2. anak SMA

116 8 1
                                    


Salsa dan Sagara berjalan beriringan menuju aula sekolah, beberapa anak baru seperti mereka juga berjalan ke arah yang sama. Murid baru kelas 10 akan dikumpulkan di aula terlebih dahulu untuk diberikan penyuluhan.

"Gara, Salsa takut ihh," cicit Salsa, menggenggam tali ranselnya dengan erat.

"Salsa gak usah takut, kan ada Gara."

Salsa nampak gelisah berjalan di samping Sagara, selalu saja begini, Ia dan sahabat kecilnya selalu menjadi pusat perhatian ketika berjalan bersama. Sagara adalah kutub magnet yang cukup kuat untuk menarik atensi para perempuan-perempuan pemuja cogan.

"Liatin deh, bukannya gak boleh ya pakai make up terlalu menor begitu?" Dengan polosnya Salsa menunjuk ke arah seorang Kakak kelas yang tengah asik berceloteh ria dengan temannya.

Buru-buru Sagara menurunkan tangan Salsa. "Salsa gak boleh jujur-jujur banget."

"Loh? Tapi kata Mamah Salsa harus jujur tau."

Sagara dengan cepat menarik Salsa menuju aula sekolah, terlalu berbahaya membiarkan kepolosan Salsa mengganggu para senior. Ia yakin betul bahwa Senioritas masih diterapkan oleh para murid di sini, mereka yang lebih tua merasa lebih berkuasa, dan Sagara tidak ingin Salsa berurusan dengan orang-orang seperti mereka.

"Sagara kok megangin perut terus? Perut Gara sakit?" tanya Salsa ketika mereka sudah duduk manis di dalam gedung aula sekolah SMA Pelita Bangsa. "Apa Gara bener-bener belum sarapan tadi pagi? Maafin Salsa ya Gara, tadi seharusnya Salsa tungguin Gara sarapan dulu di rumah."

"Gak kok, Gara udah sarapan pake nasi goreng tadi, tapi emang nasi goreng buatan Mamah terlalu kepedesan makanya sampai sekarang perut Gara masih sakit."

"Mau Salsa anterin ke UKS?" tawar Salsa dengan wajah khawatir, tetapi malah terlihat menggemaskan di kedua mata Sagara.

"Gak usah, Salsa. Gara gak papa kok. Lagian sebentar lagi acaranya mau dimulai."

Salsa menghembuskan napas pasrah. Mau bagaimana lagi, Sagara orang yang keras kepala sama seperti ibunya, Bela. Tak berselang lama para anggota OSIS mulai berdatangan bersama ketuanya dan juga Bapak serta Ibu guru pembimbing. Ruangan yang tadinya bising berubah menjadi senyap seketika, atmosfer sekitar mulai berubah mencekam, mereka tak akan lupa dengan rumor yang beredar bahwa OSIS SMA Pelita Bangsa sangatlah otoriter.

Ketua OSIS mulai memberi sambutan kepada murid-murid baru dari fodium, kemudian memperkenalkan dan membangga-banggakan SMA tercinta mereka, pembicara berganti menjadi bapak guru yang menjabat sebagai guru kesiswaan, guru tersebut menjelaskan peraturan-peraturan yang berlaku di Sekolah ini.

"Apakah ada yang mau bertanya?" tanya Ketua OSIS, menggantikan guru pembimbing.

Mata Ketua OSIS tersebut mengedar, mencari tangan-tangan yang teracung untuk mengajukan pertanyaan. Lama tak ada respons, tiba-tiba sebuah tangan teracung.

"Iya? Apa yang mau ditanyakan?"

Salsa membulatkan mata ke arah lelaki yang duduk di sampingnya. Mengapa harus Sagara yang mengacungkan tangan? Kenapa bukan siswa lain. Bukan apa-apa, Karena Sagara duduk tepat di sampingnya otomatis perhatian Kakak OSIS maupun ratusan siswa baru terarah kepadanya juga. Salsa berharap pertanyaan yang dilontarkan Sagara nanti adalah pertanyaan yang berbobot.

"Kak bukannya gak sopan, tapi boleh saya izin ke toilet?" tanya Sagara dengan wajah yang tengah menahan 'sesuatu'.

Satu detik....

Dua detik....

Tiga detik...

"Bwahahahaa!!"

SalsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang