12. LDR setelah Menikah

6K 802 48
                                    

"Mas hati-hati di jalan ya," ujar Fira seraya menyalami tangan sang suami. Sementara Kafka mengecup keningnya mesra.

"Iya, Sayang. Kamu juga ya. Kalo ada apa-apa langsung hubungi Mas."

"Iya, Mas."

Fira melambaikan tangannya mengantarkan kepergian Kafka. Setelah mobil suaminya itu mulai menjauhi pekarangan rumah, Fira pun berniat memasuki mobilnya juga.

"Pagi-pagi udah mesra aja," ujar Niken menggoda dengan senyum menghiasi bibirnya. Ia ikut merasa senang karena kehadiran Kafka bisa memunculkan senyum manis putrinya lagi.

"Mama apaan sih? 'Kan kita tuh harus happy terus, biar gak stress. Apalagi Fira lagi hamil begini," kilah Fira masih dengan wajah meronanya. Apakah memang begitu terlihat kalau dirinya bahagia menikah dengan Kafka?

Fira sendiri tak tahu mengapa. Namun, ia memang bisa menerima pernikahan mereka tanpa merasa terpaksa. Bahkan janin yang ada dalam kandungannya pun seolah membenarkan itu. Sebab, Fira sering merasa bayinya selalu ingin dekat dengan Kafka.

"Iya deh. Udah sana kamu berangkat, nanti telat. Tapi hati-hati di jalannya."

"Iya, Ma. Fira pamit ya."

"Iya, Sayang."

Menikah dengan Kafka sama sekali tak pernah ada dalam bayangan Fira. Dulu ia kira, Raihan adalah suami satu-satunya. Tapi siapa sangka takdir menginginkan mereka berpisah. Hingga kemudian ia bisa menjadi istri Kafka seperti sekarang ini.

"Sayangnya Mama... Kamu senang karena punya Papa Kafka ya, Nak?" gumam Fira seraya menyentuh perutnya.

Jika memang Kafka adalah jodohnya yang terakhir, Fira pun akan mencoba mencintai suaminya yang dirinya rasa tidak begitu sulit. Lelaki itu penyayang, perhatian dan tampak tulus padanya dan juga bayi yang ada dalam kandungannya saat ini. Sehingga rasanya tidak sulit bagi Fira untuk belajar mencintai lelaki itu.

Bersama Kafka pula, Fira bisa merasakan hubungan intim antara suami istri yang bervariasi. Suaminya itu benar-benar hebat dalam memuaskannya. Bahkan Fira kadang merasa dirinya berubah mesum seratus delapan puluh derajat saat bersama Kafka. Sebab, ia sering merasa ingin dipenuhi sang suami lagi dan lagi.

"Duh, Fira... Lo mikir apa sih? Baru aja tiga bulan ngejanda. Giliran udah nikah lagi malah begini," rutuk Fira pada dirinya sendiri. Ia sudah seperti wanita kurang belaian saja, meski sebenarnya iya. Sehingga setelah menikah dengan Kafka yang bisa sangat memuaskannya, ia bisa jadi seperti ini.

Setelah beberapa waktu dalam perjalanan, akhirnya Fira pun tiba di kantor. Ia memasuki gedung perkantoran dengan senyum menghiasi bibirnya.

Oh ya, ngomong-ngomong pernikahannya dengan Kafka belumlah dipublikasi secara umum. Rencananya bulan depan baru mereka akan mengadakan resepsi. Fira tak tahu apa yang akan terjadi, jika orang-orang mengetahui kalau dirinya sudah menikah dengan mantan kakak iparnya sendiri. Tapi Fira rasa dia tidak takut dengan pembicaraan orang. Apalagi ia dan Kafka tidak menjalani hubungan di saat dirinya masih menikah dengan Raihan. Mereka bukan pasangan perselingkuhan.

***

Hari sudah mulai sore dan sebentar lagi jam pulang kantor akan tiba. Fira pun merasa senang karena dirinya akan segera pulang dan menyambut kepulangan sang suami di rumah. Tadi pagi Kafka berkata akan langsung pulang dan tidak menginap di kampung itu.

Drrrt drrrt.

Senyum di bibir Fira terbit ketika melihat nama sang suami tertera di layar ponselnya. Tanpa berlama-lama, Fira pun langsung menerimanya begitu saja.

"Halo, Mas. Mas udah di jalan pulang ya?" tanya Fira begitu telah mendekatkan ponsel ke telinganya.

"Halo, Sayang. Maaf ya, karena malam ini Mas nginep di sini," ujar Kafka di seberang sana. Mendengar hal itu, Fira pun sempat terdiam. Kalau sang suami menginap, itu artinya Fira tak bisa tidur dipeluk Kafka.

Marriage with My Ex Brother in Law (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang