Bab 9

1.1K 41 0
                                    


Di luar rumah, kembali terdengar suara botol kaca yang pecah, mengenai tembok saat di lemparkan. Mendengarnya, Nadira meringkuk ketakutan di atas tempat tidur. Pasalnya botol tersebut terus saja dilempar, secara berulang-ulang. 

Beberapa saat kemudian keadaan menjadi sunyi. Riana berjalan mendekati pintu dan mengintip dari balik jendela. Dia ingin tahu, apakah orang tersebut telah pergi. Melihat tidak ada siapa pun di luar. Gadis itu meraih gagang pintu.

“Ri, jangan!” Nadira menggelengkan kepala, melarang sahabatnya itu untuk keluar.

Riana menganggukkan kepala. Dia  mengurungkan niatnya. Gadis itu lantas kembali duduk di tepi ranjang.

“Kita tunggu saja Bagas datang,” pinta Nadira.

“Baiklah, Dir.” Riana mendekatkan badannya pada Nadira. Gadis itu membelai perut buncit Nadira. “Dir, bagaimana keadaan dedek di dalam perut kamu?”

“Alhamdulillah, baik, Ri,” jawab Nadira.

Brak!

Pintu kamar tiba-tiba di tendang keras dari luar.Kaget, sontak Nadira berteriak histeris. Riana berhambur memeluknya.
Namun, Pintu tak berhasil terbuka. Tendangan demi tendangan kembali terdengar. Akan tetapi, pintu tidak juga terbuka, mungkin orang itu tidak berniat untuk masuk ke dalam. Dia hanya ingin menakut-nakuti Nadira saja.

Tak berselang lama, terdengar suara teriakan Bagas. “Woy, siapa kamu?” Bagas melihat seorang berbaju serba hitam sedang berdiri di depan pintu rumah Nadira.  Dia bergegas turun dari motor yang dikendarainya dan mengejar pria bertopeng yang meneror Nadira.

“Jangan lari, Kamu!” teriak Bagas.

Mendengar Bagas sudah datang, Riana dan Nadira bergegas keluar. Suasana gelap, membuat mereka tidak dapat melihat mereka dengan jelas, hanya bayang-bayang mereka saja yang tertangkap.

Tampak dalam keremangan, Pria itu berlari kencang menuju ke arah sebuah motor yang terparkir tak jauh dari rumah Nadira. Dengan cepat Bagas mengejarnya.

Pria itu berlari semakin mendekati motornya, hanya tinggal beberapa langkah lagi. Bagas mempercepat larinya, jarak diantara keduanya semakin dekat. Gesit, Bagas meraih kaos yang dikenakan pria itu. Bagas menariknya kuat, lalu menghajarnya.

Satu, dua kali pukulan Bagas mendarat di wajah pria itu. Gesit, pria bertopeng, membalas pukulan Bagas, secara membabi buta.

  Dengan mengerahkan seluruh tenaganya, pria itu mengayunkan tangan dan meninju kepala bagian kiri Bagas.

Seketika Bagas oleng. Dia memegang telinganya yang terasa panas dan berdengung. Pandangannya kabur, kepalanya terasa berputar.

Demi Nadira, Bagas pantang baginya untuk menyerah. Dia berusaha menegakkan badan dan  kembali mengayunkan pukulan ke arah pria itu.

Namun, Pria bertopeng berhasil menghindar dari pukulan Bagas. Dia lantas mengambil ancang-ancang dan mengayunkan kakinya kencang.

Bugh!

Tendangan pria bertopeng tepat mengenai perut Bagas. Bagas terpental ke belakang. Dia jatuh terjerembap di atas tanah.
Melihat hal itu, pria bertopeng, mencuri kesempatan. Dia berlari menuju motor dan mengendarainya kencang meninggalkan rumah Nadira.

“Argh!” Merasa kecewa, karena gagal menangkap pria bertopeng, Bagas melayangkan tinjunya ke atas tanah.
Melihat Bagas jatuh, Nadira dan Riana yang berdiri di ambang pintu, berlari menghampiri sahabatnya itu. 

“Gas, kamu tidak apa-apa?” Riana membantu Bagas untuk duduk.

Wajah Bagas penuh lebam, bibirnya berdarah, telinganya merah dan bengkak.

Mahkota Yang Terenggut (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang