Selang seminggu semenjak Minhyung dan Renjun menginjakkan kakinya di sekolah. Banyak hal-hal yang menyenangkan telah dilaluinya selama sepekan ini. Hubungan antara Minhyung dan Haechan pun semakin erat. Tak jarang mereka bertukar cerita walaupun sekadar menanyakan tentang pada pukul berapa tertidur ataupun sarapan dengan apa.
Renjun pun dengan mudah bergaul dengan para siswa di sekolah. Sehingga ketika ia dan Minhyung pergi ke toilet, tidak sedikit yang menyapanya di koridor maupun di dalam toilet. Minhyung pun tidak mengerti mengapa dengan mudahnya Renjun dikenali oleh warga sekolah.
Begitu pun ketika mereka pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku atau hanya singgah. Renjun telah dikenali oleh petugas yang berada di sana. Tidak tahu sudah sejauh mana hubungan mereka, Renjun dengan nyamannya berbicara santai kepada para petugas. Bahkan ia mempunyai meja khusus yang berada di pojok sebelah kanan. Seakan-akan daerah kekuasaannya.
Berbanding terbalik dengan Minhyung, ia hanya berteman dengan beberapa orang saja. Termasuk dengan Haechan dan temannya. Mereka sepertinya sudah sangat dekat, terlihat dengan raut wajah Minhyung yang tidak lagi serius dan kaku. Tak jarang ia tertawa terbahak-bahak mendengar cerita yang dilontarkan oleh Haechan maupun teman-temannya.
Kini Yangyang, Chenle, dan Xiaojun tengah berkumpul di meja Minhyung. Masing-masing dari mereka menatap rupa Minhyung dengan lekat. Minhyung yang tiba-tiba mendapat serangan tersebut pun tidak siap. Ia pun merasa risih ketika ditatap seperti itu.
Renjun yang berada disampingnya turut merasa risih. Mereka menatap Minhyung seakan-akan ia adalah santapan terakhir untuk mereka. Renjun akhirnya menghalangi pemandangan mereka dengan kedua telapak tangannya melambai dengan sengaja.
"Sudah-sudah. Kalian menyeramkan jika seperti itu."
"Aku tuh suka penasaran. Kamu asli Kanada, kah? Kenapa bisa nyasar kesini?" Chenle menatap rupa Minhyung dari sisi kanan hingga ke kiri.
"Penasaran sama rupa orang tuamu. Soalnya hasilnya, perfect!"
Sepertinya Minhyung sudah lelah mendengar pertanyaan yang sama selalu terlontar dari bibir diantara mereka. Selalu berbicara tentang hal yang tidak berguna seperti itu. Minhyung memilih berdiam diri, tidak ada niat untuk membalasnya.
"Kok Haechan belum datang ya?" tanya Renjun menyadarkan mereka yang baru sadar akan ketiadaan kehadiran Haechan.
Pantas saja Minhyung hari ini merasa ada yang belum lengkap. Ternyata Haechan tidak ada disana. Biasanya Haechan sudah sangat berisik berdiri di sampingnya membahas apapun yang terlintas di pikirannya.
Pembahasan yang tidak penting itu terakhir di lontarkan oleh Haechan sekitar dua hari yang lalu. Di tengah pembahasan mengenai pelajaran ekonomi, ia menyela dengan membawa topik 'pantat itu satu atau dua?'. Mereka melongo mendengar hal itu. Tetapi dengan bodohnya mereka juga ikut berpikir, berapa jumlah tepatnya pantat itu?
Terhitung sejak pembahasan itu, esok harinya Haechan sedikit tidak bersemangat. Hanya beberapa kata yang ia katakan. Tidak banyak omong seperti biasanya. Tidak ada yang mengetahui alasan dibalik Haechan yang terlihat lemas dan murung, kecuali Haechannya sendiri.
Beberapa menit lagi bel akan berdering. Pertanda dimulainya sebuah pelajaran. Tetapi Haechan tidak juga kunjung datang. Tidak ada satupun petunjuk yang mengatakan kehadiran pemuda itu. Bahkan Minhyung bertanya kepada semut yang sedang bekerja. Semut itu pun sama, tidak mengetahuinya. Antara semut yang tidak mengetahui atau Minhyung yang tidak mengerti perkataan semut.
Telak di saat bel berdering, seorang pemuda yang membungkukkan badannya memasuki ruang kelas. Ia terlihat seperti kelelahan. Ia pun mendongak menatap ke arah temannya yang menatapnya keheranan. Tidak seperti biasanya Haechan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dancing In The Dark | MARKHYUCK
FantasyPerasaan kegelapan yang hadir di tengah-tengah langit yang sedang marah. Menghujamkan malapetaka dengan beribu kata sumpah. Satu, dua, burung merpati berterbangan dengan berani, mendekati Dewa mengadu belas kasih. Minhyung, seorang manusia yang diku...