PART 1

78 1 0
                                    

"Sial," Dayana berdecih, sesaat setelah suasana hatinya berubah buruk. "Ini semua karena pria bajingan itu!" imbuh Dayana sambil menghancurkan tanah liat yang berputar di hadapannya.

Berumur dua puluh empat tahun, Dayana harus bersusah payah mengurus dirinya sambil menyalurkan keahlian sebagai pengrajin tembikar.

"Jika saja, saat itu aku tidak terjebak. mungkin saat ini aku sudah menjadi seorang penyanyi terkenal." gerutu Dayana penuh penyesalan.

Para tetangga Dayana sering melihat bagaimana suasana hati gadis tersebut berubah. Ia cenderung berteriak dan berbicara seorang diri. Bahkan yang tak biasa sering kali menganggap Dayana adalah seorang gadis yatim piatu dengan gangguan jiwa.

"Lihatlah, dia bertingkah lagi. siapa yang akan membeli tembikarnya jika ia terus memamerkan sikap buruknya?"

"Kau benar, dua tahun bertetangga dengannya. Aku bahkan belum mengetahui siapa namanya, kurasa dia memang benar-benar sudah gila."

Itulah aktifitas yang di lakukan oleh para penghuni komplek yang tinggal dekat dengan kediaman Dayana. mereka sering bergosip, kala melihat Dayana kehilangan kendali atas dirinya.

"Aku kasihan padanya, dia sering menangis di atap sendirian sambil mengkonsumsi minuman keras di atap. Aku rasa dia hanya depresi, bagaimana bisa orang dengan gangguan jiwa bisa menciptakan sebuah karya?"

"Iya kau benar, aku juga pernah melihat ia pernah mengusir seorang pemuda. bahkan hingga sekarang, aku masih sering melihat pemuda itu datang dan memperhatikannya dari kejauhan."

Merasa sedang di perhatikan. dengan ketus Dayana menutup tirai dinding kacanya. Ekspresi dinginnya tercipta, saat Dayana menatap kearah para tetangga yang sedang menggosipkannya.

"Apa mereka tidak memiliki pekerjaan lain? mereka terus saja memperhatikanku! Dasar ibu-ibu bermulut tajam!" gerutu Dayana penuh kekesalan.

Seorang pria yang di maksud oleh para tetangga Dayana pun turut memperhatikannya dari sudut lain. Ia juga mendengar bagaimana para tetangga itu berspekulasi terhadap Dayana. atas apa yang Dayana tunjukan dan mereka saksikan.

"Maaf sudah membuat hidup dan prilakumu berubah," lirih pria tersebut tanpa mengalihkan sorot matanya kearah rumah Dayana.

Ya, Dayana memang sudah kehilangan jati dirinya. kesempurnaannya sebagai gadis cantik, lembut, dan polos pun seolah telah menghilang. Lantaran Dayana harus terjebak dalam cinta yang menyeretnya ke lembah kegelapan.

Hidup Dayana hancur seketika, kala ia bertemu dengan seorang pria bernama Revan Anggara. pria berparas tampan dengan porsi tubuh yang jangkung. Memiliki rahang tegas dan beralis tebal membuat siapapun tergila-gila jika melihatnya. termasuk Dayana.

Sebuah mobil box melintas di hadapan Revan, dan berhenti tepat di pekarangan rumah Dayana. Dalam mobilnya, Revan bisa melihat jika itu adalah seseorang yang akan mengangkut karya tembikar Dayana. Tidak memiliki pelanggan di lingkungan sekitarnya tak membuat Dayana menyerah. Nyatanya Dayana mampu menghasilkan cukup banyak uang, hanya dengan berjualan melalui platform yang menawarkan jasa penjualan secara online.

"Sampai kapan kau akan menolak ku, Dayana? tiga tahun aku menunggumu. Apa sebuah permohonan maaf dan cinta tulus ku tidak cukup untuk menyembuhkan lukamu?" gumam Revan membatin.

Kecantikan Dayana sama sekali tak memudar, meskipun sudah empat tahun Revan lalui. Ia masih tetap berusaha mengejar Dayana kembali, demi mendapat pengampunan atas penyesalan yang pernah Revan lakukan.

Bisa Dayana lihat dengan mata kepalanya. jika pria yang selama ini ia benci masih berada di tempat biasa. memata-matai Dayana hanya karena merasa bersalah.

"Tanda tangan di sini," ujar pengemudi truk box setelah memasukan seluruh karya Dayana kedalam mobilnya.

Tak ada kata yang keluar dari mulut Dayana. bahkan, mereka semua menganggap jika Dayana adalah wanita pengrajin berhati dingin. mereka bahkan tak pernah melihat senyum keramahan Dayana. Sambutan hangat saja tak pernah para pekerja dapatkan, meskipun mereka sangat mengharapkannya.

"Terima kasih," ucap pengemudi tersebut, setelah mendapat tanda tangan. Sebagai tanda bukti serah terima hasil karya penjualan Dayana.

Sesaat setelah mobil truk itu berlalu pergi. Revan langsung keluar dari dalam mobil. berlari menuju gerbang rumah Dayana sambil berkata. "Tunggu, Dayana. Kita harus bicara," pekiknya sambil berlari menghampiri Dayana yang saat itu terlihat tergesa-gesa ingin segera menutup gerbang miliknya.

"Lepas!" Dayana menepis tangan Revan, seolah jijik saat pria itu menyentuhnya. "Kenapa kau masih disini? Apa kau sudah melupakan ucapan ku sebelumnya? Aku membencimu! Tak perduli seberapa kerasnya kau memohon! Aku akan tetap membencimu, selamanya!" pekik Dayana dengan emosi yang memburu.

Kalimat itulah yang selalu Revan dengar dari bibir manis Dayana. Namun, meskipun begitu. Revan sama sekali tak menanamkan rasa kecewea akibat ketajaman mulut Dayana. Sebab, umpatan dan cacian yang Dayana berikan sama sekali tidak ada apa-apanya dengan apa yang sudah pernah pria itu lakukan.

"Kenapa? Apa kau belum cukup puas menyiksaku dalam penyesalan. Aku mencintaimu! Aku sama sekali tidak bermaksud untuk membuatmu kecewa! Kenapa kau tidak mengerti, Dayana!" tegas Revan penuh penekanan.

"Menyiksa?" Dayana memutar bola matanya, seolah jengah. "Lalu bagaimana dengan diriku? Bagaimana dengan hidupku yang sudah kau hancurkan? Kenapa kau masih berpikir aku akan menerima kembali bajingan sepertimu?"

"Sekali saja, tolong berikan aku kesempatan! Kita mulai segalanya dari awal. Biarkan aku menebus segalanya, aku mohon." Revan langsung bersimpuh di bawah kaki Dayana sambil menyatukan kedua telapak tangannya, "percayalah padaku. tolong berikan aku kesempatan!"

Bukannya iba, Dayana justru malah semakin muak melihat tindakan Revan yang ia nilai sebagai kekonyolan. Hal ini juga sudah sering kali Revan lakukan, meskipun pria itu tahu jika Dayana hanya akan memberinya sebuah penghinaan.

"Dayana, aku mohon." Revan meraih tangan Dayana, matanya menggenang dengan ekspresi penuh luka, "Ampuni segala kesalahanku, aku benar-benar menyesal."

Dayana langsung menarik kasar tangannya yang Revan genggam. wajah dan mata Dayana turut memanas seketika, saat melihat bagaimana air mata buaya Revan berhasil menggoyahkan kembali perasaanya.






Jerat AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang