16. Periksa Kandungan

4.8K 659 25
                                    

Matahari tampak bersinar cerah. Secerah perasaan Fira dan Kafka yang berbunga karena kemarin baru saja melangsungkan resepsi pernikahan. Sekarang ini pun mereka sudah dalam perjalanan pulang menuju rumah orang tua Fira.

"Mau mampir ke suatu tempat dulu?" tanya Kafka di tengah-tengah perjalanan. Ia menoleh pada istri cantiknya itu yang malah menggeleng.

"Gak ada, Mas. Langsung pulang aja," sahut Fira disertai senyumannya. Lagipula mereka pulang setelah sarapan di hotel. Sehingga ia masih merasa kenyang.

"Ya sudah. Kalo kamu mau sesuatu, bilang langsung sama Mas ya."

"Siap," sahut Fira lagi yang membuat Kafka terkekeh.

Fira mengelus perutnya yang semakin terlihat membesar. Rasanya masih sulit dipercaya kalau ia menikah dengan Kafka karena kejadian yang didasari oleh keinginan bawaan dari bayinya. Tapi memang itulah kenyataannya. Bahkan sekarang, dirinya merasa amat sangat bahagia bersama Kafka.

Wajah Fira masih saja sering merona ketika dirinya mengingat peristiwa sebulan yang lalu. Di mana ia dengan tidak tahu malunya malah memeluk dan mengelus perut juga dada Kafka. Hingga akhirnya mereka bercumbu dan berakhir dipergoki warga.

Kafka yang melihat istrinya terdiam dengan pipi yang merona pun mengernyitkan keningnya. Kebingungannya kian bertambah saat Fira malah senyam-senyum tidak jelas.

"Kamu mikirin apa sih, Sayang? Kok senyam-senyum gitu?" tanya Kafka penasaran.

"Bukan apa-apa kok, Mas. Aku cuma keingat kejadian sebulan lalu di desa. Kok bisa waktu itu aku ngerasa pengen banget ngelus perutnya Mas," sahut Fira jujur. Kini proyek yang sedang dikerjakan Kafka telah selesai. Dan panti sosial itu pun sudah bisa digunakan. Seperti perkataan Fira beberapa waktu lalu, kalau hasil kerja Kafka dan timnya memang tidak bisa diragukan.

"Keinginan baby, mungkin," sahut Kafka disertai senyuman manisnya. Dari awal saja anaknya sudah ingin selalu dekat dengannya. Padahal saat itu ia belum tahu kalau Fira sedang hamil. Memang ikatan batin antara mereka tidak bisa dipisahkan.

"Kayaknya sih, Mas."

Sebenarnya Fira merasa sedikit heran perihal janin di dalam kandungannya yang seolah selalu ingin dekat dengan Kafka, bukannya Raihan. Tapi di sisi lain, ia merasa senang jika keduanya dekat. Apalagi Kafka memang terlihat sangat menyayangi anaknya. Semoga saja akan terus begitu hingga dirinya melahirkan bahkan anaknya sudah dewasa nanti.

"Bukannya bagus kalo babynya mau dekat sama Mas ya? Daripada sama Raihan, nanti yang ada kamu dilabrak istrinya yang sekarang," ujar Kafka berniat bergurau.

"Iya juga sih. Intinya aku bersyukur karena ada Mas.*

"Iya, Sayang. Mas juga bersyukur karena punya kamu."

***

Tak henti-hentinya Fira ingin berada di dekat Kafka. Seperti sekarang ini, ia merangkul tangan sang suami seraya menyenderkan wajah di bahu Kafka saat melangkah memasuki rumah. Sementara Kafka mengelus lembut rambutnya.

"Duh mesranya pengantin baru," celetuk Niken saat melihat kedatangan keduanya. Sebagai orang tua, ia merasa senang jika anak dan menantunya harmonis seperti ini.

"Apa sih, Ma," kilah Fira malu.

"Ya sudah, sana kalian masuk. Mama mau nyiram tanaman dulu."

"Iya, Ma," balas Fira sambil melanjutkan langkah kakinya. Senyum mengembang di bibirnya begitu Kafka mengecup mesra puncak kepalanya.

"Besok Mas temani kamu periksa kandungan ya? Soalnya Mas udah gak sabar pengen dengar perkembangannya," ucap Kafka seraya mengelus lembut perut istrinya.

Marriage with My Ex Brother in Law (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang