00

1.2K 108 5
                                    

We both dance in the dark.

Rasa yang terus mengalir di kegelapan. Tidak ada satupun yang mengira jika rasa itu adalah sebuah kesalahan. Mengayun-ayun di udara yang sesak, menghimpit paru-paru dengan cairan merah yang mengalir.

"Aku bukanlah kesalahan diantara mereka."

Jika tepat hari itu kita tidak mempunyai perasaan, akankah aku masih berada di sebuah cahaya yang mengharuskan ku hidup?

Dirinya memandang lampu pijar- salah satu penerang yang menyinari kegelapan -dengan sendu. Menutup sinarnya dengan telapak tangan, menyebabkan kehampaan yang benar-benar tercipta.

Berjalan terseok-seok mendekati ranjang. Mengambil sebatang kayu yang tergeletak manis di sisinya. Mengayunkannya ke udara dengan sebuah sumpah serapah. Menghasilkan awan yang begitu hitam memenuhi ruangan itu.

Meraih jubah hitam yang tak jauh dari sana, ia menghampiri awan hitam itu. "Katakanlah jika aku tak bersalah dengan perasaan ini."

Petir menjawab perkataan pemuda itu. Tertanda jika ia melakukan kesalahan yang berisiko. Memerintah sebuah Dewa.

"AKU MOHON UNTUK TERAKHIR KALINYA. BERIKAN AKU KESEMPATAN UNTUK BERTEMU DENGANNYA."

Jeritan malang mewakili perasaan yang sudah mati. Meraung-raung meminta sebuah takdir. Petir itu terdiam, tidak membalas perkataan itu lagi.

Putus asa. Sudah beribu tahun ia meminta hal yang sama. Tidak ada kemajuan. Ia terduduk di ranjang, menunduk dengan tatapan kosong.

"Apa yang kau harapkan lagi, Minhyung," lirihnya.


"Apa yang kau harapkan lagi, Minhyung," lirihnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Minhyung!"

Suara itu mendobrak pintu kediaman Minhyung. Menampakkan sebuah wajah yang diselimuti dengan bayangan, tampak khawatir sekaligus marah.

"Apa yang kau lakukan kali ini?" murkanya.

Yang ditanya hanya mendesah. Enggan menatap orang itu, sebaliknya menatap dengan menarik kayu yang berada di tangannya.

Minhyung mengangkat kayu yang ada di genggamannya ke udara. "Hanya dengan benda ini aku bisa hidup. Hanya satu-satunya ini yang aku punya sekarang. Entah berfungsi untuk apa. Kenapa Dewa tidak ingin mendengarkan ku sekali saja? Kenapa Jaemin?"

Pemilik nama tersebut mendesah berat. Melangkah mendekati pemuda yang rapuh. Menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Pemuda yang malang, batinnya.

Na Jaemin, pengasuh rakyat Desa Skotadi.

"Minhyung, sekecewanya engkau kepada Sang Dewa, jangan sekali-kali meributkan desa ini. Apakah kau tak melihat, langit berubah menjadi hitam pekat? Apakah kau tak mendengar, petir yang bersahutan-sahutan? Rakyat jadi ketakutan karna engkau."

"Apakah kau tak tahu? Ini memang desa yang begitu gelap dan menyeramkan? Mengapa mereka ketakutan seperti itu jika setiap harinya desa ini menyeramkan?" nanar Minhyung yang membungkam bibir Jaemin untuk berkata lagi.

Benar. Minhyung sangat benar. Desa ini memang dari awal gelap dan menakutkan.

Desa Skotadi. Desa yang dipenuhi oleh manusia yang terkutuk karena perbuatan. Ketakutan, kesedihan, kekecewaan, dan penyesalan semuanya tertumpahkan di sini. Tidak ada satupun yang bahagia. Tidak ada satupun yang merasa puas. Mereka akan menyesal dan ketakutan seumur hidup jika sudah memasuki kawasan ini.

Jaemin membuyarkan pikirannya. Terlalu larut dengan perkataan Minhyung yang jelas sekali benar akan kenyataanya. Ia menarik rambutnya frustasi. Masa penyesalan untuknya akan segera datang. Ia bergegas keluar dari kediaman Minhyung dengan paru-paru yang sudah dipenuhi dengan cairan merah yang ganas.

Minhyung masih tenggelam dalam pikirannya. Meremas dengan kuat kayu itu, lalu melemparnya ke sembarang arah. Memakai jubah hingga wajahnya tidak terlihat sedikit pun.

Ia memutuskan untuk keluar. Tujuannya untuk mencari udara segar. Walaupun sesuatu yang dicarinya itu tidak akan pernah ia dapatkan disini.

Di luar, suasana mencekam. Suara kayu bakar yang termakan habis oleh api membunuh udara. Beberapa pasangan mata melihat sinis ke arah Minhyung yang berjalan tak tahu arah.

Lee Minhyung. Seorang iblis yang terhina. Tidak ada satupun yang menyukai dirinya. Walaupun mereka ada di sana disebabkan oleh perbuatan masing-masing. Tetapi perbuatan Minhyung sangatlah hina. Sehingga Sang Dewa menandainya dengan bayangan hitam yang mengelilingi tubuhnya.

Minhyung menghiraukan tatapan dan sebuah cibiran. Ia hanya berjalan lurus ke hutan terlarang. Perbatasan antara dunia dengan neraka.

Minhyung berdiri di hadapan pohon ringkih yang menjulang tinggi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Minhyung berdiri di hadapan pohon ringkih yang menjulang tinggi. Sepasang kakinya sudah sangat lemas, dan memaksakannya untuk bersemayam di atas dedaunan dengan merapalkan sebuah janji yang seharusnya kini tidak ia ucapkan. Menengadah untuk meminta jawaban yang hanya dibalas oleh tiupan angin menggoyangkan ranting.

Bisikan-bisikan yang berasal dari sana membangunkan diri Minhyung untuk siap siaga.

Sialan, diriku lupa membawa kayu laknat itu, cemasnya.

Kecemasan di wajahnya itu sangat kentara. Langit malam yang gelap membuat bulu kuduknya terbangun. Memberikan sebuah peringatan bahwa ancaman akan segera datang. Jantung berpacu dengan cepat seiring angin yang bertiup semakin kencang.

"Hamba memohon. Hamba memohon ampun kepadamu. Berikan hamba kesempatan untuk bertemu dengannya. Cepat atau mati hamba tidak peduli. Asalkan bertemu dengannya sudah cukup untuk hamba meminta."

Selembaran daun jatuh dari pohon ringkih itu. Minhyung menyadarinya. Lalu membawa daun itu ke tangannya. Membaca apa yang tertulis disana dengan seksama. Air muka yang tadinya penuh akan ketakutan kini berubah menjadi bahagia yang diliputi rasa cemas.

Selang beberapa detik, ia pun bersujud. Mengucapkan beribu rasa syukur atas diberikannya sebuah takdir. Memasukkan daun itu kedalam saku jubahnya. Ia pun kembali ke kediamannya untuk membawa kayu itu kembali berserta ramuan.

Donghyuck, tunggu aku. Aku akan segera menepati janji itu.

 Aku akan segera menepati janji itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dancing In The Dark | MARKHYUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang