13. Mimpi Buruk Yang Sama

11 0 0
                                    

Warning!

Bara melempar jaketnya ke sofa ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bara melempar jaketnya ke sofa ruang tamu. Tatapannya tajam menyorot lurus pada Naya yang masih berdiri di sebelah sofa sambil menunduk.

Di saat-saat seperti ini, Naya tidak pernah berani menatap Bara. Usahanya selama berhari-hari menghindari cowok biadab di depannya kini sia-sia karena sikap sok ikut campur-nya tadi.

Setelah ini, Naya yakin kalau Bara akan melakukan hal yang paling Naya benci sejak dulu, hal yang selalu membuat Naya ketakutan setengah mati dan hal yang mampu membuat Naya membenci dirinya sendiri.

"Hebat ya lo sekarang Nay. Udah bisa suka sama cowok." Bara duduk di sofa berwana cokelat tua itu.

"Gue gak suka sama siapapun." Naya menyanggah sambil terus menunduk.

"Gue gak peduli. Dengan lo bersikap kayak tadi, tau kan apa yang bakal terjadi?" Bara melangkah mendekat pada Naya kemudian berbisik pelan di telinga gadis itu, "Lo bakal jadi budak gue selama yang gue mau!"

Dengan itu Naya akhirnya jatuh ke lantai. Bayangan-bayangan tentang Bara yang pernah melecehkannya dulu kembali masuk ke dalam pikirannya, membuatnya kembali pada rasa takut yang sama.

Sejak awal, seharusnya Naya tidak berlari menghampiri Bara yang sedang bertengkar dengan Damara. Lagipula Damara juga sudah sering menerima pukulan-pukulan dari orang-orang brengsek seperti Bara bukan? Tapi kenapa Naya merasa kalau dia perlu menyelamatkan Damara? Kenapa dia merasa tidak ingin melihat Damara terluka?

Melihat raut wajah ketakutan Naya, Bara tersenyum sinis. "Sekarang buka baju lo!"

Naya mendongak menatap Bara dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Dia ingin menolak, tapi dia tahu kalau hal itu hanya akan membuat Bara semakin murka dan menyakitinya lebih parah. Karena itu, dengan tangan yang bergetar Naya mulai menyentuh kancing seragamnya yang paling atas sebelum akhirnya membuka kancing itu dengan satu tarikan napas yang menyesakkan.

Tepat saat Naya akan membuka kancingnya yang ketiga, suara pintu yang dibuka membuat Naya dengan cepat kembali mengancingkan seragamnya kemudian kembali berdiri.

"Sial!" Bara mengumpat pelan sebelum akhirnya Mama dan Papa masuk membawa bahan-bahan makanan.

"Tumben udah pulang Nay. Mandi gih, abis itu bantu Mama masak buat makan malam ya." Ujar Mama sambil melangkahkan kakinya ke dapur diikuti oleh Papa yang menatap aneh pada Bara dan Naya.

Naya mengangguk tapi tidak kunjung meninggalkan ruang tamu. Kaki dan mulutnya terasa kaku dan dia mengutuk sikapnya yang satu ini. Seharusnya dia mengadu pada orangtuanya tentang perlakuan Bara padanya, seharusnya dia menangis sekarang juga dan menampar Bara dengan keras, seharusnya dia-

"Lo selamat kali ini!"

Ah, seharusnya dia sadar kalau Bara cukup berkuasa untuk membuatnya terkekang dan menutup mulutnya dari penderitaan yang diberikan lelaki itu padanya.

DAMARA (Luka Kita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang