23

873 85 0
                                    

Haechan benar benar tidak bisa ditinggal setelah pulang dari rumah sakit. Bahkan ia tak melepaskan ku sedari tadi.

"Haechan sayang.. eomma akan memasak dulu ya.. Haechan dikamar bersama appa.."

"No.. biarkan appa saja yang memasak eomma bersama Haechan disini, peluk Haechan."

Aku pun hanya menurut apa yang Haechan inginkan. Taeil oppa akan beranjak ke dapur saat itu, namun dihentikan karena Haechan memanggilnya.

"Appa.. Haechan merasa kesepian dan sendiri..."

"Haechan mau appa telfonkan Mark hyung agar datang??"

"Tidak."

"Jaemin? Shotaro? Renjun? Yangyang? Jeno?"

"Tidak appa.."

Aku mengecup pipi Haechan berusaha menenangkannya. Ia seperti akan menangis, tapi aku benar benar tidak tahu apa yang Haechan inginkan saat ini.

"Haechan ingin seorang adik. Tak peduli itu laki laki atau perempuan. Haechan mau adik."

Mendengar ucapan Haechan, aku dan Taeil Oppa saling memandang.

"Ne.. Haechan akan mendapatkan adik. Tapi sabar.. Haechan harus menunggu."

Haechan hanya mengangguk tanda
Mengerti ucapan Taeil. Ia kembali memelukku dengan erat dan tak mau dilepaskan.

.
.
.

Malam itu Haechan tengah terlelap dengan lenganku sebagai bantalnya. Wajahnya yang tenggelam hampir tertutup sempurna dengan selimut dan nafasnya yang beraturan terasa hangat di dadaku.

Haechan sepertinya benar benar kelelahan, ia sudah terbaring dan tertidur tenang selepas menyantap makan malamnya.

Taeil Oppa belum berada dikamar saat itu, ia masih sibuk dengan pekerjaannya di ruangannya. Biarkan lah..

Namun, saat aku akan memejamkan mataku Taeil Oppa masuk ke kamar kami, duduk di tepian ranjang belakangku.

"Sayang kau sudah tidur?" Ucapnya sambil mengelus rambutku dengan lembut.

"Belum, ada apa oppa? Apa Oppa membutuhkan sesuatu??"

"Ya.. aku butuh berbicara denganmu. Bisakah kita??"

Aku melepaskan pelukan Haechan dan mengganti bantalan kepala Haechan dengan perlahan. Berjalan keluar kamar mengikuti Taeil Oppa yang menuju ruang makan.

"Oppa mau cokelat hangat??"

"Boleh."

Dengan segera aku membuat cokelat hangat untukku dan Taeil Oppa. Cokelat hangat ini membantu agar kami tertidur dengan baik nantinya.

Aku memberikan segelas cokelat hangat itu kepada Taeil Oppa dan satu lagi ku minum.

"Terima kasih sudah menyembuhkan Haechan. Walaupun ia belum sembuh 100 persen tapi setidaknya ia sudah mempercayai mu, ibunya saat ini."

"Aku sangat senang melihat keadaan Haechan yang sudah membaik oppa. Jangan berterima kasih padaku. Karena disini Oppa juga berusaha untuk kesembuhan Haechan."

Taeil Oppa tersenyum ia menggenggam tanganku dengan erat seolah aku tak boleh pergi kemanapun. Seolah Taeil Oppa tofak ingin kehilangan diriku.

"Tentang ucapan Haechan tadi, bagaimana menurutmu? Apa kau sudah siap?"

"Tentang memiliki adik? Tentu saja aku harus siap oppa."

Kembali senyum tersebut terpancar dari wajahnya. Namun, kali ini diikuti oleh rona merah. Hahahaha apa yang sedang dipikirkannya?

"Nanti aku akan mengatur jadwal untuk itu.."

"Jadwal??"

"Kita belum pernah berbulan madu Yura. Sekalian saja... Lagi pula Haechan pasti ingin berlibur ke tempat nenek kakeknya."

"Maksudnya?? Haechan akan dititipkan? Itu tidak boleh oppa.. ah aku akan sangat merindukan bayi kecil itu."

"Dia sudah besar yura. Haechan 11 tahun."

"Dia tetap menjadi bayi ku Oppa."

Taei oppa mengecup pipi ku, mengacak rambutku dan menyuruhku agar segera istirahat saat kami tahu bahwa cokelat hangat kami sudah habis.

Ia ikut berbaring disisi kanan Haechan ketika aku berbaring di sisi kiri Haechan. Memeluk anak laki laki itu dengan penuh kehangatan. Karena kami tahu, itu yang Haechan butuhkan dari dulu untuk penyembuhan nya.


Astaga pas aku mau rajin update ternyata ada UAS yang menunggu didepan mata. Sedi banget 😭

Nanti aku up deh draft draft di book ini. Kalian yg UAS semangat ya!!

Healing of my son [Taeil & haechan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang