1. Memori Dari Masa Lalu

53 3 0
                                    

Ingatan dari masa lalu akan selalu menjadi cerita dalam kehidupan. Entah itu menjadi motivasi, atau bahkan menjadi trauma bagi setiap orang yang mengalaminya.

★★★

Jakarta, 2025


Naya Alisya menghirup udara sebanyak-banyaknya. tersenyum lebar melihat layar ponselnya yang berisi chat dari orang-orang yang merindukannya.

Dia baru saja menyelesaikan kuliahnya di Jerman. hari ini adalah kali pertama dia menginjakan kakinya di negara kelahirannya setelah empat tahun lamanya hidup sendiri di negeri orang.

"Sayang!! aduh anak mama kok kurus gini?" Seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahunan menghampirinya dan langsung memeluknya penuh haru.

Naya tertawa kecil dan membalas pelukan wanita yang tak lain adalah mama-nya sendiri. matanya tertuju pada sang papa yang berdiri di belakang mama, menunggu giliran untuk memeluknya setelah mama melepaskan pelukannya.

"Sehat kamu nak?" Tanya Papa saat memeluk Naya, membuatnya teringat kembali pada masa dimana untuk pertama kalinya dia berlari ke pelukan hangat papa karena kenyataan pahit yang dia alami bertahun-tahun lalu.

"Aku sehat ma, pa.." Naya menjawab seadanya.

"Ayo kita pulang sekarang. Mama udah siapin semur ayam sama sambel goreng kentang kesukaan kamu di rumah." Mama dengan semangat menggandeng tangan Naya menuju jalan keluar dari bandara Soekarno-hatta. Sementara Papa tentu saja bertugas untuk membawa koper merah muda milik Naya.

Mereka bertiga berjalan beriringan menuju pintu keluar bandara dimana mang Aji—supir sekaligus teman curhat Naya sewaktu sekolah dulu sedang menunggu.

"Nay, Dira udah dari dua hari yang lalu datang ke rumah cuman buat beres-beres kamar kamu. katanya biar dibeliin oleh-oleh dari Jerman." Mama bercerita sambil tertawa mengingat kelakuan teman Naya yang satu itu.

"Wah bagus dong mah, jadi aku bisa langsung istirahat nanti." Ujar Naya sambil tersenyum membayangkan reaksi kedua temannya.

"Neng Naya!!!"

Naya tertawa saat dia melihat Mang Aji yang berlari kearahnya.

"Aduh mang, gimana kabarnya?"

"Sehat dong neng. Eh neng Naya kok jadi makin putih ya? kayak artis Korea sekarang, glowing gitu neng." Mang Aji mengambil alih koper yang sedari tadi di bawa papa  dan memasukannya ke bagasi mobil.

"Ah mang Aji ada-ada aja. Bilang aja mang Aji juga pengen oleh-oleh kan?"

Mang Aji tertawa cekikikan. bisa di bilang dia adalah saksi dari perjalanan hidup seorang Naya Alisya.

"Udah-udah, nanti aja ngobrolnya di rumah. udah mau hujan ini." Tegur Papa yang ternyata sudah ada di dalam mobil.

"Yes, sir!" Ujar Naya sambil memberi hormat pada Papanya.

Mereka akhirnya pulang bersama dengan Naya yang tak henti-hentinya bercerita tentang kesehariannya di Jerman.

Jarak dari bandara ke rumah memang membutuhkan waktu cukup lama. Karena itu, Naya merasa lelah dan melihat keluar jendela mobil.

Jalanan kota kelahirannya masih sama seperti empat tahun lalu. Bedanya, dia mulai melihat gedung-gedung yang baru kali ini dilihatnya. Naya jadi teringat pernah bermimpi punya gedung tertinggi di kota ini dulu saat masih sekolah—mimpi yang terdengar seperti lelucon yang membuat dia tersenyum dulu.

Naya kembali berdecak kagum saat dia melihat kafe yang dulu sering dikunjunginya bersama teman-teman masih ada sampai sekarang. Dia ingat jelas sering pergi kesana saat ada promo beli satu gratis satu dulu. itu semua berkat Dira yang dengan nekatnya minta nomor telepon Bian—si barista tampan yang akhirnya sudi jadi pacar Dira sampai sekarang.

DAMARA (Luka Kita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang