Flashback
Meja makan merupakan satu-satunya saksi bisu atas kecemasan yang Winter alami semalam suntuk. Entah berapa banyak jumlah helaan napas frustasi yang merepresentasikan pikiran kusutnya.
"Daeshim, cara nembak orang, tuh, gimana ya?"
Terkejut bukan main, Daeshim hampir kehilangan kesadaran. Pikirannya terlampau jauh tentang tindakan kriminal, bercak darah, hingga dosa yang takkan dimaafkan Tuhan. Jangan sampai ia menjadi saksi mata atas perilaku jahat majikannya sendiri.
"N-non! Jangan, atuh! Bisa masuk penjara!"
"Bukan nembak kayak gituㅡ"
Baiklah sekarang Winter terjebak dalam dunia asmara sebagai pemeran utama dengan satu nyawa tersisa. Tingkat kepasrahannya entah sampai mana tetapi ia tetap percaya bahwa perkara ini bisa selesai meskipun Daeshimㅡsatu-satunya sohibnya di rumah iniㅡtak bisa memberikan bantuan apa-apa. Mungkin ia bodoh di bidang pelajaran, tetapi ia cerdas di bidang seperti ini. Ia menyebutnya 'tabib kasmaran'.
"Mau selingkuh sama siapa?" tanya Daeshim penasaran.
"Nggak sama siapa-siapa. Saya masih jomblo."
"Jomblo?"
Winter menyadari sebodoh apa dirinya hingga Karina tidak betah berteman bahkan sekamar dengannya. Membocorkan kamuflasenya di depan pihak musuh, kepala Winter membeku memikirkan dalih yang cocok supaya kesalahpahaman ini tidak berlanjut. Daeshim ini tidak boleh tahu apabila hubungannya dengan Karina hanya pura-pura. Kalaupun terlanjur tahu, belum tentu dirinya aman. Masih ada ratu besar di rumah ini yang siap menegakkan kebenaran.
"Serius amat sih, Shim. Gue cuma bercanda."
"Saya sudah tahu dari awal, non. Cuma main-main kan yah?"
"E-enggak. Ih, sok tahu."
Daeshim mesam-mesem tak jelas. Ia tahu betul itu adalah nada ketika Winter tengah menyembunyikan suatu hal. Ternyata gadis mungil tidak pandai berbohong, batin Daeshim.
"Ngomong langsung aja, non. Tapi jangan lupa," Daeshim mencondongkan tubuhnya lebih dekat, "pakai kalimat yang romantis."
"Gila juga ide lo. Dia nggak suka yang romantis-romantis gitu."
"Wah, perkara rumit ini," Daeshim menggaruk-garuk kepala ikut merasakan kerumitan yang Winter alami, "kalau gitu langsung ke hotel aja, non."
"Sarap."
Berkat ide Daeshim, kepala Winter dipenuhi skenario ambigu pasal dirinya dan Karina apabila mereka benar-benar menyewa hotel. Baginya, ruangan yang tak jauh fungsinya dari tempat istirahat itu tak punya unsur romantis apapun. Jadi, apa bedanya hotel dengan rumah?
"Bisa apa di hotel?" tanya Winter.
"Ngobrol, makan, terus istirahat."
"Disini juga bisa, kok?"
"Beda, non. Disini ada mata-mata. Nggak bebas. Kalau sampai ketahuan Ibu, wah, bisa repot."
Pernyataan Daeshim tidak sepenuhnya salah. Romantis yang Daeshim maksud adalah pasal privasi. Semua hubungan memiliki privasinya yang hanya diketahui oleh kedua pasangan itu saja. Sementara dinding rumah ini pun punya telinga, tak ada satupun sudut yang terbilang aman.
"Saya siap bantuin non, kok," tawar Daeshim.
"Nanti dia malah jatuh cinta sama lo lagi."
Tawa tengah malah pertama yang Winter rasa sebagai akhir dari kecemasannya saat ini. Mempercayakan hasratnya pada seorang pelayan tak begitu buruk. Yang penting, isi hatinya tidak membusuk dalam diri. Segala sesuatu yang terpendam terlalu lama itu buruk, ada baiknya dikeluarkan demi perdamaian dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Roommate (HIATUS)
FanfictionKarina harus sekamar dengan penguasa kampus yang luar biasa gilanya. Entah berapa kali ia mengajukan surat pindah kamar, namun permohonannya selalu ditolak. Tidak hanya kesabaran Karina yang diuji tapi seluruh aspek hidupnya otomatis menjadi milik s...