Mungkin inilah liburan paling indah yang pernah Rylana rasakan. Di sinilah dia berada, di kota San Diego, duduk di samping Rix yang sedang mengemudikan motor boat terbuka. Angin bertiup kencang menerbangkan rambut dan pakaiannya, lalu pantai semakin menjauh dari mereka––kenyataannya merekalah yang menjauhi pantai.
Rix mengemudikan motor boat hanya mengenakan celana pendek tanpa atasan, dengan tatapannya yang fokus ke depan dan kedua tangannya dengan lincah mengemudikannya seperti sudah terbiasa. Rix memang mahir dalam segala hal, membuatnya pantas diburu wanita. Rylana merasa begitu terhormat, bisa duduk di sini menatapnya setampan itu pada saat-saat pribadi seperti ini.
“Kau pernah memiliki kekasih?” tanya Rix, melirik Rylana di sampingnya.
“Pernah, saat kelas tiga SMA,” Rylana menjawab, sembari menutup wajahnya dari silaunya terik sinar matahari menggunakan tangan.
“Jadi, seperti apa pria itu?”
Rylana merasa semakin senang karena Rix ingin tahu tentang dirinya lebih banyak. Dia pun sama, ingin tahu tentang Rix lebih banyak lagi, bertanya tentang mendiang istrinya dan semuanya. Akan tetapi dia tahu, Rix seperti membuat batasan-batasan diantara mereka untuk tidak mengulik masa lalunya.
“Dia lebih tua empat tahun dariku. Saat aku masih sekolah dia sudah kuliah. Dia dari kota yang sama denganku.”
Rix melirik Rylana sesaat, menilainya secara diam-diam kemudian fokus dengan kemudinya kembali. Setelah jarak mereka dari tepi pantai sangat jauh, bahkan sudah tak terlihat lagi, dia menghentikan lajunya.
“Kenapa kalian putus?”
Rylana tidak langsung menjawabnya, ada helaan napas pelan keluar dari mulutnya. “Kami tidak putus,” katanya. Dia mendongak untuk menatap Rix yang juga sedang menatapnya. “Dia sudah meninggal, saat itu dia menjadi petarung bawah tanah di kampusnya. Tiba-tiba terjadi kebakaran di tempat arena. Dia tidak bisa diselamatkan, dan adiknya yang memberihuku kabar ini.”
Rix juga tidak membalasnya, dan Rylana masih belum melanjutkannya. Mereka jelas sama-sama pernah kehilangan seseorang dalam hidup mereka. Rylana buru-buru tersenyum untuk membuat suasana tidak sekaku ini.
“Itu sudah lama, sudah empat tahun lalu. Meskipun dia kekasihku dulu, tapi bagaimana pun kita harus melanjutkan hidup kita.”
“Kau benar,” sahut Rix. “Dia pernah melihatmu pada saat-saat paling pribadi saat masih hidup?”
Rylana menggeleng sebagai jawaban, dia tahu arah dari pertanyaan Rix. Dia agak sedikit heran kenapa Rix bahkan menanyakan hal itu padanya, tapi dia tetap menjawabnya. Pria-pria seperti Rix memang biasanya harus tahu masa lalu pasangannya, terlebih wanita yang dinikahinya. Lagipula, dia tak punya masa lalu mendalam apa pun selain kematian mantan kekasihnya.
Keluarganya biasa-biasa saja, kehidupan sekolahnya biasa-biasa saja, dan dia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk belajar hingga mendapatkan beasiswa penuh untuk masuk universitas New York.
“Sejauh ini, kau yang pertama,” jawab Rylana.
Rix mematikan mesinnya, dan kini mereka terapung di lautan yang agak jauh dari daratan hanya berdua. Mereka bisa melakukan hal apa pun, sekalipun hal gila yang tak pernah terlintas dalam benak Rylana.
“Aku senang menjadi yang pertama,” balas Rix, dengan seringai tipis terlintas di bibirnya. “Dia pernah menciummu?”
Sambil menggigit bibirnya Rylana menjawab, “Pernah.”
“Untuk yang satu ini aku bukan yang pertama.”
Rix bangun dan berjalan ke kursi belakang, menyandarkan tubuhnya yang gelap dan eksotis dengan sinar matahari yang membungkusnya. Rylana menatapnya dari depan sambil menggigit bibirnya. Rix jelas mengundangnya untuk melakukan hal gila, dan itu memacu adrenalin dalam dirinya.
Rylana melewati kursi depan, menghampiri Rix di kursi belakang, berdiri di depannya dengan rok gaunnya yang berkibar.
“Ingin berenang?” tanya Rix dengan sebelah alis terangkat.
“Aku tidak bawa bikini.”
“Ingin melakukan hal lain?”
Senyum terbit di bibir Rylana, tanpa menunggu lagi Rix menarik tangannya hingga tubuhnya jatuh ke pangkuannya dengan kedua tangan berpegangan di kedua bahu Rix dan kedua kakinya terbuka, menekan kedua sisi paha pria itu.
Sepoi angin laut menerpa wajah keduanya, membawa rasa panas yang membelit. Dalam posisi yang seperti ini tak ada yang berbicara lebih dulu. Rix yang merengkuh pinggul Rylana dengan tatapan dalam, dan Rylana yang balas menatapnya dengan berani.
“Apa yang Mr. Walter ingin kita lakukan?” tanya Rylana.
Rix memajukan wajahnya sampai bibir mereka bersentuhan dan Rylana menahan napas sekaligus. “Merobek pakaianmu.”
Rylana terkikik pelan, tentu saja dia merasa malu sekaligus senang. Hubungan mereka penuh dengan gairah yang membumbung, ketertarikan satu sama lain yang tak bisa lagi disembunyikan. Ketika akan berbicara, suara kesiap tajam terdengar dari bibir Rylana ketika satu tangan Rix menyusup ke balik rok gaunnya, menyentuh pinggiran karet celana dalamnya. Sentuhan provokatif itu tentu saja menghantarkan sengatan ke seluruh pembuluh darahnya, membuat tubuhnya bergetar halus.
Dia menyukai sensasi ini, dan Rix menyukai melakukan ini.
Saat Rix akan merobek karet celananya, dia menahannya sambil berbisik, “Jangan. Nanti aku tidak memakai celana saat kembali.”Mempertimbangkan perkataan Rylana, itu sangat masuk akal, dan Rix tidak melakukannya melainkan mengangkat tubuh Rylana agar berdiri di antara kedua kakinya kemudian menurunkan celananya secara perlahan. Rix mendongak, dan Rylana menunduk, tatapan keduanya bertaut.
Debaran di jantung Rylana jelas masih sekuat sebelumnya, disusul rasa menggelitik di perutnya. Setelah Rix berhasil menurunkan celananya, dia mengangkat kakinya dan menendangnya ke arah lain, kemudian mendudukkan kembali bokongnya ke pangkuan Rix. Mereka sama-sama mengernyit, kemudian disusul suara tawa Rylana.
“Kau sangat seksi saat mengernyit,” kata Rylana.
“Dan kau sangat cantik saat mengerang,” balas Rix.
“Astaga.” Rylana tertawa sambil menyembunyikan wajahnya dengan tangan sesaat.
Tangan-tangan Rylana berada di bahu Rix, turun ke dadanya dan membelainya dengan lembut, menghantarkan rasa panas yang menyengat ke tubuhnya. Dia senang tubuh Rix bergetar di bawah sentuhannya, dan bukti gairahnya semakin kuat. Rylana ingin ini menjadi hal yang romantis, tapi Rix sepertinya tidak menyukainya.
Dengan tidak sabaran Rix menarik leher belakang Rylana, mencium bibirnya kembali, melumatnya dengan kuat hingga erangan lolos dari bibir Rylana. Mereka berciuman, agak tergesa dan liar. Rix menurunkan celananya sambil berciuman, dan Rylana membantunya dengan mengangkat tubuhnya sedikit.
“Uh ...” Suara kesiap tajam terdengar secara bersamaan dari mulut mereka, dengan ekspresi wajah mengernyit. Rylana mencengkeram kuat kedua bahu Rix ketika pria itu mendorong tubuhnya ke bawah dalam penyatuan mereka.
Angin berembus, dan gelombang air laut di bawah mereka cukup stabil. Birunya air laut seakan menyatu dengan birunya langit musim panas, dengan riak awan putih di langit dan sinar matahari yang memantul di permukaan air hingga berkilauan.
Dua sosok di atas boat itu seakan ikut menyatu dengan keindahan alam, terlarut dalam percintaan yang paling gila dan liar tanpa memedulikan sekitar. Lagipula di sekitar mereka hanya ada air laut, tidak akan ada yang melihat mereka secara jelas, kecuali jika seseorang mendekat dari kapal lainnya.
🍅🍅🍅
Aaahh, aku mau lanjutin ini lupa teruuuss.. tiap mau update tuh suka lupa, cerita apa yg mau update. Ternyata ini draft-nya sampe udah numpuk padahal. Wkwk 😂
Semoga kalian masih suka yaaa...
Vote dan komennya. See you next chapter! 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled With You [END] / Sudah Tersedia di Google Play & KUBACA
Storie d'amore(Roman dewasa 20+) Rix Walter, tampan, kaya raya, seksi, dan terpenting seorang duda paling diincar di New York, yang membuat Rylana Blaire jatuh cinta. Terjerat bersama Rix Walter dalam hubungan rahasia dan penuh gairah hanya ada dalam imajinasi Ry...