Tanpa terasa tiga bulan sudah berlalu sejak Fira melahirkan. Rumah tangga Fira dan Kafka kian harmonis saja. Apalagi dengan adanya anak di tengah-tengah pernikahan mereka. Kafka pun selalu berupaya untuk mencurahkan kasih sayangnya pada anak dan istrinya itu. Bahkan Kafka menjadi orang yang paling tidak tenang juga tak bisa tidur ketika si kecil Arden sedang sakit. Meski Arden hanya demam biasa.
Melihat Kafka yang seperti itu, rasa cinta Fira pun seakan kian bertambah setiap harinya. Ia benar-benar merasa bahagia bisa memiliki suami yang penuh kasih sayang seperti Kafka. Selama tiga bulan itu pula, Kafka masih belum menjelaskan apa-apa pada Fira. Karena ada saja hal yang menjadi penghalang ketika dirinya mencoba berbicara serius.
"Capek, Mas?" tanya Fira pada sang suami yang baru saja pulang kerja. Sampai saat ini Fira masih belum bekerja karena ingin merawat anak mereka sendiri. Dan selama itu pula Kafka masih menggantikannya. Bahkan rasanya Fira ingin berhenti bekerja paling tidak sampai anak mereka sudah cukup besar.
"Tadinya capek sih. Tapi pas ngeliat kamu atau anak kita, rasa capek Mas hilang dalam sekejap," sahut Kafka disertai senyuman manisnya.
"Gombal ah!"
"Serius tau. Yang bikin capek itu adalah ketika Mas ngerasa kangen banget sama kamu dan anak kita," sahut Kafka seraya melingkarkan tangan di pinggang istrinya. Lantas dikecupnya pipi sang istri itu mesra. Fira yang diperlakukan seperti itu pun wajahnya merona. "Udah bisa belum sih, Sayang?"
"Udah kok, Mas. Kangen ya?"
"Kangen banget. Jadi kapan Mas boleh...?"
"Sekarang juga oke. Karena aku pun kangen kamu," balas Fira. Ia membalikkan badannya menghadap sang suami. Lantas dikecupnya bibir suaminya itu.
"Beneran? Anak kita?"
"Lagi sama Mama," jawab Fira. Ia kecup lembut leher suaminya itu seraya memberikan rangsangan. Dan bisa Fira lihat kalau tubuh Kafka mulai menegang.
Langsung saja Kafka memeluk dan menyandarkan Fira ke dinding kamar. Ia melucuti satu persatu pakaian yang melekat di tubuh istrinya. Kemudian Kafka juga melepas pakaiannya dibantu Fira. Setelah mereka sama-sama tanpa busana, Kafka pun melingkarkan kaki Fira ke pinggangnya seraya dirinya mulai memposisikan diri.
"Ahh," desah Fira saat suaminya mulai bergerak memopa kewanitaannya. Ia melingkarkan tangannya di leher Kafka sambil berciuman dengan suaminya itu. Sementara Kafka sibuk bergerak keluar-masuk di bawah sana seraya memegangi pinggulnya.
"Enak banget kamu, Sayang," erang Kafka menahan nikmat. Sengaja ditambahnya tempo hujaman pinggulnya hingga membuat desahan Fira semakin menjadi-jadi. Ia juga meremas pinggul berisi milik istrinya itu.
"Hmm... Ahh ahhh."
Fira tak mampu mengeluarkan suara apa pun selain desahan. Sebab pompaan Kafka terasa amat sangat nikmat. Miliknya pun terasa sangat penuh karena diisi sang suami. Rasanya mereka sama-sama merindukan yang seperti ini karena sudah lama tak melakukannya.
"Masshh nghh." Fira mendesah begitu badai pelepasan itu menghampirinya. Rasanya tubuhnya langsung melemas karena ulah sang suami. Tapi Fira sadar kalau Kafka masih belum mengalami klimaks.
Setelah beberapa saat memberi Fira waktu untuk beristirahat, Kafka pun membalikkan badan sang istri agar membelakanginya. Kemudian dirinya kembali memasuki kewanitaan Fira dari belakang. Ia hujami pangkal paha istrinya itu seraya meremas bokong padat juga payudara kenyalnya. Yang tentu saja membuat desahan Fira tak pernah berhenti.
Cukup lama Kafka bergerak menggoyangkan pinggulnya untuk memberi Fira dan dirinya sendiri kenikmatan. Sekarang ini, ia merasa kejantanannya kian menegang dan siap menembakkan isinya. Ia pun segera melepas miliknya dari kewanitaan Fira karena dirinya tidak memakai kondom. Sedangkan Kafka tahu kalau Fira tidak mengunsumsi pil kontrasepsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage with My Ex Brother in Law (21+)
Chick-LitFollow dulu sebelum membaca. Dan bacalah selagi on going, karena kalau sudah tamat akan dihapus bebeberapa bagian. *** Cantik, pintar, kaya, nyatanya tak mampu membuat hidup seorang Syafira Indriani sempurna. Pada usia yang ke dua puluh enam tahun t...