Beberapa bulan kemudian, senja menyapa dengan keindahannya. Aliya duduk di kafe, pena biru di tangannya menari-nari di atas buku berwarna oranye—buku spesialnya tempat ia menuangkan segala isi hatinya. Pikirannya melayang pada sosok seorang laki-laki; saleh, tampan, rajin mengikuti kajian, bahkan beberapa kali berdakwah di masjid. Ia mengagumi laki-laki itu.
Tiba-tiba, di depan matanya, ia melihat sosok yang selama ini hanya hadir dalam pikirannya. Laki-laki itu berjalan bersama seorang wanita paruh baya. Jantung Aliya berdebar kencang, matanya tak berkedip menatap laki-laki tersebut.
"Maa syaa Allah… Baru saja terlintas dalam pikiranku, dan kini sosoknya ada di depanku. Apakah ini hanya kebetulan, atau pertanda bahwa dia akan menjadi teman hidup yang membahagiakanku?" Aliya mengusap matanya, tak percaya.
Setelah laki-laki itu menghilang dari pandangannya, Aliya segera menulis di buku spesialnya:
Maafkan aku,
dengan tak sengaja aku telah mencintaimu.
Entah sejak kapan, entah karena apa, aku lupa.
Entah sebesar apa sekarang, aku tak tahu.
Yang kutahu, aku jatuh cinta kepadamu.
Perlukah alasan untuk jatuh cinta?
Bukankah hadirnya seringkali tak bisa dinalar logika?
Maafkan aku…
Yang sudah berani menikmati senyummu secara sembunyi-sembunyi.
Maafkan aku…
Yang telah berani menatapmu ketika kau berpaling.
Maafkan aku…
Tanpa sepengetahuanmu, aku selalu mencari cara hanya untuk sekedar melihatmu.
Tanpa kau sadari, aku selalu melihat langkah kecilmu saat kau hendak berjalan menuju masjid.
Biarlah di balik senja dengan pena dan buku ini,
aku mengagumimu dan mencintaimu.
Memang menyakiti diri sendiri, tapi tak apa.
Aku yang terbaik menyembunyikan hati.
Kupastikan, tak ada penyesalan mencintaimu.
Untukmu, hanya butuh sekejap saja untukku jatuh cinta.
Tetapi, tak cukup waktu seumur hidupku untuk membangun cinta bersamamu.
Perihal hati…
Aku bukan orang yang mudah jatuh cinta,
bukan pula orang yang mudah mengubah rasa.
Jika suatu nama tertulis di dada,
sulit untuk menghapusnya.
Perihal rasa…
Aku tak bisa mengingkari,
segenap cintaku kamulah pemiliknya.
Saat ini kamulah yang mampu mengubah emosiku, kesedihanku,
menjadi kebahagiaanku, menjadi penyemangat hidupku.
Aliya kemudian menuliskan bait puisi dari Alwa Nurlaeli dan renungannya sendiri:
"Sebesar apa pun cintamu kepada manusia, jangan sampai mengalahkan rasa cintamu kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya." ~Alwa Nurlaeli
Beri waktu untuk dirimu,
beri perhatian untuk dirimu,
beri jawaban untuk dirimu,
merenunglah dalam restumu,
dan percayalah dirimu seutuhnya.
Ini awal menuju kehidupan yang damai.
Terkadang kita mudah berbagi kesulitan, tapi sulit berbagi kebahagiaan.
Ketika kesulitan hadir kita mencari bantuan,
tetapi ketika kesenangan datang kita menghabiskannya sendiri.
Ke mana pun kebahagiaan dicari,
kita tak akan mendapatkannya.
Kebahagiaan tidak berada jauh,
dia ada di sini, di dalam diri kita sendiri.
Untuk itu kebahagiaan hanya dapat diciptakan di sini dan sekarang.
![](https://img.wattpad.com/cover/275534455-288-k637050.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Asa Aliya (End)✓
Novela JuvenilEngkaulah pengobat luka ketika hatiku patah, pembawa bahagia ketika duniaku muram. Aku berharap kepada Allah, tetapi bolehkah aku juga berharap kepadamu, untuk mendapatkan sosok laki-laki yang mampu mengubah mendung menjadi cerah? Ucapan adalah do...