8. Penyelamat?

13 1 0
                                    

Manusia itu saling membutuhkan. Bahkan di saat paling tidak mungkin, akan selalu ada waktu dimana seseorang memberikan uluran tangan hanya untuk membantu, walaupun itu dari seseorang yang juga paling tidak mungkin membantu.

Hujan selalu mempunyai cerita. Begitupun bagi Naya dan kenangan buruknya tiga tahun yang lalu. Jika saja semua orang tahu apa yang dia alami, apa mungkin mereka akan tetap berada di dekatnya seperti sekarang atau bahkan jijik padanya dan menjauhinya? Salah satu alasan yang membuat Naya tidak ingin orang tua ataupun sahabatnya tahu tentang hal itu.

Sekali lagi Naya menoleh pada Dira yang sedang sibuk meniup susu panas yang dia beli beberapa menit yang lalu.

Hari ini hujan memang turun dengan deras, karena itu saat bel istirahat berbunyi, Naya, Dira dan juga Mella sudah berada di kantin hanya untuk menikmati hujan dan waktu istirahat mereka tentu saja—lain halnya dengan Adit yang kini sedang tidur di dalam kelas. Bagaimana tidak? Mella bilang kemarin Adit pulang hampir tengah malam saking sibuknya cowok itu.

"Bentar deh ya, gue beli seblak dulu buat si Adit. Itu anak pasti lapar juga kan." Seperti biasa, Mella selalu bersikap perhatian pada Adit. Kadang Naya juga heran sendiri, kenapa kedua temannya itu tidak pacaran saja? Lagipula mereka sudah saling mengenal hampir seumur hidup mereka.

Setelah Mella pergi, Dira duduk mendekati Naya dan langsung memberikan tatapan tajam pada sahabatnya itu.

"Nay, lo belum jawab pertanyaan gue dari tadi ih!"

Naya berhenti dari kegiatannya yang sedang makan kuaci lalu menoleh pada Dira, "Apa Dir?"

"Tadi pagi kenapa Lo nangis? Muka lo juga pucat banget tadi. Kenapa? Cerita sama gue." Seperti biasa, Dira selalu jadi orang paling peka jika melihat sesuatu yang janggal dari Naya.

"Nggak Dir. Gue cuman kesel aja sama kak Bara."

"Kak Bara? Kakak lo udah balik dari London? Kapan?" Dira terlihat antusias. Padahal kalau Dira tahu kelakuan Bara yang sebenarnya, Naya yakin kalau Dira akan menghajar Bara sampai babak belur.

Naya hanya mengangguk—tidak ingin menjelaskan lebih panjang tentang Bara.

"Oh iya Nay, tau kan barista yang kemarin gue ceritain? Nah, tadi pagi gue ketemu dia lagi joging lewat rumah gue. Ternyata dia tetangga gue woy! Ah yakin sih, dia pasti emang jodoh gue." Ujar Dira sambil tertawa.

Naya ikut tertawa mendengar ucapan Dira. Cara Dira bercerita selalu sukses membuat Naya merasa terhibur.

Saat Naya Ingin bangun dan mengambil minuman yang letaknya agak jauh, Dira berseru kaget membuat Naya juga ikut terkejut.

"Nay, ya ampun!"

"Kenapa sih Dir?!"

"Lo lagi datang bulan?" Tanya Dira sambil berbisik, "Bocor ih."

Seketika itu juga Naya melihat ke belakang dengan susah payah dan terkejut saat melihat rok bagian belakangnya basah karena selai strawberry.

"Ini selai Dir. Aduh ini kerjaan siapa sih yang numpahin selai strawberry di kursi?!"

"Ya lagian Lo gak liat-liat dulu sebelum duduk tadi." Dira sibuk mengelap rok belakang Naya menggunakan tisu. Bukannya menghilang, noda selai strawberry itu malah semakin membesar dan menyebar kemana-mana.

"Yaudah gue ke toilet dulu deh." Ujar Naya dengan wajah kesalnya.

"Tungguin Mella dulu ya Nay? Ini siapa yang jagain? Gimana kalau ada yang ngambil?" Dira menunjuk pada seblak, dan susu panas miliknya yang belum selesai dia santap.

