Sebelum Reon dan Leon menginap di rumah Nao, terlebih dahulu mereka meminta izin kepada Shion dan Ran. Sekaligus mengambil pakaian ganti, alat-alat mandi, dan yang paling penting dan tidak boleh ketinggalan adalah susu stroberi Reon. Alhasil kakak-beradik itu pulang dengan diantar oleh Bunda Nao dengan posisi Bunda dan Leon di depan, sementara Reon dan Nao di kursi tengah.
Mengapa Leon berada di depan dan Nao duduk di tengah? Jawabannya simple. Reon ingin dekat dengan Nao agar mereka bisa mengobrol dan memainkan permainan random seperti sekarang ini.“Kenapa aku harus main batu-gunting-kertas sama kamu?” tanya Nao dengan malas.
“Karena itu seru! Reon sering main sama Kak Leon, tapi Reon banyak kalahnya. Makannya Reon mau main sama Nao,” jawab Reon semangat.
“Ha?! Jadi maksud kamu kalau main sama aku kamu bakal menang gitu?” Nao bertanya dengan sedikit emosi. Menurutnya, secara tidak langsung Reon sudah meremehkannya.
Reon memiringkan kepalanya. “Hm? Kenapa bisa begitu?”
Nao berdecak kesal dan menatap Reon dengan sebal. “Hih, kalau gitu ayo kita main. Kamu lawan aku, yang kalah harus nurut sama yang menang selama seminggu.”
“Maksudnya … yang menang boleh suruh-suruh yang kalah sesuka hati?” tanya Reon untuk memastikan.
“Ck, terserah! Mau disuruh-suruh, mau diajak muter-muter, mau didandanin, pokoknya yang kalah harus nurut sama yang menang!” kata Nao.
Nao sepertinya harus lebih berhati-hati jika berkata. Masalahnya adalah dia yakin sekali kalau bisa menang melawan Reon, sedangkan kalau dia kalah bukankah dia sendiri yang akan repot?
“Mereka rukun banget, ya, Nak Leon,” kata bunda Nao sambil tersenyum.
Leon mengangguk setuju. “Bener, Tan. Leon jadi lega karena Reon punya temen kayak Nao,” jawabnya.
“Kita janji dulu, dong.” Reon mengulurkan kelingkingnya, berniat mengajak Nao untuk melakukan pinky promise.
Dengan cepat, Nao menautkan kelingkinya dan kelingking Reon. “Aku janji!”
“Kita main tiga kali, ya,” kata Reon. Nao memutar bola matanya dan mengangguk, ia terlalu malas untuk menjawab.
Setelah itu, mereka berdua saling hadap dan bersiap-siap untuk bertanding. Reon dan Nao mengepalkan tangan kanan mereka, Bunda Nao masih fokus menyetir sambil sesekali tersenyum sendiri, sedangkan Leon sibuk merekam Reon dan Nao.
“BATU!” Nao berkata dengan serius disertai efek api yang berkobar-kobar di sekitarnya.
“GUNTING!” Reon berkata dengan semangat dan ceria.
“KERTAS!” ucap mereka berdua. Nao mengeluarkan batu dan Reon mengeluarkan gunting. Pemenang ronde pertama adalah Nao.
“YES, AKU MENANG!” teriak Nao dengan bangga. Dalam hati ia sudah sombong karena setelah ini ia bisa menyuruh Reon sesuka hatinya.
Reon cemberut. “Nao belum tentu menang. Kita masih punya dua kali batu-gunting-kertas,” kata Reon.
“Siapa takut?”
Beberapa menit kemudian, sampailah mereka di rumah Nao. Bunda, Leon, Reon, dan Nao turun dari mobil. Bunda dan Leon mengeluarkan barang belanjaan beserta koper yang berisi perlengkapan untuk menginap.
“Kami pulang,” ucap Bunda dengan background bunga-bunga di belakangnya.
“Permisi,” kata Leon sembari mengikuti bunda Nao dari belakang.
Seorang gadis yang dua tahun lebih tua dari Leon pun menyambut mereka. “Selamat datang. Wah, jadi ini Leon sama Reon, ya. Namaku Frida, jangan malu-malu kalau di sini, anggap saja rumah sendiri, oke.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Life Reon Gerald 2 (SELESAI) ✔
Roman pour AdolescentsReon bersedia untuk berangkat ke sekolah?!! Itu adalah sesuatu yang melegakan. Hanya saja, mampukah little mochi satu ini menghadapi teman-teman sekelasnya dengan tingkah luar biasa mereka? Lantas, bagaimana Reon akan mendapat teman? Apakah ada yang...