menerima jemputan dari segarnya musim semi. Hikari ingat bahwa sesekali ia masih menangis apabila teringat memori bersama Kunimi. Namun Tobio yang tidak pernah meninggalkannya sama sekali semakin menguatkan hati-bahwa Hikari tidak sendiri.

Musim dingin telah datang kembali.

"Oi, kau mau pesan brownies rasa apa, Hikari?"

Pertanyaan itu menyapu gendang telinga sang pemilik nama. Hikari mengangkat wajah, lepaskan pandang dari kulitnya yang kini hanya menyisakan sedikit retakan samar. Sosok Tobio ada di dekat sofa, tengah memegang gagang telepon yang tersambung ke toko kue langganan keluarga Yukihime.

Memandang langsung ke netra samudra milik lelaki yang paling ia sayangi, sudah pasti Hikari tidak kuasa menahan lengkung senyum di bibir ranum dengan sapuan rona merah pada pipi.

"Brownies kukus blueberry saja, ya, Tobi-chan?"

Musim dingin kali ini dan selanjutnya nanti, pasti akan berlalu dengan baik-baik saja.

•─────────•fin•─────────•

•─────────•fin•─────────•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HBD [Heart Broken Disease]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang