Selama berhari-hari Rob hanya mengurung diri di kamarnya, ia bahkan tak pernah memeriksa ponsel atau menyalakan televisi, seolah sengaja menjauhkan dirinya agar tak mendengar dan melihat segala pemberitaan yang ada di luar sana. Namun sedikit yang Rob tahu, pemberitaan mengenai hubungannya dengan Jade—yang sebenarnya hanya kebohongan Jade semata—kini telah menjadi bahan pembicaraan utama di semua media.
Sudah beberapa hari ini pula ia tak mengonsumsi obat-obatan karena tak ada lagi yang tersisa di rumahnya. Ia belum menghubungi Baz untuk memintanya mencarikan drug dealer yang baru, jadi Rob hanya terus di kamarnya, sesekali ia masih melihat bayang-bayang ibunya yang muncul kemudian hilang kembali yang pada akhirnya hanya akan menguras air mata dan membuatnya kesakitan hingga jatuh tertidur.
Malam itu seperti biasa Rob hanya meringkuk di atas ranjangnya. Ia berniat mengambil sesuatu dari dapur untuk mengusir rasa lapar, tetapi di saat yang sama, pintu rumahnya yang lebih sering tak tertutup rapat itu terbuka dan seseorang masuk.
"Kenapa kau tak menjawab teleponku, Rob?" Ternyata itu Jade. Ia masuk dan menghampiri Rob yang baru saja keluar dari kamarnya. "Padahal aku punya berita yang amat penting."
"Untuk apa kau datang? Pergilah, aku muak melihatmu." Rob berbalik menuju dapur, sama sekali tak ingin menghiraukan keberadaan Jade.
"Aku tak akan pergi," balas Jade. "Atau paling tidak, aku tak akan membiarkanmu pergi."
"Apa maksudmu?" Rob kembali berbalik untuk melihat gadis itu. Tiba-tiba Jade meraih tangannya dan menariknya ke depan televisi. Diraihnya remote lalu dinyalakannya benda itu. Jemari Jade dengan cepat menekan tombol remote, mencari-cari siaran yang tengah menampilkan berita tentang mereka.
Hanya dalam beberapa detik, ia menemukannya.
"Itu." Jade tersenyum penuh arti sementara Rob terpaku ketika melihat berita yang ada yang tak lain adalah mengenai Jade yang memberikan konfirmasi pada media bahwa ia menjalin hubungan dengan Rob.
"Kenapa kau lakukan ini?!" Rob seketika marah. "Kau tahu apa? Aku akan memberitahu mereka bahwa kau berbohong! Kau tak bisa lakukan ini, Jade, kau gila!"
"Oh, ya? Kau akan mengatakan pada mereka bahwa kita tak berpacaran? Kau tak bisa semudah itu lari dari semua ini, Rob."
Kemudian Jade mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan menunjukkannya pada Rob.
"Apa?!" Rob membulatkan matanya. Itu ... sebuah testpack dengan hasil positif. "Jade, apa kau-"
"Itu benar, aku hamil." Jade tersenyum puas lalu meletakkan satu tangan Rob di perutnya. "Anak kita ... pasti akan jadi terkenal bahkan sebelum ia lahir."
"Tidak!" Rob buru-buru menarik tangannya kembali. "Ini tidak mungkin! Kita hanya melakukannya sekali dan aku juga memakai pengaman, kau mencoba menipuku, Jade!"
"Hahaha! Mari kita lihat bagaimana reaksi semua orang setelah mereka mengetahui hal ini." Jade menyilangkan kedua lengannya di dada.
"Keluar dari rumahku!!" bentak Rob. Namun Jade malah semakin tertawa.
"Tak perlu berteriak, aku juga akan pergi, karena aku sudah selesai memberikan kabar gembiranya." Jade mendekat dan mengecup ujung bibir Rob dengan cepat lalu melangkah pergi. "Selamat malam, Rob. Semoga kau mimpi indah."
Beberapa detik setelah Jade menghilang di balik pintu yang tak ditutupya dengan rapat, Rob langsung merasakan kemarahan yang tak terkira. Ia mengerling ke arah bingkai foto berisi potretnya bersama sang ayah. Dilepaskannya foto itu dari dinding dan langsung ia bantingkan ke lantai, menyebabkan kacanya hancur berkeping-keping.
Rob berjalan kembali menuju televisi, berniat mematikannya, tetapi kedua lututnya terasa melemah dan ia pun jatuh begitu saja. Kepanikan dan kegelisahan menyerbu pikirannya, rasa sakit yang muncul semakin intens dan Rob merasa ia tak punya kekuatan untuk bergerak. Ia berusaha berteriak, tetapi sia-sia sebab tak ada seorang pun di rumahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Drug Dealer (TAMAT)
Любовные романы"Love is a drug, and you ... are the dealer." -Rai Misaki- --- Setelah di-drop out dari kampusnya akibat aktivisme feminis yang ia lakukan, Rai Misaki meninggalkan Jepang dan menjalani hidupnya sebagai imigran gelap di Inggris dengan menjadi pengeda...