Naya memutar bola matanya sebal. Kalau sudah urusan makanan, Dira memang tidak pernah bisa di ganggu. "Lo bawa jaket gak?"

Dira cengengesan sambil geleng-geleng kepala.

Naya menggerutu kesal sebelum akhirnya berjalan sendiri menuju toilet dengan keadaan tangan yang dia silangkan ke belakang—berniat untuk menutupi rok nya walaupun hal yang dia lakukan tidak berpengaruh sama sekali, noda di roknya tetap terlihat dan membuatnya menjadi pusat perhatian para murid yang sedang nongkrong di koridor sekolah.

Sial sekali dia hari ini.

Tepat ketika Naya berbelok ke arah koridor menuju toilet, dia merasa kalau ada seseorang yang berjalan sangat dekat di belakangnya.

"Damara?" Naya sedikit terkejut ketika ternyata orang yang berjalan di belakangnya adalah Damara. Cowok itu menunduk untuk melihat wajah Naya dengan ekspresi datarnya.

"Makanya pake pembalut." Ujar lelaki itu tanpa berhenti melangkah.

"Ini selai strawberry!" Sanggah Naya sebelum akhirnya mengangkat tangannya dan tidak lagi menutupi rok bagian belakangnya.

Keduanya berjalan menuju toilet dengan Damara yang masih tetap di belakang Naya—membantu Naya agar tidak terlalu menjadi pusat perhatian para murid hanya karena noda di belakang rok nya.

Beberapa saat kemudian mereka akhirnya sampai di depan pintu toilet perempuan.

Naya berbalik untuk menatap Damara. "Makasih ya."

Damara hanya mengangguk. Saat dia akan pergi, panggilan Naya kembali membuatnya menatap gadis itu lagi.

"Boleh minta tolong sekali lagi?"

Tiba-tiba Damara mengulurkan tangannya pada Naya.

Naya mengernyit bingung untuk sekejap namun ketika menyadari apa yang di lakukan cowok di depannya itu, Naya langsung merogoh saku bajunya hanya untuk memberikan kunci loker nya pada Damara.

"Sorry ya." Ujar Naya. Ajaibnya, bagaimana Damara tahu kalau dia mau minta tolong padanya untuk mengambilkan rok cadangan di loker Naya?

Ah, Damara memang manusia paling peka yang pernah Naya kenal.

Setelah Damara mengambil kunci itu, dia segera berlari menuju kelas Naya untuk mengambilkan rok cadangan Naya.

★★★

Sudah lima menit Damara berdiri di depan kelas Naya tapi dia tidak juga masuk ke dalamnya. Ayolah, ini bukan seperti dirinya sendiri. Apa yang dia lakukan sekarang? Kenapa juga dia harus repot-repot membantu orang yang tidak dikenalnya?

Walaupun berpikir demikian, pada akhirnya Damara tetap masuk ke dalam kelas itu dan tentu saja di detik selanjutnya dia langsung menjadi pusat perhatian orang-orang di dalam kelas .

Tanpa memperdulikan tatapan orang lain padanya, Damara berjalan ke arah loker dan mencari nama Naya. Setelah menemukannya, dia segera membuka loker itu dengan kunci yang tadi Naya berikan padanya.

"Heh! Ngapain lo?" Adit yang melihat Damara dengan seenaknya membuka loker Naya jelas kaget dan langsung melabrak Damara.

Sementara Damara terlihat malas untuk meladeni pertanyaan yang menurutnya tidaklah penting. Dia tetap membuka loker itu dan langsung mengeluarkan rok dari dalam sana.

Namun Adit juga tidak mau kalah, dengan emosi dia langsung mencengkram kerah seragam Damara, membuat cowok itu langsung menatap tajam Adit karena merasa terganggu.

"Gue di suruh sama yang punya loker." Setelahnya, Damara langsung berlalu dan dengan sengaja menabrak bahu Adit dengan cukup keras, membuat Adit merasa kesal padanya.

Sementara itu Damara terus berjalan dengan wajah tersenyum sinis, tidak pernah dia merasa sangat sepuas ini melihat raut wajah dari seorang Adit yang benar-benar kesal padanya.

To be continued.

DAMARA (Luka Kita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang