10

231 35 3
                                    

Kini Minhyung dan Renjun beralih ke lapangan indoor. Walaupun rooftop merupakan tempat yang sangat aman, tetapi Renjun menyarankan untuk berganti tempat agar pikirannya bisa lebih segar.

Telapak tangan Renjun sudah terbuka di atas pahanya. Menunggu sang tuan menggenggamnya. Terlihat dari raut wajah Minhyung, ia ragu untuk melakukannya.

Ah ya, Minhyung sudah kembali seperti semula. Tidak ada iblis atau apapun di bawah pengaruhnya. Hal itu membuat Renjun lega, setidaknya ia sudah menjamin bahwa ini akan seratus persen aman dan berhasil.

"Tuan, jangan ragu." Renjun meraih pergelangan tangan Minhyung, membawanya ke arah telapak tangan Renjun yang sudah siap sedari tadi.

"Mari kita mulai." Minhyung mengangguk, menyetujui.

Kedua tangan saling bertaut. Membiarkan Renjun yang bekerja untuk sekarang ini. Awalnya Minhyung sedikit ragu untuk memulainya, tetapi ia tidak mempunyai jalan lain selain ini untuk memulihkan kembali memori yang sudah terbenam.

Dahi Minhyung secara naluri menempelkannya kepada dahi milik Renjun. Renjun terkesiap. Namun, setelah itu ia berterima kasih kepadanya karna hal itu mempermudahkan pekerjaannya.

Rasa panas mulai mengalir di saluran nadi milik Minhyung. Sesekali meringis merasakan perih yang menjalar ke seluruh tubuh. Ia harus menahannya sebentar lagi. Karna tidak lama kemudian, dengung bising memenuhi pendengarannya.

Minhyung bergerak tidak nyaman dengungan itu. Segera, Renjun mengeratkan genggamannya untuk mengalihkan Minhyung dari suara dan rasa yang ia rasakan.

Seperti terdapat benda berat yang menghantam kepalanya. Minhyung membeku. Ia mati rasa. Penglihatannya juga hitam tidak terlihat. Ini semua membuat Minhyung takut, mengingat hal ini merupakan pintu dari kutukannya.

Pasokan oksigen mulai menipis, bersamaan dengan tubuhnya melayang ke belakang. Ia tidak melihat siapapun di sana. Demi Dewa, setengah mati ia ketakutan. Mulai berpikir, apakah ini berhasil?

Dan pertanyaannya pun di jawab dengan penglihatannya yang tidak lagi hitam. Bermula buram dan ia terus mengedipkan matanya untuk menyesuaikan sinar cahaya yang masuk ke irinya.

Netranya menangkap dua bola mata yang tepat berada di atasnya. Sepertinya menunggu kesadarannya.

"Kau sudah bangun?" Ulasan senyum memperindah parasnya.

Ingin menjawab pertanyaan itu, namun sekujur tubuhnya tidak bisa digerakkan. Hanya mata yang bisa berkedip menyaksikan pergerakan seseorang itu.

"Aku sudah menunggumu sangat lama. Aku sempat khawatir kenapa kau tidak bangun." Ia menghela napas panjang. "Untungnya kau bangun. Aku akan menyalahkan diriku sendiri jika kau tak kunjung bangun nanti."

Yang diketahui, ia berjalan mendekat ke arah Minhyung yang kini telah menyandar ke dinding anyaman bambu. "Biar ku obati lukamu."

Dengan telaten, ia membersikan luka yang tercipta hampir di sekujur tubuh Minhyung.

Saat kain basah itu menyapu luka yang sudah kering, Minhyung mendengar sebuah ringisan. Itu suaranya, namun ia tidak bersuara saat ini.

Ah, Minhyung baru menyadarinya. Ia hanya bisa menyaksikan ini sebagai memori yang terlupakan.

"Kau ini kenapa bisa seperti ini. Duh, aku juga ikut merasakan sakitnya. Apakah sakit sekali? Ingin ku hentikan saja?"

Minhyung- terdahulu -menggelengkan kepalanya. Meminta dia untuk melanjutkannya.

Selama kegiatan tersebut, acap kali dia- yang Minhyung kenali bernama Donghyuck- meringis seperti dirinya lah yang mendapatkan luka itu.

Kembali kepada diri Minhyung. Ia mempertanyakan dirinya sendiri, bagaimana bisa ia melupakan memori ini? Dan sekarang ia baru teringat, bahwa Donghyuck lah yang menolongnya saat ia terjatuh ke dalam jurang. Oh, lihatlah takdir mempertemukan mereka.

Dancing In The Dark | MARKHYUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang