"Kalian adalah murid-murid dengan nilai terbaik, jadi aku saranin sih buat ikut ekstrakurikuler Sains bareng kami," kata Ketua ekstrakurikuler Sains membujuk.
Setelah pengenalan wali kelas dan pemilihan perangkat kelas, sekarang adalah acara sosialisasi dari ekstrakurikuler yang ada di Sekolah ini. Ketua beserta beberapa anggotanya berkesempatan untuk memperkenalkan ekstrakurikuler mereka kepada Adik kelas baru.
"Di sana pengetahuan kalian akan di asah dan semakin luas. Kelas Sains juga sering mendatangkan ilmuan-ilmuan ternama Indonesia loh."
"Terima kasih," ucap Salsa ketika diberikan selembar kertas pendaftaran dari salah satu Kakak kelasnya yang tergabung di ekstrakurikuler Sains.
Salsa termenung sambil mengamati kertas yang Ia pegang. Sebelum ekstrakurikuler Sains juga sudah ada ekstrakurikuler lain. Di antaranya ; Basket, Beladiri, Jurnalistik, Kesenian, Kelas bahasa, dan pemandu sorak atau Cheerleader. Lalu apa yang harus Ia pilih? Sebelumnya Salsa tidak pernah dihadapkan oleh pilihan sebanyak ini, padahal ekstrakurikuler yang disosialisasikan belum setengah dari ekstrakurikuler yang ada.
"Yang mau gabung boleh isi data di kertas formulir yang sudah dibagikan ya, aku tunggu sampai hari rabu. Ok sekian dari kami para anggota ekstrakurikuler Sains, kami tunggu kalian di kelas Sains. Assalamualaikum wr.wb," Ketua ekstrakurikuler Sains itu mengakhiri, kemudian melenggang pergi bersama ketiga temannya.
Terlihat beberapa murid kelas 10 IPA 1 mulai sibuk mengisi formulir yang baru saja mereka terima. Ternyata teman sekelas Salsa banyak yang berminat untuk ikut ekstrakurikuler Sains, Salsa jadi sedikit ragu harus ikut apa. Apa seharusnya dia juga ikut-ikutan teman-temannya? Aishh! Salsa sudah berjanji kepada dirinya untuk menentukan segalanya sesuai kata hatinya sendiri, Salsa harus mandiri, Salsa SMA harus jauh berbeda dari Salsa saat SMP.
"Kamu mau-"
Ucapan Salsa terhenti ketika mendapati gadis di sampingnya sedang sibuk mengisi formulir pendaftaran. Apakah Areta juga ingin masuk ekstrakurikuler Sains? Sehati-hati mungkin Salsa menoleh untuk membaca formulir apa yang sedang diisi oleh teman sebangkunya tersebut.
"Kamu mau ikut ekskul Basket?!"
Areta menoleh tak suka ketika Salsa berujar cukup kencang tepat di telinganya. Salsa yang baru sadar segera menjauhkan diri ketika sorot tajam itu menusuknya, Ia kembali duduk dengan benar di bangkunya sendiri.
"M-maaf kalo Salsa ganggu kamu," cicit Salsa.
Bukannya membalas, Areta malah kembali berkutat pada formulirnya, menghiraukan Salsa yang kini memasang wajah cemberut. Salsa mengedarkan pandangannya, melihat teman-teman sekelas yang sibuk mengisi formulir mereka masing-masing. Ia jadi iri kepada mereka yang dengan mudah menentukan keputusannya sendiri.
"Lo mau ikut ekskul apa?"
Salsa menoleh pada Areta yang masih mengisi formulir. "Kamu nanya sama aku?" Salsa menunjuk dirinya sendiri.
Areta menghentikan aktifitasnya dan menoleh kepada Salsa dengan wajah cuek khas miliknya. "Iya."
"Salsa gak tahu."
"Masing-masing ekstrakurikuler ada kapasitas dan waktu tenggangnya. Kalo lo gak buru-buru milih, nanti ekskul yang lo suka keburu penuh," jelas Areta.
"Tapi Salsa bingung," cicit Salsa dengan wajah lugu dan lucu, membuat siapapun yang melihat ingin mencubit pipinya.
"Ada banyak pilihan."
"Karena banyak pilihan itu Salsa jadi bingung."
Areta menghembuskan napas panjang. Ternyata ada orang yang tidak bisa menentukan pilihan sesederhana ini. Salsa hanya disuruh untuk memilih ekstrakurikuler yang Ia minati, itu saja, tidak sesulit dan serumit yang dipikirkan.
"Lo cuma disuruh milih ekskul yang lo suka. Bukan disuruh milih antara ikut nyokap atau bokap," kata Areta.
"Emang kenapa Salsa harus milih antara ikut Mamah atau Papah, sedangkan Salsa bisa milih untuk ikut keduanya?" tanya Salsa, benar-benar tidak tahu maksud dari pernyataan Areta.
"Jangan bandingkan diri lo sama orang lain," sahut seorang gadis yang duduk di depan bangku Areta. "Buat orang yang sering dihadapkan pilihan-pilihan yang sulit kaya lo, mungkin akan lebih mudah mengambil keputusan dalam situasi apapun. Beda sama orang yang gak pernah dihadapkan oleh pilihan-pilihan yang sulit dalam hidupnya, mereka cenderung ragu dalam mengambil keputusan dan takut sama resiko yang bakal dia dapet."
Baik Salsa maupun Areta terdiam sambil terus menatap gadis di hadapannya yang berbicara kepada mereka tanpa mau menoleh. Areta sedikit kesal karena ketidaksopanannya berbicara tanpa mau menghadap pada lawan bicara, tetapi tak bisa dipungkiri jika Areta membenarkan perkataan gadis tersebut. Semuanya tidak bisa dipukul rata, kehidupan Salsa mungkin jauh lebih baik dari kehidupannya, mungkin kedua orang tua Salsa jauh lebih baik dari kedua orang tuanya, sehingga bisa selalu membantunya dalam memilih keputusan.
Salsa hanya mematung di tempatnya, Ia bingung dengan situasi yang sedang terjadi. Ia juga bingung dengan arah pembicaraan ini. Salsa memang cukup pintar dalam pelajaran, tetapi Ia tidak cukup pandai dalam membaca dan memahami situasi.
"Kalo lo bingung tanya orang tua lo dulu, jangan lupa kasih tahu sama mereka hal apa yang lo suka. Gue yakin lo bakal nemuin jawabannya," kata Dinda, nama gadis yang duduk di hadapan mereka.
"Dia ngomong sama lo," ucap Areta ketika Salsa masih memasang wajah bingung.
"Ehh? Oh iya. Iya nanti Salsa tanya Mamah Salsa dulu kok." Salsa tersadar.
Setelah itu ketiganya memutuskan untuk diam. Areta sibuk merutuki dirinya sendiri yang selalu menganggap enteng masalah orang lain, sementara Salsa hanya termenung sambil menatap Areta dan Dinda bergantian. Menurut Salsa kedua gadis itu sangat mirip dalam bersikap, meskipun cuek, tetapi keduanya terlihat sangat baik.
.
Di lain tempat, tepatnya di kelas Sagara, lelaki itu juga menatap bingung lembaran formulir yang berserakan di atas mejanya. Sejak awal Ia telah menentukan pilihannya yaitu bergabung di ekstrakurikuler Basket sama seperti Ayahnya saat SMA dulu. Hal yang membuat Sagara ragu adalah Salsa, apakah gadis itu sudah menentukan pilihannya? Apakah Salsa memiliki banyak teman di ekskul tersebut? Sagara bahkan rela masuk ekskul yang sama agar Salsa tidak kesepian, sekalipun yang dipilih adalah ekskul tari.
"Basket sama beladiri kayaknya cakep, lo mau masuk ekskul apa?" tanya lelaki di samping Sagara.
Sagara menatap malas ke arah Rendi, lalu berkata, "ikut di ekskul yang gak ada lo di dalemnya."
Rendi terkekeh. "Dendam banget lo sama gue."
Sagara tak menggubris, Ia kembali memikirkan hal sebelumnya, Sagara tidak ingin Salsa kembali tidak ikut ekstrakurikuler sama seperti saat SMP dulu karena terlalu sering diasingkan akibat kepintarannya. Sagara ingin di masa putih abu-abu ini Salsa menjadi lebih berani mengekspresikan dirinya.
"Cewek yang sering bareng sama lo itu cewek lo?" tanya Rendi.
Entah kebetulan atau memang bisa membaca pikiran orang lain, Rendi selalu menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang dipikirkan Sagara.
"Bukan."
"Udah gue duga. Lagian cewek secantik itu mana mau sama daki komodo," gumam Rendi yang masih bisa didengar oleh Sagara.
"Siapa yang lo sebut daki komodo?" tanya Sagara tidak terima.
"Terus siapa? Adek?" Rendi tak menggubris pertanyaan Sagara, lebih tepatnya mengalihkan pembicaraan. Cari aman...
"Bukan."
"Emang beda jauh sih, dari mukanya aja kaya bumi dan galaksi Bima sakti." Rendi kembali bergumam.
"Punya dendam apa sih lo sama gue? Mau ribut? Ayo gue jabanin," tantang Sagara.
Tidak tahukah lelaki itu bahwa saat ini Sagara tengah dilema, Rendi memang teman sialan. Ahh, bahkan Sagara enggan mengategorikan Rendi Satria Laksmana sebagai seorang teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salsa
Подростковая литература[MONGGO DIFOLLOW DULU YUK SEBELUM BACA] Dalam cerita novel maupun di film, masa SMA adalah masa-masa terindah dimana kita dapat menemukan seorang pacar yang romantis serta sahabat sejati. Melewati masa putih abu-abu dengan penuh suka dan cita. Namun...