PART 10

14 0 0
                                    

Menyedihkan memang, merasa hidup tak pernah berpihak pada Dayana. sekarang justru Dayana malah mendapat kebaikan dari seorang pria yang sebelumnya telah melecehkannya.

Bagaimana caranya Dayana menyikapi hal ini? haruskah Dayana berterima kasih dan memaafkan kegilaan yang sebelumnya telah Revan lakukan?

Sialnya, Dayana benar-benar merasa sangat dilema. Sulitnya untuk terlelap membuat Dayana sekali lagi terjebak dalam situasi aneh. Di sisi lain ia takut, di sisi lain ia membutuhkan perhatian itu.

"Kenapa terus menatap ku? Tidurlah. Ini sudah pukul dua, apa kau hanya akan terus duduk dan menatapku saja?" tanya Revan yang masih terjaga menemani Dayana.

Tak ada satu patah katapun yang keluar dari bibir manis Dayana. seperti yang Revan bilang, Dayana hanya terus menatap Revan dari atas ranjang sambil terduduk memeluk kakinya yang di tekuk.

"Kau tidak perlu takut, Dayana. Aku menyesali perbuatan ku, percayalah." sejenak Revan membenarkan posisi bantal di belakang tubuh Dayana, ia meraih kedua bahu gadis itu lalu mendorong dan membaringkan tubuh Dayana secara perlahan, penuh kehati-hatian.

Tidak tahu diri, itulah rutukan yang Dayana tujukan pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak? Perlakuan lembut pria itu justru membuat Dayana semakin tidak karuan. rasa takut dan nyaman kian mendominasi kala detak jantungnya memberikan sebuah reaksi.

"Aku akan tidur di kamar lain, jika kau butuh sesuatu kau bisa menggunakan ponselmu untuk menghubungiku." ujar Revan sambil menarik selimut guna menutupi sebagian tubuh Dayana.

"Tunggu," Dayana meraih tangan Revan mencoba menghentikan apa yang hendak pria tampan itu lakukan, "jangan pergi." imbuh Dayana meminta dengan mata yang berkaca-kaca.

Meskipun Revan tak mengerti apa yang Dayana inginkan sebenarnya darinya. Namun, wajah cantik Dayana yang di penuhi kesedihan mampu membuat hati Revan tergetar. walaupun Dayana tak mengatakannya secara langsung, Revan yakin. Dayana kini sedang membutuhkan seseorang untuk menghibur perasaannya yang sedang hancur.

Sejenak Revan menyentuh dahi Dayana, mengecek suhu tubuh gadis cantik itu dengan menggunakan punggung telapak tangannya. kemudian berkata, "Suhu tubuhmu masih belum turun, haruskan kita ke rumah sakit saja?"

Dayana menggelengkan kepalanya perlahan. setetes air matanya mengalir. Jika hal itu Dayana iyakan, maka siapa yang akan membayar tagihan perawatan? sedangkan tabungan yang Dayana miliki tidak cukup banyak. Itupun akan ia gunakan untuk membayar tagihan semester yang akan datang.

"Tetaplah disini, tolong temani aku." lirih Dayana mulai menderaskan tangisannya.

Sungguh, Dayana terlihat sangat terpukul. kesedihannya mampu Revan rasakan, saat air mata gadis itu mulai berjatuhan, membasahi wajah cantiknya.

"Hey..." Revan bersuara pelan lalu mendudukan bokongnya tepat di samping tubuh tak berdaya milik Dayana, "kau baik-baik saja? masih kesal padaku?"

Tangisan Dayana pecah ia langsung menarik Revan hingga pria itu jatuh kehilangan keseimbangan tepat di atas tubuhnya. Dayana memeluk Revan, menumpahkan seluruh kesedihan yang ia rasakan saat berada dalam rengkuhan pria tersebut.

"Dayana tenanglah," Revan membalas pelukan Dayana, mengelus pucuk kepala gadis itu untuk berusaha menenangkannya. "Apa yang terjadi? tolong jangan membuatku bingung. Kau mau pulang? aku akan mengantarmu sekarang. Ingin hotel? atau..."

Lagi-lagi Dayana hanya membungkam mulutnya. Ia terdiam tanpa bicara dengan air mata yang tak terbendung. Yang Dayana butuhkan sekarang hanyalah sebuah pelukan ketenangan. Meskipun pelukan tersebut ia dapatkan dari Revan, pria kurang ngajar yang tengah melecehkan dirinya.

"Jangan pergi," lirih Dayana sambil terisak.

Tangan Revan tergerak untuk menghapuskan deraian air mata Dayana. pria itu terus saja bersikap perhatian. Kelembutan Revan bahkan sukses membuat suasana hati Dayana berangsur membaik.

"Maafkan aku jika aku adalah penyebab dari kesedihanmu." ucap Revan penuh kelembutan.

Menanggapi hal itu, Dayana hanya menggelengkan kepalanya seolah menampik apa yang baru saja Revan klaim dan katakan.

"Lantas apa? Kenapa kau menangis, Dayana? jika kau begini kau hanya membuatku merasa bersalah."

Perlahan Dayana melepaskan diri dari Revan, saat tangisan Dayana kini mulai tak terdengar. Dayana memalingkan wajahnya sesaat, tanpa melepaskan cengkrmannya yang terus saja memegangi tangan Revan. seolah takut untuk di tinggalkan.

"Dayana aku..."

Dayana mulai memejamkan matanya, hingga membuat ucapan Revan terhenti seketika. Salah satu kebiasaan Dayana, semalaman penuh ia akan menangis, menumpahkan seluruh kesedihannya. Lalu setelah itu, Dayana akan memejamkan matanya dengan mudah karena cukup merasa lelah.

Misterius, itulah kesan yang Dayana tonjolkan di hadapan Revan. Ia dengan mudah memanfaatkan keadaan, untuk mendapa sedikit ketenangan. Atau bisa di katakan, Dayana menjadikan Revan sebagai pelampiasan.

"Entah apa yang sedang kau pikirkan, Namun, aku mengerti bagaimana sakitnya saat sedang di rundung kesedihan." gumam Revan, pria itu menarik tangannya perlahan. Menjauhi tubuh Dayana, pindah berbaring di sebelahnya. "Karena kau cantik, aku tidak masalah jika kau sudah berani memelukku tanpa bertanggung jawab. Lagi pula kau sedang sakit, aku tak bisa memaksa seseorang yang sedang rapuh untuk bercinta." imbuhnya tersenyum tipis, tanpa mengalihkan pandangan menatap kecantikan Dayana yang sedang terpejam.


Jerat AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang