2 || Diana Aisy Alexandra

108 88 6
                                    

Happy Reading<3

Lima hari setelahnya ....

Gadis dengan rok pendek selutut lengkap menggunakan jas almamater berlari pada lorong sepi, bukan perkara sedang dikejar anjing atau setan. Panik, seluruh teman-temannya telah berada di dalam aula untuk kegiatan semester baru, sedari tadi berusaha menyusul tetap saja banyak hal di luar kendali merusak suasana hatinya.

Langkah kaki perlahan melamban kala pria berewok menyembul dari balik pintu ruang, kedua netra sontak membola, bergegas aksinya segera ditahan, beruntung tidak menciptakan keributan kecil dengan salah satu dosen. Meneguk saliva dengan susah payah, menatap punggung pria berewok itu semakin mengecil kemudian lenyap dari balik tembok.

Raut wajahnya penuh akan kegelisahan lantaran pandangnya tidak menangkap satupun kehadiran mahasiswa baru. Bodoh memang, ketua panitia mana yang datang terlambat dan tidak menyambut acara pembukaan OSPEK? Lalu, mengapa masih bergeming, tidakkah seharusnya akan lebih baik memilih untuk segera melesat secepat kecepatan cahaya?

Sesuatu hal terlintas dalam benak, hendak memutar tubuh rampingnya. Terpikir bahwa sebuah benda tertinggal di dalam salah satu ruang Unit Kerja Mahasiswa, sebuah flashdisk tak digubris di atas meja sebelum hadirnya sampai di tempatnya berdiri, urung untuk bergegas ketika pergelangan tangan ditarik kasar oleh gadis mengenakan jas almamater yang sama persis dengannya.

"Key, bentar. Flashdisk punya Pak Zidan kelupaan di meja." Kalimat miliknya justru tidak mendapat respons dari gadis yang tengah menariknya.

"Gue—" Menggantung kalimatnya ketika menemukan pemuda berawakan tinggi berjalan luwes mendahuluinya dari arah belakang sembari membawa flashdisk merah identik dengan lanyard hitam. Terperangah cukup lama sembari membiarkan kedua kaki seiring mengikuti gadis di depannya.

"Aduh!" ringisnya kala gadis memakai bando putih menoyor kepalanya cukup keras.

"Kedip! Kesambet lo? Lihat apa sih, Aisy? Lagi jalan juga malah bengong."

Gadis dengan poni, kerap disapa Aisy lantas terkekeh. "Itu cogan, mirip sama ..." balas Aisy, menggantung kalimatnya.

Setelahnya tersenyum, Aisy kembali memberi banyak pusat pada pemuda berawakan tinggi—adalah Arsya, tengah berjalan masuk menuju aula.

"Beneran enggak sih, itu dia?" imbuhnya, rasa penasaran semakin mengembang.

"Dia mahasiswa baru di sini," jawab Keyza, pemilik bando putih cantik yang bertengger rapi di kepalanya. "Namanya Arsya, ngomong-ngomong adik kelas gue waktu SMA. Sama kayak kita, dia dari Indonesia."

Aisy ber-oh-ria sebagai respons, melangkahkan kaki cepat-cepat memasuki aula, membiarkan Keyza yang masih berdiri di tempatnya, sontak Keyza memberi gelengan pelan. Berada di dalam aula, pandang Aisy bertemu dengan Arsya tengah duduk di kursi tidak begitu depan, tersenyum lebar seakan menunjukkan senyum termanis yang dipunya. Mencoba untuk mendapat perhatian dari Arsya, justru respons yang Aisy peroleh hanya wajah datar tanpa ekspresi.

🎡 🎡 🎡

Arsya diam dalam lamunan, berdiri tanpa niat mencari tempat duduk. Tangan kanannya menggenggam erat sebuah benda pipih yang layarnya dibiarkan redup, sedang menunggu balasan pesan dari Zura—entah kenapa tidak kunjung merespons satupun pesan atau telepon miliknya. Tampak cafeteria kampus begitu ramai setiap sudutnya, Arsya lebih memilih untuk hirau pada beberapa gerombolan manusia dengan membayangkan bahwa seluruh makhluk bernafas itu tak terlihat oleh netra.

Baru hari pertama Arsya memijakkan kaki di kampus sebagai mahasiswa baru, belum sepenuhnya terbiasa dengan sesuatu yang baru. Ketika mengikuti tes hari lalu pun, Arsya ingin meledak di tengah waktu. Suasana hati naik turun, pasif dalam berbahasa Inggris membuat Arsya merasa uring-uringan. Namun, frustrasinya mendorong Arsya untuk tetap terus bersikeras menghasilkan apa yang diingin. Itu tidak mudah, tetapi Arsya berhasil.

[#2] HIRAETH : Turn Back TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang