15. Pedang Manusia

63 4 2
                                        

"Salsa tunggu di sini ya, Gara mau pesen makanan dulu," kata Sagara, meninggalkan Salsa menuju stand makanan.

Mata Salsa menyapu penjuru Kantin yang kini dalam keadaan ramai. Ia masih belum terbiasa sendirian di keramaian seperti ini. Kak Tirta dan Kak Ara tengah mengikuti rapat OSIS, jadi tak bisa menemani Salsa dan Sagara. Merasa canggung karena di tatap oleh beberapa murid perempuan, Salsa memutuskan untuk menyibukkan diri dengan mengambil air mineral yang ada di meja untuk diminum. Namun, sayang Salsa tidak dapat membuka tutup botol minuman tersebut meskipun Ia sudah berusaha.

"Pick me Girl, gak sih. Sesuai sama rumor yang gue denger," celetuk salah satu murid yang sejak tadi menatap Salsa dengan sinis.

"Pura-pura sok lemah biar di-notice cowok, basi banget," sahut temannya.

Salsa mendengar ucapan mereka. Sungguh, Ia tidak memiliki niatan seperti itu. Salsa benar-benar sulit membuka tutup botolnya. Ia kembali berusaha sekaligus membuktikan bahwa ucapan mereka mengenai dirinya salah, tetapi sepertinya tutup botol itu tidak memihak kepada Salsa, sebab meskipun tangan Salsa sudah memerah pun tutup botolnya tetap tak mau terbuka. Murid-murid yang tadi menggunjing Salsa merasa diberi asupan untuk terus membicarakan Salsa dengan terang-terangan.

Dua piring batagor sudah tersaji di hadapan Salsa. Sagara yang masih berdiri mengambil alih botol minuman dari tangan Salsa, kemudian membuka dengan mudahnya. Sagara meletakkan minuman itu di hadapan gadis yang kini tengah menatapnya. Lelaki itu lalu mengambil sebotol lagi dan berjalan menuju murid-murid yang sejak tadi membicarakan Salsa.

Sagara meletakkan botol tersebut di tengah-tengah meja murid-murid tersebut. "Nih minum. Tenggorokan kalian pasti rasanya terbakar kalo gak ngomongan orang lain, kan?" sindir Sagara dengan wajah datar.

Kini, meja murid-murid yang membicarakan Salsa tadi mulai menjadi pusat perhatian ketika Sagara menghampiri mereka. Dan tak sedikit dari pengunjung Kantin tergelak mendengar sindirin yang barusan dilontarkan oleh Sagara. Melihat gadis-gadis itu tertunduk malu, Sagara kembali ke tempat duduknya.

"Jangan terlalu ambil pusing sama ucapan orang lain tentang kita. Mereka menilai seseorang hanya dari apa yang mereka lihat dan mereka dengar, Salsa hanya perlu jadi diri sendiri selagi sifat dan sikap Salsa gak merugikan orang lain," ucap Sagara ketika Salsa hanya menatapnya dalam kebisuan.

Salsa masih membisu.

"Batagornya dimakan, Salsa. Nanti keburu dingin gak enak," kata Sagara.

Salsa mulai mengambil sendok dan mengaduk bumbu kacang dengan ragu. "Tapi Gara, memangnya ucapan Gara tadi gak berlebihan ya? Mereka langsung diem, Salsa takut mereka marah," cicit Salsa, agar hanya Sagara saja yang bisa mendengar suaranya.

Sagara menghentikan gerakan makannya. Ia meletakkan kedua tangan di atas meja, fokus kepada Salsa. "Orang kaya mereka memang harus digituin sekali-sekali biar kapok. Mereka itu tipikal orang yang membicarakan orang lain demi kesenangan diri sendiri, terlepas apa yang dibicarakan itu fakta atau fitnah."

Sagara kembali melanjutkan aktivitasnya, begitupun dengan Salsa yang juga mulai memakan batagor pesanan sahabatnya tadi. Salsa nampak tidak berselera menyantapnya, ada sesuatu yang tengah mengganggu pikirannya saat ini, yaitu ucapan murid-murid tadi.

Perlahan Salsa mencuri pandang ke arah lelaki yang tengah menikmati makanannya. "Gara, Salsa mau tanya tapi Gara harus jawab dengan jujur ya," kata Salsa.

Sagara mendongak, menatap Salsa yang memasang wajah menggemaskan, lelaki itu lalu mengangguk.

"Apa di mata Sagara, Salsa keliatan pick me Girl?"

Cukup lama Sagara terdiam menatap gadis di hadapannya. Hal tersebut membuat Salsa sedikit gugup ketika Sagara tak kunjung manjawab pertanyaannya."Gara jujur aja, Salsa gak akan marah kok."

"Bukannya Gara udah bilang ke Salsa untuk gak ambil pusing tentang penilaian orang lain?" tatapan Sagara tak kunjung lepas dari netra cokelat hazel itu.

"Bukan begitu, Gara. Salsa cuma takut kalo sifat Salsa membuat banyak orang gak nyaman dan gak suka tanpa Salsa sadari," cicit Salsa, tertunduk.

"Salsa dengerin Gara." ucapan Sagara mengintrupsi Salsa untuk kembali mendongak menatap lelaki tersebut. "Mereka bicara tanpa berpikir, mereka gak akan sadar kalo ucapannya mampu membunuh karakter seseorang. Contoh kecilnya seperti Salsa sekarang yang ragu sama jati diri Salsa sendiri."

"Ketika Salsa berusaha untuk memenuhi ekspektasi semua orang, kemungkinan besar Salsa benar-benar akan kehilangan jati diri Salsa yang sesungguhnya. Karena manusia itu makhluk yang gak pernah puas dan setiap manusia memiliki kepuasan yang berbeda-beda."

"Kebanyakan manusia lebih suka menjadi cermin untuk orang lain daripada diri sendiri. Lebih pintar mencari kesalahan dan kekurangan orang lain dibanding berintropeksi," jelas Sagara.

Salsa mendengarkan ucapan Sagara dengan sungguh-sungguh. Selain membuat hati Salsa menjadi sedikit tenang, ucapan Sagara juga membuatnya takjub bukan main. Lelaki di hadapannya ini bukan seperti Sagara yang Salsa kenal, bukan seperti Sagara yang selalu berceloteh hal yang tak penting. Sagara yang sekarang terlihat seperti motivator di televisi yang sering Salsa tonton bersama Papahnya

"Terima kasih Sagara," kata Salsa tiba-tiba.

Sagara mengernyit. "Terima kasih untuk apa?"

"Terima kasih karena sudah hadir dalam hidup Salsa. Kehadiran Sagara adalah sebuah anugerah buat Salsa." Salsa menatap Sagara dalam, dengan senyum manis yang menghiasi wajah cantiknya.

Blush

Pipi Sagara memerah merona ketika mendengar ucapan Salsa barusan, ditambah dengan senyuman yang dapat membuat Sagara diabetes sangking manisnya. Lelaki bermarga Alamsyah itu kini benar-benar salah tingkah. Sementara bibir Salsa masih merekah, tak sadar bahwa hal tersebut membuat lelaki di hadapannya mati di tempat.

"S-salsa gak lagi gombal kan?" tanya Sagara, berusaha menghindari kontak mata dengan gadis di hadapannya.

Alis Salsa mengernyit. "Gombal? Gak kok, kan Salsa gak bilang 'bapak kamu tukang blablabla ya' ke Sagara."

Sagara masih berusaha menghindari kontak mata dengan gadis di hadapannya. Sial, baru kali ini Sagara merasakan sesuatu menari-nari di perutnya, seperti ada sesuatu yang terus menggelitik hatinya.

"WOY!"

Hilang sudah momen mendebarkan itu, kala seorang yang tak diharapkan kehadirannya menepuk bahu Sagara dengan keras dan kini duduk di sebelah lelaki yang baru saja merasakan gejolak cinta tersebut. Rendi yang merupakan pelaku bergidik ngeri ketika mata tajam Sagara terhunus kepadanya. Mata itu Seolah berbicara 'gue bunuh lo!' kepadanya.

"G-gue ganggu ya?" tanya Rendi sambil menggosok tengkuknya, berusaha menghindari mata tajam Sagara.

"Enggak kok," jawab Salsa ketika menyadari Sagara yang hanya diam saja.

Rendi menatap Salsa sambil tersenyum. "Alhamdulillah kalo gitu." Lelaki itu mendorong wajah Sagara agar tidak menatapnya lagi.

Masih dengan tatapan mautnya, Sagara berkata kepada Rendi, "ngapain lo ke sini?"

"Ikut makan. Gue gak ada temen."

"Emangnya ada yang mau temenan sama spesies kaya lo," cela Sagara, masih kesal karena momen membahagiakannya dengan Sagara di rusak oleh Rendi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SalsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang