Semua koper dan barang-barang Rob telah ia masukkan ke dalam mobilnya yang selama berbulan-bulan tak pernah bergeser dan hanya tetap di area parkir klinik—sesekali ia meminta tolong pada penjaga keamanan untuk membawa mobilnya ke carwash dan memanaskan mesinnya—kini proses rehabilitasinya benar-benar sudah selesai dan ia akan pulang. Namun, Rob belum juga beranjak dari sana. Ia masih berharap Rai akan muncul.
Tiga jam berlalu dan mentari berangsur turun. Rob tak bisa menunggu lebih lama lagi. Ia mengemudikan mobilnya dan meninggalkan tempat itu, tetapi ia bahkan tak langsung menuju rumahnya. Ia menuju flat Rai.
"Rai??" Diketuknya pintu begitu keras dan cepat. "Rai, buka pintunya, ini aku!"
Tak ada jawaban. Rob mengintip melalui celah pintu, gelap. Ia sungguh tak sabar dan seketika mendorong keras pintu itu dengan tubuhnya. Ia bahkan tak ingin mencari Rai di luar sekarang, perasaannya memberitahu bahwa ada yang salah.
"Ayolah!" Rob terus berusaha mendobrak pintu yang kelihatannya murah dan cepat rusak itu, tetapi ternyata sulit. "ARGH!"
Pintu terbuka dan seketika Rob jatuh tersungkur. Ia segera bangkit dan mencari sakelar. Dinyalakannya lampu dan seketika ruangan itu terang, tetapi tak ada apa pun.
Kosong. Hanya ada karpet dan meja di atasnya. Tumpukan buku-buku Rai yang biasa dilihat Rob saat ia datang ke flat itu pun kini tak ada lagi.
Rob berlari menuju kamar Rai yang tampak terbuka sedikit. Lampunya juga mati dan saat dinyalakan, ia hanya melihat ranjang serta lemari dan meja belajar Rai yang kosong. Langit-langit kamar masih penuh dengan warna-warni dari senbazuru, tetapi tak ada tanda-tanda bahwa kamar ini masih berpenghuni.
Kedua kaki Rob melangkah cepat mendekati lemari dan saat ia membukanya, benda itu benar-benar kosong. Tak ada sama sekali pakaian di dalamnya. Rob berbalik lagi untuk mendekati meja belajar Rai. Dibukanya laci dan ia hanya menemukan satu buku catatan. Saat ia membukanya, hanya ada tulisan tangan Rai dalam aksara Jepang yang sama sekali tak ia mengerti.
"Rai?!" Rob memanggil, setengah berteriak sambil memandang sekeliling. "Rai, dimana kau?!"
Dengan buku catatan yang masih dalam genggaman, Rob keluar dari kamar itu untuk selanjutnya menuju dapur. Pun sama, tak ada apa pun di sana selain barang-barang yang memang disediakan di flat ini. Bahkan saat Rob memeriksa kamar mandi, tempat itu terasa kering.
"Rai?!!" teriak Rob lagi. Matanya mulai terasa panas dan air mata mulai memburamkan pandangannya, tetapi Rob tetap mencoba mengelilingi flat kecil itu, kalau-kalau ia melewatkan sesuatu. Namun memang tampaknya Rai tak meninggalkan apa pun, hanya catatan berisi tulisan tangan itulah yang tertinggal dan bahkan setelah Rob memeriksa setiap lembar halamannya, tak ada tulisan yang bisa ia mengerti.
Rob melangkah keluar dari sana dan kembali ke mobilnya. Dengan air mata yang mengalir deras, ia mengemudi menuju rumahnya. Hatinya benar-benar tak bisa jadi lebih gelisah lagi.
"Dimana kau, Rai??" bisiknya, putus asa.
Rob menghabiskan waktunya dengan terus berusaha menghubungi Rai, tetapi nihil. Ia bahkan mulai berkeliling di sekitar area flat itu, bertanya pada tetangga sekitar, sama saja, semua orang seolah sangat sibuk dengan urusannya masing-masing dan tak ada yang mengenal sosok Rai—yang juga dicari Rob dengan nama Candy.
"Aku sudah bertanya pada semua drug dealer yang kukenal, tapi tak satu pun tahu atau bahkan sekadar kenal dengannya." Baz menemui Rob di rumahnya malam itu. Ya, Rob bahkan meminta bantuan Baz untuk mencari Rai.
Rob bersandar di kursinya dengan gelisah, kursi itu, yang biasa diduduki Rai setiap kali gadis itu datang ke rumahnya. Kini sudah hampir satu minggu tak terdengar kabar apa pun darinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/274427525-288-k678978.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Drug Dealer (TAMAT)
Romance"Love is a drug, and you ... are the dealer." -Rai Misaki- --- Setelah di-drop out dari kampusnya akibat aktivisme feminis yang ia lakukan, Rai Misaki meninggalkan Jepang dan menjalani hidupnya sebagai imigran gelap di Inggris dengan menjadi pengeda...