Chapter 11

231 20 4
                                    

Tanpaku sadari rupanya Hiromi membuatku tertidur di atas kasur, dan yang kulakukan hanya menatap wajahnya yang tak berhenti tersenyum manis kepadaku. Rasanya seperti di hipnotis, aku hanya menurut apa yang dia suruh. Namun tiba-tiba ada perasaan ganjal dari dalam hatiku, di telingaku mulai terdengar suara-suara tapi tidak jelas. Suaranya seperti sebuah mantra, tapi aku tidak mengetahui mantra apa itu. Semakin lama Hiromi mulai naik ke atas kasur yang disana sudah terdapat aku yang terlentang tidur. Selama Hiromi menaiki kasurku, aku mengejar suara itu menggunakan indraku, mencoba mendengar suara apa itu. "shuutt.. hiraukan saja suara itu", kata Hiromi dengan lembut sambil mengelus wajahku. Hiromi sudah ada di atas tubuhku, dan dia hanya memandangiku tapi tatapan matanya berubah, matanya menggambarkan kelicikan seperti serigala berbulu domba.

Hiroku menatap geram dari luar rumah, tatapan Hiromi berpindah saat melihat wanita bergaun putih itu naik ke atas tangga ingin menuju kamarku . Akhirnya Hiroku lebih berfokus pada wanita bergaun itu, tak di sangka saat wanita itu sudah ada di depan kamar Chici, Hiroku baru menyadari kalau wanita itu membawa pisau di tangan kanannya dengan sedikit darah di bagian pisaunya. "chici dalam bahaya!", kata Hiroku panik.

Wanita bergaun putih itupun membuka pintu kamarku, Hiromi masih dalam posisinya. Yang aku lakukan juga hanya menatap wajah Hiromi, namun indraku sedang mencari-cari suara apa itu. Wanita bergaun itupun akhirnya berdiri di depan kasurku, dan suara itu semakin terdengar jelas." *^$@#%^*(*&... Waktunya perpindahan arwah ", kata suara itu menjelas dan dibagian akhirpun akhirnya terdengar. Akupun tersadar kalau ada wanita bergaun putih di depan Hiromi dan aku. Hiroku mengerahkan seluruh kekuatannya untuk masuk ke dalam rumah. "Hiromi awas ada arwah wanita jahat dibelakangmu",kataku memberontak. "kau ini biacara apa? Di rumah hanya ada kita berdua saja", kata Hiromi meyakinkan. Wanita itu melihat ke arahku dengan tatapan dingin.


BRRAAKKK... (pintu balkon kamarku terbuka)


Akhirnya Hiroku berhasil mendobrak masuk rumah lewat balkonku. Wanita bergaun itupun menatap ke arah Hiroku dengan tatapan marah. Hiromi juga menatap Hiroku marah, seolah-olah wanita bergaun itu ada di pihak Hiromi.

"Hiroku", kataku kaget melihat Hiroku.

"wah wah wah lihat siapa ini? Wanita bergaun ya?cantik, sayangnya hatinya busuk!", kata Hiroku dengan nada mengejek.

"Berani-beraninya kau mengatakan itu pada kekasihku!", geram Hiromi.

"oh sekarang aku mengerti kenapa wanita itu marah jika kau sakit karena dia adalah kekasihmu. Dan sekarang aku juga tahu sekarang kau sedang melakukan ritual penukaran arwah antara aku dengan wanita bergaun itu. Dan nama wanita itu adalah yumi! Benar?", simpulku.

"ya! Kenapa kau akan marah?", tanya Hiromi mengejek.

"aku takkan membiarkan siapapun menyakiti Chici!", geram Hiroku.

"apa ini semua akan membuatmu bahagia?", kataku masih dalam keadaan tertidur di atas kasur, Hiromi juga masih berada di atasku.

"apa?", tanya Hiromi heran.

Wanita itu berbalik ke arah ku dan Hiromi, dengan tatapan yang berbeda, entah tatapan apa itu yang pasti bukan tatapan marah.

"dulu kak Hiromi pernah mengorbankan nyawanya untukku bukan?", jelasku lembut.

"Chici? Bodoh, apa yang kau fikirkan?", gumam Hiroku dalam hati.


Hiromi tidak menjawab, hanya terdiam mendengar kesimpulanku.

"kalau ini bisa membuatmu bahagia, tidak masalah. Lagi pula apa yang bisa kulakukan lagi, orang tuaku saja meninggalkanku entah kemana. Hilang begitu saja. Aku juga sudah tidak sekolah, aku tidak bisa meraih cita-citaku lagi tidak bisa membanggakan orang tuaku. Aku..", kataku terhenti.


"sekarang tidak berguna", lanjutku, sambil meneteskan air mataku dan tersenyum manis untuk Hiromi dan wanita bergaun putih itu.

Wanita bergaun itu akhirnya mendekat ke arahku dan Hiromi, namun Hiroku memegang tangannya. "kau terlalu terburu-buru!", kata Hiroku. Hiromi menatapku bingung, sedangkan aku masih diam.


GRRREEEGGGHHHH


(petir menyambar dengan kerasnya, seolah-olah Tuhan sedeng marah dan mencoba menghentikan ritual itu).

Kilat juga menyambar dengan hebatnya membuat semua rumah di perumahan mati listrik. Hiromipun ikut kaget, sampai jatuh dari kasur, sedangkan aku bangun dari tidur. Hiroku mendekat dan memegang tangan kiriku, lalu menarikku ke luar balkon. Wanita itu tidak menyerang, justru dia hanya melihat aku dan Hiroku keluar balkon saja.

"apa yang kau lakukan?", bantahku.

"aku tak akan membiyarkan ritual ini berlangsung!", bentak Hiroku.

"memangnya kalian ini ingin lari kemana hah?", ejek Hiromi.

"keluar", kata Hiroku. Tiba-tiba ada asap putih menutupi aku dan Hiroku, dan saat kabut putih itu mulai menghilang, aku dan Hiroku sudah ada di luar rumah. Hujan turun dengan derasnya, membuat gaun yang ku kenakan basah. "ayo pergi!", kata Hiroku sambil menarik tanganku dan berlari menjauh dari rumahku. Hiromi juga tak mau kalah, dia keluar dari rumah dan mengejar aku dan Hiroku. Sedangkan wanita bergaun itu hanya terdiam di kamarku.

Semuanya maaf ya kalau disini banyak typo. Oia comment and votednya ditunggu guys, semoga kalian suka ya sama ceritaku ini tapi ini masih berlangsung jauh banget jadi plis jangan bosen ya bacanya.

The Love I Lost SpiritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang