Rai menyisir rambutnya sembari terus memandangi bayangan dirinya di cermin. Rambutnya sudah mulai menyentuh bahu dan Rai mulai merasa berat. Selama lebih dari satu tahun tinggal di Inggris, Rai sudah memotong rambutnya dua kali dan ia selalu melakukannya sendiri, dengan gunting yang ia beli yang ia gunakan khusus untuk memotong rambutnya.
Dan seperti yang sudah-sudah, pagi itu pun Rai melakukan hal yang sama. Ia mengambil gunting dan memendekkan rambutnya hingga di bawah telinga. Tak lupa ia juga memendekkan poni yang mulai menutupi pandangannya, merapikan rambut bagian depan itu hingga berada tepat di atas alis.
Tentu saja hasilnya tak serapi jika ia memotong rambutnya di salon. Namun Rai merasa tak ada bedanya. Yang penting ia tetap merasa nyaman dengan penampilannya. Dan sama seperti dulu, ia tak pernah ambil pusing dengan penampilan. Entah itu rambut, pakaian, atau riasan. Selama di sini, Rai bahkan tak pernah memakai riasan sama sekali.
"Hei, kau memotong rambutmu?" Rob mengerutkan dahi saat melihat Rai masuk ke dalam rumahnya dengan gaya rambut yang berbeda. "Kenapa?"
"Karena aku ingin melakukannya," jawab Rai.
"Tapi kelihatannya, kok ... berantakan begini, sih?" Rob mencoba menyentuh rambut Rai tetapi gadis itu menepis tangannya. Hanya karena ia sudah menerima Rob sebagai temannya, bukan berarti Rob bisa menyentuhnya kapan saja tanpa izin meski hanya sekadar bermain-main. "Kau memotongnya sendiri, ya?"
Rai mengangkat alis sebagai jawaban iya sementara pandangannya sejak tadi masih berfokus pada ponselnya karena ia tengah membalas pesan Iku.
"Dengar, jangan salah paham, aku sama sekali tidak berniat mengatakan bahwa gaya rambutmu jelek, hanya saja ... aku kenal seseorang yang bisa merapikannya. Kau mau bertemu dengannya?" Rob mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas permukaan kaca yang melapisi meja.
Mendadak Rai mengangkat wajahnya. Tidak, ia tidak merasa tersinggung dengan kalimat Rob. Sejujurnya Rai juga sadar bahwa potongan rambutnya sangat tidak rapi, tetapi ia hanya heran akan satu hal ....
"Kenapa kau peduli?" Rai mengerutkan dahi. "Apa karena kau biasa bekerja dengan orang-orang dengan rambut yang rapi hasil tatanan penata rambut profesional hingga kau terganggu saat melihat rambutku yang sangat kacau ini?"
"Sama sekali bukan begitu, astaga ...." Rob memutar matanya. "Tapi, ayolah. Kebetulan aku juga ingin menemuinya sebentar lagi karena aku ingin merapikan rambutku, nanti kau bisa sekalian merapikan rambutmu juga, aku yang akan membayarnya."
Rai berpikir sejenak. Ia belum pernah merasakan seperti apa rasanya dilayani oleh penata rambut profesional, mungkin tidak ada salahnya sesekali mencoba? Lagi pula Rob yang menawarkannya, kan?
"Baiklah," jawab Rai akhirnya.
Mereka pun berkendara ke sebuah salon yang tak lain adalah milik August.
"Heeii, sayang!" August tampak gembira saat melihat Rob. Perhatiannya seketika teralihkan oleh Rai. "Oh! Kau tampaknya punya seseorang yang ingin dikenalkan padaku??"
"Uh, yeah. Ini Candy, temanku. Candy, ini August, hairstylist-ku."
"Halo, Candy! Kau sangat manis seperti namamu." August mendekat dan mencium kedua pipi Rai, membuat gadis itu sedikit kaget karena ia tak terbiasa melakukan itu saat berkenalan dengan orang baru terutama laki-laki. Namun, sikap August yang feminim membuat Rai tak terlalu takut padanya.
"Hai, August. Senang bertemu denganmu." Rai tersenyum ramah.
"Jadi ... apa yang bisa kubantu?" tanya August.
"Ah, begini, aku ingin kau merapikan potongan rambutnya." Rob menarik Rai dan membalikkan tubuhnya agar menghadap ke cermin yang ada di dinding.
"Tunggu, kenapa aku duluan?!" Rai berbisik kaget, "bukannya kau bilang kau yang ingin merapikan rambutmu?!"
![](https://img.wattpad.com/cover/274427525-288-k678978.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Drug Dealer (TAMAT)
Romance"Love is a drug, and you ... are the dealer." -Rai Misaki- --- Setelah di-drop out dari kampusnya akibat aktivisme feminis yang ia lakukan, Rai Misaki meninggalkan Jepang dan menjalani hidupnya sebagai imigran gelap di Inggris dengan menjadi pengeda...