"Soobin."
Soobin melirik ke arah Yoonbin sempat yang memanggilnya barusan. "Kunaon?"
"Kapan sampe?"
Soobin mengerutkan alisnya, "gak tau. Ini udah jauh, tapi gak ada tanda-tanda tempat yang dibilang..." jawabnya pelan.
Omong-omong, Yoonbin, Soobin, Jinyoung dan Jaemin sedang dalam perjalanan menuju tempat Somi disembunyikan.
"Jangan-jangan kita salah jalan? Masa iya?" Gumam Jaemin.
Jinyoung yang mendengar langaung saja menggeplak kepalanya. "Jangan ngomong begitu." Ucapnya kesal.
Jaemin tidak mendengarkan dan sibuk mengaduh kesakitan; yang padahal sama sekali tidak akan terasa sakit untuk ukurannya.
Soobin mendengus pelan, "kebanyakan bergaul sama Hyunjin, sifat lebaynya nular ke lo." Komentarnya yang membuat Jaemin mendengus kesal.
"Jaga omongan. Jangan ngomong kasar, udah mulai malem."
Semua menoleh ke Yoonbin. Yang merasa diperhatikan seperti itu pun bingung, "kenapa, sih?" Tanyanya.
"Gak, gapapa," jawab Jinyoung mewakili.
"Btw, ini udah jamber? Masa iya jalan selama ini belum sampe alamat, hutannya juga kan gak gede-geda banget." Cerocos Soobin akhirnya.
Ke-empat manusia itu berhenti sejenak untuk memperhatikan sekitarnya.
"Beneran kan ini? Kita gak dibikin nyasar?" Tanya Jinyoung.
Jaemin menghela nafas berat, "ada jaringan nih, tapi lemot. Tunggu bentar, gue mau nelpon." Katanya sebelum sedikit jalan menjauhi ketiganya.
Drrrt...
Drrrt...
"Halo, Ric, alamatnya bener?" Tanyanya ketika telepon sudah tersambung.
"Kena–srkk... pa–"
"Alamat gedungnya bener?" Ulang Jaemin sekali lagi, dengan suara yang lebih dikeraskan volumenya.
"Iya–srkk... elah nj–srkk... ing-!"
Jaemin mendengus geli. "Anjir, ngumpat aja harus kepotong jaringan," gumamnya.
"Y-ya udah, jaring–srrk... ak ada–"
Bip-
Sambungan langsung dimatikan setelah Eric berbicara.
Ingin sekali ia mengumpat keras. Tapi apa daya, posisinya sedang berada di kawasan seperti ini.
Jaemin berbalik dan berjalan ke arah tiga temannya yang sibuk dengan nyamuk. "Iya bener, katanya." Ujarnya.
"Ya... mau gimana lagi? Jalan aja lanjutin."
"Nyet! Mau kemana lo?"
Gadis berketurunan Cina itu berhenti mengikat rambut panjangnya, dan menoleh ke samping kanan.
"Nama gue Yiyang, please."
Sunwoo selaku orang yang memanggil pun merotasikan bola matanya malas.
"Ck. Mau kemana lo, njir?" Ulang Sunwoo kembali.
Yiyang mendengus, "kantin. Napa sih, lo?" Kesalnya.
Sunwoo menyengir saja dibuatnya. "Nitip roti mbak Dita dong, yang selai kacang. Tiga ya." Suruhnya seraya menyodorkan selebaran 20 ribu ke Yiyang.
Yiyang malas sekali sebenarnya. Mengingat warung roti milik mbak Dita yang selalu ramai. Pasti akan menunggu lama, pikirnya.
Sunwoo sendiri sebetulnya juga sedang tidak lapar, tapi—
Kalian tau sendiri lah, ya :)
Setelah memastikan Yiyang benar-benar pergi keluar kelas, Sunwoo yang sendiri di kelas pun segera bergerak untuk melihat isi tas milik Yiyang.
Tidak ada sesuatu yang aneh. Sunwoo yang tidak mudah menyerah itu lantas mengambil ponsel Yiyang yang ada di kolong meja.
Beruntung tidak diberi sandi. Jadi dirinya bisa mempercepat aksi.
Sampai di aplikasi chat, ia melihat beberapa nama kontak yang tertera dengan penulisan berbeda.
Yeji- lo udah... ¹
Yiren- sembunyiin! ³
Karina- ayo ¹"Sun, ngapain lo?"
Sunwoo tersentak. Hampir saja ponsel Yiyang jatuh ke lantai.
"Anjir Chan, untung gak jatoh hapenya. Monyet lo!" Umpatnya kesal karena merasa dikagetkan.
Padahal kan, Haechan cuma bertanya. Sunwoo aja yang kagetan.
"Hape lo mana sini? Urjen nih, urjen!" Pekik Sunwoo terburu. Ia takut ketahuan Yiyang dan berakhir di introgasi.
"Nih." Haechan yang kebingungan hanya menurut.
Sunwoo berdecak. "Fotoin dong. Buruan!" Titahnya sekali lagi. Haechan agak kesal sebenarnya, tapi ia paham kemana pergerakan pemuda Kim itu. Makanya diam saja.
Tepat setelah Sunwoo menaruh ponsel Yiyang, Yiyang masuk ke kelas. Keduanya langsung bernafas lega.
Untung gak ketauan njir. — Sunwoo 2k21
"Nih rotinya. Kembaliannya."
Sunwoo mengambil kresek yang berisikan tiga buah roti dan uang kembalian yang disodorkan Yiyang.
"Makasih ya, Yang."
Yiyang memasang wajah aneh. "Gelay anjay!" Teriaknya kemudian.
Sedangkan Sunwoo hanya menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Namanya kan Yiyang. Lalu, ia harus panggil siapa dong?
Sunwoo berbalik, berniat untuk kembali ke tempat duduknya yang sekarang ditempati Haechan.
Tadi buru-buru mencari tempat aman, tapi tidak sempat. Ya sudah, di tempat Sunwoo saja.
"Woy, mau ga?" Tanya Sunwoo pada Haechan yang pura-pura tidur.
Haechan mendongak, mulutnya bergerak menanyakan sekitar. Sunwoo mengangguk, Haechan bangkit dari posisinya.
"Mau dong!"
Sunwoo mengangguk, "nih, ambil aja." Katanya santai.
Haechan tersenyum, "makasih, Sunu."
"Ka... ka... siapa anjir yang inisialnya K? Masa iya harus liat daftar murid angkatan. Males banget." Gerutu Junkyu yang kesal karena tidak ketemu orang yang berinisial K.
Hwall yang malas gerak pun sama. "Lagipula K apa dulu nih? Marga, atau nama panggilan? Ngeselin asu ngasih ciri-cirinya." Imbuhnya.
"Nama kali, ya?" Sahut Junkyu.
"Kalo nama panggilan, kayaknya gue tau..." gumam Hwall.
"Ah iya! Karina bukan sih? Yu Jimin?"
Hwall menoleh ke arah Junkyu, lalu mengangguk mengiyakan. Setahunya, Karina adalah murid yang sering berdiam diri di perpustakaan.
Entah itu untuk belajar, atau yang lain.
"Karin juga ada. Anak kelas C, yang katanya suka sama Jeno itu loh..."
Gatel ginjal gue. —Jeno
"Berarti Karina sama Karin yang disamperin nih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Who? | 00 Line ✔
Fanfiction❝ Pertanyaannya, siapa yang bikin mereka celaka? Dan kenapa harus kita bersebelas yang ngurus? ❞