PART 16

6 0 0
                                    

"Gadis ini benar-benar membuatku gila!" batin Revan, saat ia merasa dirinya semakin terjebak dalam keheningan yang menyesatkan.

Pengaruh Revan begitu besar, ia bisa dengan mudah membuat Dayana tak berkutik. saat pria tersebut terus saja memandang kecantikan Dayana dengan sorot kagum.

Pada dasarnya, Revan hanya ingin mempermainkan Dayana. Namun, Dayana berhasil membuat Revan merasakan hal yang sama. saat kini jantung keduanya berdebar secara berbarengan.

Revan dan Dayana semakin tenggelam ke dasar lautan cinta. mungkin sebelumnya Revan hanya bersilat lidah, saat suatu kebiasaan yang sering ia lakukan hanya di dasari oleh tujuan untuk menaklukan.

Bagi Revan sendiri, ia sama sekali tak pernah merasakan apa itu yang di namakan cinta. Revan hanya bersenang-senang. Ia menganggap semua wanita layaknya barang, dapatkan saat di iginginkan, pakai saat di butuhkan, buang saat sudah bosan.

Bruak... Keduanya tersentak, saat Dayana tak sengaja menumpahkan gelas yang berada di atas meja, tepatnya di sebelah kiri, sisi tangannya.

Wajah Dayana merona, sedangkan Revan sendiri merasa gugup dan salah tingkah. merasakan ada sesuatu yang tidak beres di dalam dirinya.

"Astaga aku tidak sengaja," ucap Dayana memelas, merasa bersalah.

Sejenak Revan menghela nafas panjang, guna menenangkan diri yang terasa mulai tidak karuan. "Tak masalah, aku yang akan mengganti kerugiannya." ucapnya kemudian meraih tisu dan membersihkan tumpahan minuman, di atas meja sebelah Dayana.

"Astaga..." Dayana membantin sambil menatap keseriusan Revan, secara garis besar. Pria tersebut sama sekali tak menunjukan gerak-gerik jahatnya.  "Apa terlalu cepat jika aku langsung jatuh cinta padanya begitu saja? Ia bahkan selalu membuat jantungku berdebar di setiap kesempatan."

Pada dasarnya, Dayana hanya menyukai pria tenang dan penuh kelembutan. buktinya saja, saat Revan memaksa untuk menciumnya, Dayana langsung menolak atau bahkan langsung melempar pukulan. sebaliknya, saat Revan memperlakukannya dengan baik dan santai. justru Dayana-lah yang tidak bisa mengendalikan dirinya.

"Bi... biar aku saja," Dayana langsung meraih beberapa helai tisu, ia membantu Revan membersihkan meja yang terkena tumpahan.

"Tidak masalah, kau nikmati saja." tolak Revan, mencegah sambil menghadang tangan Dayana. "Pelayan," Revan langsung memanggil salah satu pekerja di sana, untuk membantu mengangkut pecahan gelas, "aku akan menggantinya, kau bersihkan saja." titah Revan santai sambil melirik kearah Dayana yang saat itu masih saja sedang memperhatikannya.

Menurut Dayan, Revan adalah pria yang sangat sulit untuk di tebak. suasana hati pria itu mudah sekali berubah-ubah. kadang Revan menjadi pria mesum yang menyebalkan, terkadang juga Revan menjadi pria tampan dengan penuh kehangatan.

Bisa Revan lihat dengan jelas, jika Dayana sama sekali tak mengedipkan matanya. senyum tipis Dayana pun terukir, entah apa yang sedang Dayana pikirkan, hal itu berhasil membuat Revan sendiri penasaran.

"Dayana kau mendengar ku?"

Dayana mengerjap, sesaat setelah suara Revan bernada tinggi sukses membuyarkan lamunannya.

"Hah?" sahut Dayana membulatkan matanya kikuk.

"Apa yang kau pikirkan? Kenapa..." belum sempat Revan menyelesaikan ucapannya, pandangan mereka langsung teralihkan ke sebuah ponsel yang tergeletak di hadapan Dayana. gadis itu bahkan langsung menutup layar ponsel, saat Revan belum sempat membaca pemberitahuan pesan dari seseorang yang dikirim kepada kekasihnya.

"Ini ibuku," ucap Dayana sambil melihat pesan yang ia terima. "celaka,"

"Ada apa?" tanya Revan mengerutkan dahinya penasaran.

"Aku harus pulang," sahut Dayana sambil meraih tas kecilnya.

"Baik, aku akan mengantarmu."

Dayana pun mengangguk, seolah mengiyakan apa yang Revan tawarkan. Namun, saat pria itu sudah berjalan menuntunnya keluar. Dayana pun langsung teringat akan sesuatu.

"Tidak, kenapa aku mengiyakannya. Bagaimana jika dia melihat ibuku di rumah sedang bermain-main dengan pria muda?" sejenak Dayana menggigit bibir bawahnya khawatir, "tidak, Revan tidak boleh tahu dimana rumahku." imbuh Dayana membatin.

"Tunggu Revan," Dayana menarik tangannya begitu saja, hingga membuat Revan menghentikan langkah. Memalingkan tubuh ke arahnya, "sepertinya kau tak perlu mengantarku, aku akan naik taksi saja."

Seringai misterius Revan terlihat, "apa maksudmu, sayang? Kau ini adalah kekasihku sekarang. Aku tidak mungkin membiarkanmu pulang sendirian."

"Revan, tapi..." Dayana mengeratkan giginya, berpikir mencari alasan yang tepat untuk ia berikan kepada Revan, "tapi ibuku melarangku untuk berkencan. Aku tidak mungkin membawamu kerumah ku sekarang." tukas Dayana berbohong.

"Kau bercanda?"

"Aku serius, Revan."

Sungguh ekspresi wajah Dayana sama sekali tak membuktikan jika ia serius dengan ucapannya. bagaimana bisa Revan mempercayainya?

"Euu begini saja, kau antar aku ke halte bus saja. Bagaimana?" tanya Dayana memberikan tawaran.

"Ha... Halte bus?"

Dayana menganggukkan kepalanya dengan cepat, "jaraknya hanya sepuluh menit untuk sampai kerumah ku."

"Dayana tapi aku..."

"Revan, aku tidak memiliki waktu lagi. Aku harus cepat pergi."

Pada akhirnya Revan pun mengalah, ia menyetujui apa yang Dayana tawarkan lalu menghela nafas panjang, "Baiklah. demi kau," ucap pria itu sedikit kecewa.

Tanpa Dayana sadari. Ia sedang menyembunyikan kehidupan menyedihkannya dari Revan. Untuk membuat pria itu bertahan, tanpa mengetahui kenyataan memalukan. Walaupun Revan kini sudah menjadi kekasihnya, dan mengatakan akan menerima segalanya. Dayana masih memilih untuk menutupi hal memalukan yang sering ibunya lakukan.

Singkat waktu, keduanya sudah sampai di halte bus. jam sudah menunjukan pukul sembilan. sejak dalam perjalanan, Dayana terus saja memainkan ponsel, kecemasan Dayana mampu Revan rasakan. saat Dayana membalas pesan, ia selalu mengakhirinya dengan sebuah kata-kata umpatan.

"Apa yang terjadi Dayana? Kenapa kau terlihat gelisah?" tanya Revan sambil menghentikan laju kendaraan.

"Bukan apa-apa, kita sudah sampai. terima kasih untuk malam ini, aku akan pergi sekarang." sahut Dayana sambil melepaskan sabuk pengaman.

"Tunggu, Dayana." Revan memegang tangan wanitanya, "Kau tidak ingin mengatakan hal lain kepadaku?" imbuh Revan kembali melempar pertanyaan.

"Tidak, aku baik-baik saja. Kau tenang saja," sahut Dayana tersenyum kecut, menyembunyikan kesedihan.

"Kau akan pergi begitu saja?"

Dayana sulit membaca gerak-gerik Revan yang terus saja nenahannya untuk keluar, padahal para penumpang bus sudah hampir masuk, menyisakan dirinya seorang.

"Revan, busnya akan segera pergi. Aku tidak punya waktu lagi."

"Beri aku satu ciuman, lalu kau akan alu lepaskan."

"Revan tapi..." Dayana melirik kearah bus, saat penumpang terakhir sudah hampir masuk.

Cup... Dayana langsung mendaratkan ciuman tanpa permisi, tepat di pipi kiri Revan hingga membuat pria itu terpaku melepaskan tangannya dari Dayana perlahan.

"Dah, selamat malam." ucap Dayana keluar berpamitan, ia bahkan langsung berlari menaiki bus saat bus hampir akan berjalan.

"Di...  Dia mencium ku?" Revan menyentuh wajahnya, mengelusnya perlahan saat bibir Dayana masih terasa menyentuh pipinya. "Apa aku tidak salah?" sejenak Revan berdecak, "Sial!'ia merutuk, lagi-lagi jantungnya berdebar tidak karuan. wajahnya merona seketika, begitu ia mendapat tindakan tidak terduga itu dari Dayana.









Jerat AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang