PART 18

11 0 0
                                    

"A... Apa ini yang di namakan posesif? Ini bahkan belum sampai lima menit." gumam Dayana, lalu menjawab panggilan kekasihnya.

"Dayana! Kenapa tidak membalas pesanku? Dimana kau sekarang? Kenapa kau membuatku khawatir?!"

Suara Revan terdengar begitu nyaring, padahal Dayana sudah mengatur volume panggilannya. Bagaimana bisa Dayana tidak meleleh? saat sebuah perhatian yang sering ia inginkan dari seseorang kini bisa ia dapatkan dari Revan.

"Ma... maaf," lirih Dayana menjawab.

Suara Revan tak bisa Dayana dengan sesaat, lalu setelah itu ia kembali di kejutkan dengan sebuah pertanyaan yang tiba-tiba saja Revan lontarkan. "Kau menangis? Apa yang terjadi? Apa ada yang mengganggumu di bis?"

Senyum tipis Dayana tercipta. Perasaannya jauh terasa lebih baik, meskipun Dayana tak menceritakan apa yang sedang ia rasakan kepada Revan. pengaruh perhatian dari seseorang cukup besar bagi Dayana. dalam sekejap, Dayana merasa dirinya sudah tidak lagi sendirian. Sadar atau tidak, Dayana mulai menyematkan sebuah harapan kepada Revan. pria yang kini sudah resmi menjadi kekasihnya, walaupun mereka baru saling mengenal.

"Dayana..."

Pandangan Dayana langung teralihkan kearah pintu, suara ketukan dan panggilan dari Nilam pun terdengar. Namun, ada yang membuat Dayana penasaran. saat kini suara wanita paruh baya tersebut jauh lebih santai.

"Euu... Revan, ibuku memanggil." ucap Dayana memberitahukannya pada sang kekasih.

"Lalu?"

"Aku akan menutup panggilannya,"

"Tunggu!" Revan berteriak, karena takut Dayana mengakhiri panggilannya.

"Ada apa?"

"Aku mencintaimu," ujar Revan dan langsung membuat Dayana merona, menahan tawa seketika.

"I... Iya," Dayana menjawab kikuk, karena sejujurnya ia masih belum terbiasa. gadis itu juga memutuskan panggilannya begitu saja, ketika ketukan pintu Nilam sudah tidak bisa di kendalikan. "Iya sebentar," Pekik Dayana, langsung meletakan ponselnya sembarangan.

Pintu pun terbuka, Nilam yang sudah berdiri di sana hanya bisa memandang wajah kesedihan Dayana sambil melirik sesekali kedalam kamar putrinya. Bahkan Dayana sendiri tak ingat, kapan terakhir kali wanita paruh baya itu datang memijakkan kakinya di atas lantai kamar Dayana.

"Ada apa?" tanya Dayana setelah emosinya berhasil teredam oleh pesan Revan.

"Aku ingin bicara," sahut Nilam menatap Dayana intens dengan ekapresi yang sulit Dayana baca.

"Katakan,"

"Maafkan aku," ucap Nilam spontan, hingga langsung membuat Dayana terperangah.

Benarkah dia Nilam ibunya? Bahkan Dayana sendiri tak percaya. begitu mendengar kata-kata sakral itu keluar dari bibir sang Mama.

"Mungkin aku terlalu egois, aku terlalu keras padamu. tolong maafkan aku." imbuh Nilam terlihat tulus.

Namun Dayana tak ingin menaruh rasa percayanya begitu saja. Rasa curiga mulai menampar Dayana berulang-ulang, agar gadis itu sadar jika Nilam tak pernah serius dengan apa yang ia katakan.

"Dayana aku..."

"Katakan apa yang kau inginkan?" tanya Dayana dingin menyela.

"Aku..."

Benar saja, Nilam terlihat menginginkan sesuatu dari Dayana. kecurigaannya membuahkan hasil, saat Dayana bisa mengenali gerak-gerik ibunya yang tak biasa.

"Kau... Kau harus menemui kekasihku, maksudku, calon suamiku. Ia ingin mengenalmu, sebelum kami meresmikan pernikahan." terang Nilam dengan suara pelan.

Dayana tersenyum kecut, ia menghela nafas panjang kemudian menjawab. "Baiklah, kapan aku harus mulai bersandiwara?"

Sikap seperti inilah yang tak Nilam sukai dari Dayana. gadis tersebut selalu mengaggap remeh permintaannya. Nilam tahu, Dayana juga terpaksa dan muak melakukannya. tapi, bukankah Dayana harus bersikap lebih natural sedikit. agar pria yang sebentar lagi akan menjadi Ayah tirinya bisa percaya jika hubungan mereka terlihat baik.

"Be... besok,"

"Oke," Dayana mengangguk pelan, dengan ekpresi tak sukanya, "sudah selesai? Ada hal lain lagi yang kau inginkan dariku?"

"Dayana tapi aku..."

"Jika tidak ada hal lain, aku lelah. selamat malam!" tegas Dayana kesal, langsung menutup pintu kamar.

Selalu saja Nilam membuat suasana hati buruk Dayana datang. baru beberapa menit, Revan berhasil membuatnya senang. sekarang Nilam harus datang dan merubah keadaan.

Dayana tak bisa untuk tidak menangis setiap kali ia berhadapan dengan ibunya. Rasanya seperti Nilam terus saja menyiram cuka di atas luka milik Dayana. perih, sedih menyakitkan. itulah yang  selalu Dayana rasakan.

Sejenak Dayana kembali membaringkan tubuh lelahnya di ranjang. Ia bahkan langsung meraih ponselnya kembali, untuk melihat pesan yang sudah puluhan kali Revan kirimkan.

"Astaga, pria ini benar-benar tidak waras!" gumam Dayana sambil membaca pesan-pesan yang Revan kirimkan.

Sepertinya Revan masih terjaga, di kolom percakapan. pria itu bahkan langsung memanggil Dayana, sesaat setelah Dayana ingin membalas pesannya.

"Iya Revan," ucap Dayana setelah menjawab panggilan.

"Kenapa lama sekali?" tanya peiaitu ketus, seolah kesal karena Dayana terus mengabaikannya.

Dayana terlalu banyak berpikir, sehingga Revan menganggap jika Dayana tak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Apa besok kau ada waktu?" ucap Dayana melempar kembali pertanyaan.

"Kenapa?" Revan mulai menggoda Dayana, "sudah merindukan ku?"

"Aku serius, Revan."

"Sepertinya ada,"

"Baiklah, besok aku akan datang kerumah mu." ujar Dayana, ia bahkan tak percaya jika harus mengatakan hal ini pada kekasihnya. tapi mau bagaimana lagi? Hanya cara inilah yang mampu Dayana gunakan untuk menghindari pertemuan dengan calon Ayah tirinya.

"Tentu, perlukah aku menjemputmu?"

"Tidak usah, aku akan datang sendiri saja. jam delapan pagi aku akan datang."

"What?" Revan terperangah, mengerutkan dahinya. "Kenapa pagi sekali?"

"Ada masalah? kau tidak bisa?"

"Aku harus menemui seseorang besok, mungkin akan cukup memakan waktu. Kau bisa datang setelah aku pulang, sebelum jam makan siang." terang Revan menjelaskan.

"Apa itu penting?" tanya Dayana kecewa sambil mengerucutkan bibirnya.

"Maafkan aku Dayana, tapi aku tak bisa." tukas Revan memohon pada Dayana.

Sejenak Dayana berpikir, padahal hanya Revan-lah satu-satunya harapan agar Dayana tak bertemu dengan calon Ayah barunya. Namun, Revan justru menolak Dayana dan menjanjikan gadis itu pada jam lain setelahnya.

"Haruskah aku bertemu dengan pria itu?" Dayana memelas, "ini akan terasa canggung, jika pria itu lagi-lagi akan terlihat seumuran denganku." gumam Dayana membatin.

CERITA SELENGKAPNYA BISA DI NIKMATI MELALUI APLIKASI KBM, DENGAN JUDUL YANG SAMA.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jerat AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang