Geraman keluar dari mulut Karina. Dirinya gusar tatkala mimpi indah buyar oleh sinar yang jatuh tepat mengenai wajah. Ia mengernyit silau, matanya tak kuasa terbuka melawan terang cahaya matahari. Terlalu malas mengurus pergerakan aneh yang merangkak naik, tubuhnya terlalu lemah untuk bergerak.
Seseorang bergumam, "Demamnya belum turun."
Halusinasi pagi, pikir Karina. Ia sering mendengar suara yang sama setiap kali nyawa belum kembali seutuhnya. Kehidupan keras yang ia jalani di Kyunghee menjadi penyebab utama. Setiap hari ia mendengar suara dan intonasi yang sama. Awalnya ia mengira itu hantu kamar, tetapi hantu tak bisa merangkak dan menjatuhkan seluruh berat badannya pada tubuh manusia. Hantu juga tak bisa mencium bibir manusia, bukan? Semuanya terdengar konyol hingga ia membuka mata dan menemukan Minjeong tengah duduk rapi di atas tubuhnya.
"Selamat pagi, putri tidur."
Ingin berteriak namun ia begitu lemah. Terkadang ia berpikir apakah gadis mungil ini memberikan racun kematian hingga tubuhnya selalu seperti ini? Winter bergerak maju, mengelus sisi wajah untuk mengecek suhu tubuh Karina yang tak kunjung turun. Karina menepis lemah tangan itu, dirinya ingin bangkit namun usahanya sia-sia jika Winter masih duduk di atas tubuhnya.
"Minggir," lirih Karina.
Gadis mungil pun menepi. Mendadak ia menjerit seraya menutup mata tatkala Karina menyingkap selimut tebal yang menutup tubuhnya.
"Stop! Jangan di buka!"
Karina mengernyit bingung, ia memeriksa kondisi tubuhnya. Bukan main terkejut ia melihat tubuhnya telanjang tanpa sehelai kain. Kemana perginya semua pakaian itu? Tidakkah mereka mempunyai kaki? Cepat-cepat ia menarik kembali selimut tebal. Semua tuduhan buruk ia tujukan pada Winter, "Pemerkosaan!"
Cepat-cepat Winter menutup mulut Karina, "Heh! Lo mau gue digebuk satu rumah?!"
"Terus alasan gue telanjang nih apa, Winter? Gak mungkin baju gue punya kaki, 'kan?"
Winter mengangkat bahu acuh, "Gue sih cuma nurutin kemauan lo."
Mata Karina menyipit, "Kemauan gue?"
Gadis mungil terkekeh, "Lo pasti gak inget insiden semalam."
Flashback
"Ini bukan hadiah untukmu, ini untuk mas kawin kamu nanti."
Terkejut setengah mati hingga Karina tak bisa berkata-kata. Serangan apalagi yang mereka siapkan untuk memojokkan dirinya? Wanita paruh baya dengan wajah tak bersalahnya kembali tertawa, tawa penuh kemenangan. Membanggakan anaknya yang akan menikah kelak.
"Lihat, Minjeong? Karina saja tidak menolak."
Winter menghela napas berat, kepasrahan menyelubunginya. Ia penat menghadapi keadaan ibunya yang tak pernah bersikap lembut. Ini semua terlalu frontal, bahkan Daeshimㅡsi pelayan utamaㅡikut terkejut bersama Karina.
"Ahjumㅡ"
"Lihat undangan ini," wanita paruh baya membuka kartu berwarna emas, menunjukkan dua buah nama terletak atas bawah dengan tinta mengilap, "Mereka menulisnya dengan emas asli, lho!"
Karina menyentuh batas limitnya. Ia terkulai lemah di sebelah Winter, jatuh tak berdaya. Dengan sigap gadis mungil memapah Karina dan membetulkan posisinya. Ia merasakan suatu keganjilan yang terjadi pada tubuh Karina.
"Demam," gumamnya. Winter berdecak kesal, "Eomma! Sudah kubilang jangan pernah ungkit pasal itu di hari pertama!"
Wanita paruh baya yang baru menyelesaikan sesi tertawanya pun terkejut melihat kondisi calon menantu yang terkulai sepanjang sofa. Bukannya segera membantu, ia kembali terkikik seraya membuka ulang surat undangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Roommate (HIATUS)
FanfictionKarina harus sekamar dengan penguasa kampus yang luar biasa gilanya. Entah berapa kali ia mengajukan surat pindah kamar, namun permohonannya selalu ditolak. Tidak hanya kesabaran Karina yang diuji tapi seluruh aspek hidupnya otomatis menjadi milik s...