04 . Ada Apa Dengan Teman?

93 31 4
                                    

"Oh, oke. Tapi kalo lo punya temen kayak gue apakah lo juga ngga akan menganggap gue ada dan bakal lupain gue?"

Winter langsung menatap Haechan intens.

Gluph!

Haechan menelan ludah dengan kasar. "Apa gue salah ngomong?" batinnya.

Padahal intinya sih Haechan berharap bisa punya ruang buat membangun pertemanan dengan gadis itu. Ternyata gadis itu malah menatapnya nyalang dengan dengusan lirih.

"Ada apa dengan teman?" batin Haechan bertanya tanya.

Haechan lalu tersenyum canggung. "Jadi, gue bisa ngga nih jadi temen lo?"

"Teman ya? gue anggap lo, cuma parasit yang ganggu gue!" jawab Winter dengan nada datar tapi kasar itu cukup menusuk hati Haechan yang kebingungan.

Sebenarnya, jawaban itu Winter lontarkan karena dia kesal teringat dengan masa lalu yang terlintas sementara dalam memori otaknya. Gadis itu sekarang juga meratapi kebohongannya barusan. Menjadikan Haechan sebagai pelampiasan. Namun, gadis itu juga tidak salah bicara pasalnya dia memang merasa terganggu oleh laki-laki itu. Sekarang Winter kembali menatap luar kaca jendela.

Haechan tersenyum getir. "Sabar Chan, emang harus punya kesabaran luar biasa sih kayaknya, buat bikin ratu es ini jadi temen lo. Gak papa yang penting tetap usaha aja." Gumamnya sambil elus dada.

Haechan memasang wajah melas. "Kok lo tega sih ngomong begitu? Emang salah ya kalo nawarin diri jadi temen lo?"

Winter tidak menyahut. Pikirannya kalut. Otaknya sekarang masih dipenuhi memori yang sangat dia tidak sukai. Yang jelas membuat dia tidak nyaman.

Winter sangat tidak suka dengan situasi saat ini. Apalagi dengan orang yang menurutnya sangat menyebalkan, bahkan sampai membuatnya amat begitu risih.

Sekarang terjadilah keheningan diantara keduanya. Haechan yang sibuk menerka-nerka apa yang terjadi dengan Winter? dan Winter yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Sampai bus itu berhenti di pinggiran halte bus yang terdekat dengan rumah mereka. Winter dan Haechan turun bersamaan.

Haechan mengikuti Winter yang lebih dulu jalan di depannya.

Winter berhenti, membuat Haechan menubruk punggungnya. Hampir saja, Haechan terjengkang ke belakang, kalo saja Winter tidak segera berbalik dan menangkap tangannya.

Kedua mata mereka beradu. Haechan dengan tatapan senangnya, dan Winter dengan tatapan datarnya. Winter segera menarik tangannya, karena Haechan tak juga melepaskan genggamannya.

"Ekhem." Haechan canggung.

"Lo ngapain sih, ngikutin gue?"

"Engga ngikutin tuh. Kan emang jalannya searah. Cuma berpisah di persimpangan pertigaan doang kan. Persimpangan nya juga masih di depan."

"Cih." Decih Winter berbalik badan, kembali melanjutkan langkahnya. Haechan hanya mengekorinya dari belakang.

Winter sama sekali tak menoleh belakang, apalagi mengajaknya berbicara. Haechan benar-benar seperti berjalan dengan manekin di depannya.

"Win, besok gue ke rumah lo ya, boleh ngga boleh sih. Gue tetep dateng!?" Haechan mengimbangi langkahnya dengan Winter, kini keduanya berjalan bersisian.

Haechan menyengir kala mendapati wajah Winter yang lagi-lagi melirik tajam padanya.

"Gak usah sok akrab."

Jawaban Winter membuat senyum simpul muncul di sudut bibir Haechan. Semakin Winter berusaha menolak kehadiran laki-laki itu, semakin besar pula rasa keingintahuan Haechan pada gadis itu.  Untuk saat ini, Haechan tertarik ingin menjadi seorang teman bagi gadis dingin ini. Masalah ke depannya, ya lihat saja nanti. Itu katanya.

Apricity || Winter Feat HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang