Chapter 2* Is that as bad as my destiny

387 29 3
                                    

Sinar pagi menyilaukan mataku "ah sudah pagi?", tanyaku bingung. Saat terdiam beberapa menit untuk mengingat kejadian terakhir, aku baru menyadari kalau aku sudah di atas kasur. terdengar ada suara dari luar pintu kamarku, sepertinya pembicaraannya sangat serius. Akupun menghampiri suara itu mendengarkan dari balik pintu.

"Apa yang harus kita lakukan?", tanya ayah.

"Semakin bertambah umur, maka kemampuannya akan semakin besar dan kuat, jika dia tidak bisa mengendalikan kekuatannya akan berdampak buruk untuknya", kata seseorang dari balik pintu.

"apa yang akan terjadi?", tanya mamah.

"Dia bisa gila atau mungkin tidak dapat di selamatkan", jawab orang itu.

"Apa? Tidak mungkin kita harus melakukan sesuatu ", kata mamah sambil menangis.

"Kenapa tidak kau angkat saja kekuatannya?", tanya ayah.

" sudah ku coba tapi kekuatan itu tidak bisa kuhilangkan. Kekuatan itu sudah ada dalam dirinya", jawabnya.

"Lalu cara lainnya?", tanya ayah lagi.

"Serahkan anak itu, akan ku ajari dia untuk mengendalikan ilmunya", usul orang yang entah siapa dia tapi intinya jawabannya tidak mengenakkan semua.

Akupun tersentak kaget, dan langsung membuka pintu kamarku. "Tidak Ayah Mamah jangan lakukan itu... aku tidak mauuu!", teriakku sambil mencoba membuka pintu kamar, sialnya pintu kamar itu terkunci. Aku terus berteriak tapi tidak ada jawaban dari luar sesikitpun. Aku pun melihat ke arah balkon kamarku, dan langsung mengambil sarung kasurku. Sarung itupun ku ikatkan pada pagar balkon kamarku. Pada saat aku ingin mencoba lompat, tiba-tiba ada yang menarikku. "Apa kau gila!", kata orang itu. Akupun terjatuh di atasnya.

Orang ini, bayangan yang tempo hari ada di kamarku. "Lepaskan aku!", teriakku sambil langsung mencoba melompat lagi, tapi lebih sialnya tiba-tiba sarung itu hilang. "Nah dengan begitu apa kau akan tetap mencoba lompat lagi," kata lelaki itu sambil menyilangkan tangannya. Aku hanya melihat ke bawah balkon saja yang tingginya cukup tinggi bagi orang seusiaku, aku tak berani menoleh ke belakang karena aku takut wajahnya akan lebih menyeramkan dariyang sebelumnya. "Hm manusia ini tidak tau terimakasih sedikitpun ya", gumam hantu itu.

BRUUKK..

lagi-lagi tubuhku lemas sekali seolah-olah tidak ada gunanya lagi aku membuka mataku. Aku pun jatuh pingsan lagi.

Yang udh baca tolong commentnya ya buat jadi pembelajaran di cerita selanjutnya. Jangan baca sampai disini aj soalnya permasalahnnya udah mau mulai nih...
Makasih yang udah baca dan sudah mau comment ceritanya... :)

The Love I Lost SpiritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang