13

1.4K 203 22
                                    

"Antara cinta dan dan suka menurut gue nyaris sama," katanya akhirnya, sebelum ia melanjutkan, "tapi cara kita mengungkapkan bisa membuat keduanya berbeda, karena merekaㅡorang-orang di luar sanaㅡsuka salah mengartikan. Entah maksudnya suka sebagai teman atau cinta sebagai pasangan."

"Lo sendiri mengartikannya sebagai apa?"

Termenunglah Winter sambil tersenyum-senyum. Hal yang Karina benci karena biasanya senyuman ambigu itu mengandung arti bercabang. Entah jawabannya tidak sesuai ekspektasi atau berujung pada sesuatu yang negatif. Intinya, semakin dipikirkan semakin buruk nantinya.

"Nggak perlu tahu."

⑅*❀⑅*❀⑅*❀⑅*❀⑅*❀⑅*❀⑅

Dini hari, ketika seisi jagat tengah terlelap, setetel manusia terengah-engah melancarkan suatu operasi senyap nan penting. Tengah malam adalah waktu yang tepat, kata Winter. Sebelumnya ia sukses memboikot rencana melarikan diri yang nyaris gagal oleh karena kesalahan internal. Winter mengistilahkannya sebagai "Silent Escape" ketimbang "Kabur dari Rumah Ibu" supaya kelak ia bisa menceritakan hal ini kepada teman-temannya dengan dada membusung. Oleh karena keterbatasan akal sehat, ia mulai mengandalkan naluri alami dan mengajak Karina untuk berpegang pada doktrin, "jangan percaya pada siapapun kecuali orang di sebelahmu", yang lebih cocok disebut 'KS' alias Konsensus Sesat, tidak terlalu masuk akal namun cukup meyakinkan untuk pegangan hingga sampai ke asrama, batin Karina.

Satu setengah jam nyeker  melintasi aspal kasar membuat kesabaran Karina menipis. Tak menjadi masalah baginya untuk sedikit menyatu dengan alam, hanya saja tungkai manusia juga punya limit apabila terus bergerak tanpa henti. Kelemahannya dalam membaca peta dan mengingat arah memaksanya untuk tetap mengekor pada gadis mungil yang saat ini nampak amat cuekㅡatau, lebih tepatnya, salah tingkah karena Karina terus-terusan menggandeng tangan Winter selayaknya seorang anak yang takut kehilangan ibunya. Begitu Karina menyambut tangan bekunya, Winter segera meluncurkan kamuflase dan berhasil menyembunyikan kegaduhan yang terjadi dalam dirinya. Karina tidak tahu bahwa di kesenyapan malam ini tengah terjadi demo besar-besaran dalam jantung Kim Minjeong.

"Gue nggak nyangka," sahut Karina tiba-tiba, "ternyata begini rasanya kabur dari rumah, ya."

Winter menarik napas lega, karena pikirnya perempuan jakung itu merajuk akibat perlakuannyaㅡsebelum mereka melancarkan aksi iniㅡyang terkesan tidak bertanggungjawab. Setidaknya ia tak perlu bersusah payah memotong keadaan supaya Karina tidak mengulas kejadian yang satunya lagi.

"Baru pertama kali?" tanya Winter memastikan, disambut dengan anggukan ragu Karina. Winter terkekeh atas pemikirannya sendiri: dasar anak rumahan. Tak terbayang olehnya betapa disiplinnya kehidupan seorang mahasiswi berlabel beasiswa, mungkin saja ia bisa mati depresi karena tuntutan sekolah dan kekangan keluarga. Mati pun masih tetap depresi menghitung jumlah dosa yang tak terbayar sebelum melepas nyawa ke alam baka. Belum lagi kecerdasan yang terpatok dari angka nol sampai seratus itu bikin kepala hilang harapan untuk menjadi manusia sukses di masa depan. Nyatanya, seseorang berhasil melampaui kehidupan serba irasional itu, yakni perempuan di sebelahnya yang kira-kira tiga jam yang lalu sudah ia curi hatinya. 

"Gue juga nggak nyangka..." Winter enggan melanjutkan ucapannya. Ia hanya terkekeh tawar, menggeleng-gelengkan kepala seolah apa yang ada di pikirannya termasuk salah satu keajaiban dunia selevel Chichén Itzá Meksiko.

"Gue kira lo orang yang naif. Terlalu taat peraturan. Gue nggak nyangka lo setuju sama rencana gue dan memutuskan buat kabur sampe sekarang."

"Gue punya alasan kenapa gue memutuskan untuk ikut." Karina mengeratkan dekapannya, membuat demonstrasi internal Winter semakin bombastis. "Gue pengen aja ngerasain jadi lo."

My Crazy Roommate (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang