Happy Reading<3
Segala derap menandakan aktivitas tiada henti. Arsya mempercepat kaki melampau ruang-ruang tertutup, alas bertali yang dikenakan dihirau lantaran tak lagi tersimpul rapi. Hingga tubuh berbalut kemeja hitam diberhentikan di depan ruang dengan nomor kamar. Menarik napas sebelum kenop diputar, papan pintu terdorong masuk. Seluruh atensi tertuju spontan pada gadis tanpa pewarna bibir duduk di atas ranjang.
Aisy dengan infus terpasang di tangan kiri, tatap miliknya begitu sulit untuk Arsya artikan. Pucat pada romannya tak memudarkan cantik yang Aisy punya. Mengikis jarak, Arsya kembali mencipta langkah. Tangannya hendak meletak bingkisan di atas nakas, justru tubuh jangkung terhuyung setekah menerima dekap. Keterkejutan tak dapat Arsya bendung, ia membeku dengan napas yang sengaja tercekat.
"Lo ..." Arsya berucap senyap. "Kenapa?" lanjutnya, berbisik.
Tangan Arsya berhenti di udara, enggan dan ragu untuk membalas. Dalam peluknya, Arsya merasa raga rapuh bergetar, napas Aisy tak lagi tenang, bahu mungil bergerak naik-turun. Wajah yang terbenam pada raga Arsya terisak dalam. Aisy menggeleng kuat-kuat dalam tangis kala dekapnya hendak dilepas oleh Sang empu.
"Gue takut," ucapnya bergetar. "Gue takut, Sya. Gue takut."
Napas Arsya tercekat berat, namun desir pada dadanya tak dapat dipungkiri. Diputuskan kedua lengan memberi balas, menarik raga Aisy semakin dalam. Arsya menepis seluruh ragu, rengkuh eratnya serupa selimut hangat.
"Ada gue."
Suara itu mengandung janji. Usap pelan pada puncak surai lembut diberi, tak lama peluk dilepas. Arsya menatap rendah, kedua netra miliknya beradu dengan binar lemah milik Aisy yang dipenuhi oleh cairan bening menggenang pada pelupuk. Air mata mengalir tanpa diminta, Aisy masih menangis hingga jejak tangis turun melalui pipi.
Kedua tangan kembali terangkat, pipi yang basah tertangkup oleh telapak. Tiap empu jari menghapus lembut jejak-jejak air mata yang jatuh. "Jangan nangis, ntar jelek."
Wajah sendu berpaling cepat, bibir mungil tanpa warna itu mengerucut dalam. Secara kasar Aisy mengusap air matanya. "Lo ngejek gue?" tanyanya.
Terkekeh sebagai respons, Arsya menggeleng. "Enggak. Gue ngomong jujur."
"Ih, Arsya!" Aisy memberi pukul pelan, tentu begitu mudah Arsya menghindar.
Seluruh netra yang terpatri pada pemuda kaku selalu menyisihkan bayang seseorang dalam benak. Arsya begitu mahir membuat Aisy berantakan, perihal lupa mengingat hanya seperkian waktu. Sebelumnya, tak pernah Aisy membayangkan mengenai pertemuan kembali dengan satu orang yang sama tetapi berbeda, Aisy telah menyadari bahwa kisah dengan Arya telah mati, bukan abadi.
"Nih, gue balikin ponsel lo."
🎡 🎡 🎡
Lekuk sudut tertarik membentuk senyum setelah celah bibir terbuka menerima sesendok nasi dengan sayur hijau. Kunyahan kali ini merupakan yang terakhir sebelum tegukan segelas air mineral meluncur liar di tenggorokan, sorot pandang Aisy tetap tertuju pada Arsya tengah beralih meletak kotak nasi di atas nakas. Tak kunjung lepas, seluruh atensi yang diberi turut bergerak, segala aksi dari Arsya sontak menjadi perhatian utama Aisy malam ini.
Namun, belum juga tubuh kembali rebah. Aisy meringis tak tertahan, segala nyeri dirasa pada kepala yang dililit oleh perban dan kasa. "Ishhh," aduhnya.
"Sakit," kata Aisy. Satu telapak mencekal kepala bagian belakang. "A—Arsya ..."
"Minum dulu," ucap Arsya, menyodorkan dua butiran pipih. Cemasnya begitu nyata, mimik kekhawatiran tertangkap jelas pada romannya yang dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
[#2] HIRAETH : Turn Back Time
Fiksi Remaja[ALANGKAH BAIKNYA FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA<3] The Second Part Of Zura Universe *** Melakukan hubungan jarak jauh, justru membuat Arsya bosan lantaran tanpa hadirnya Zura. Komitmen yang dijanjikan, alih-alih tak dapat Arsya buktikan segera. Sikap...