4.

25 4 0
                                    

Aku dan Anna menuju kembali ke parkiran sekolah, guna mengambil sepedaku. Sebegitu sampai di sana. Kami terkejut. Bagaimana tidak? Sepeda milikku sudah tidak terbentuk lagi.

Jangankan untuk di kayuh, untukku bawa pulang saja tidak akan bisa. Sepedaku terbelah menjadi dua bagian dengan setang dan bannya yang berserakan acak. Aku tidak tahu siapa pelakunya, sepenglihatanku sebelum kami pergi ke cafe, sepedaku masih baik-baik saja.

"Ya ampun!"

"Ihhhhh jahat banget sih, siapa lagi coba yang ngelakuin hal ini? Hadeuh sumpah ya ngeselin banget!!!" Lantang Anna berteriak geram.

"Ssh, udah lah Nna gapapa kok, bisa beli yang baru. Atau enggak, aku bisa naik angkot atau bus kalo berangkat sama pulang sekolah," Ucapku mencoba menenangkan Anna.

"Hadeuhhh kamu itu Senaaa!!! Harusnya jangan diem mulu dong Sen. Liat sekarang? Hampir tiap saat kamu dikerjain, dibully, diejek, dihina-hina. Bales dongggg, ah sumpah kesel banget sama mereka. Pasti kerjaannya si cabe-cabean sok cantik itu tuh!!" Dumel nya.

Anna benar. Harusnya aku lebih tegas dalam hal melawan mereka. Jika saja begitu, hal ini mungkin tidak akan menjadi kebiasaan mereka. Tapi memang dasarnya aku malas meladeni. Bukannya aku takut. Hanya saja tidak mau membuang waktu dengan meladeni mereka yang malah tambah mereka lebih betingkah. Tapi diabaikan juga malah semakin menjadi. Tiba-tiba saja,

Byurrrr

Dingin. Itu yang kurasakan ketika minuman dingin dan lengket itu membanjiri tubuh beserta pakaian yang kukenakan.

"Hahahahahaha kasian deh lo! Makanya jangan sok kecantikan ya miskin!! Lo tuh orang miskin!! Bego!! Jijikin!! Eneg banget seriusan gua. Cepet-cepet lah lulus, biar gua terhindar dari virus orang miskin macam lo!" Segerombolan perempuan yang tadi didumeli Anna menghampiri kami dan menjelek-jelekkanku dengan jari telunjuk yang mengacung di depan wajahku yang masih meneteskan air dingin dan lengket yang berasal dari mereka.

Anna yang melihat dari tadi, tak terima dengan kejadian yang menimpaku. Ia melawan mereka. Satu lawan 6 orang. Mereka berduel, jambak-jambakan. Aku meringis mencoba melerai mereka. Hingga akhirnya mereka pergi dengan sumpah serapah kasar yang mereka keluarkan dari mulut kotor mereka itu.

Aku merasa tidak enak pada Anna. Sebegitunya dia. Melihat tampilan Anna yang berantakkan aku menatapnya dengan berkaca-kaca.

"Maaf, Anna maafin aku, aku gak bisa bantu banyak, semuanya gara-gara aku, kamu harusnya gak ngelakuin hal kaya tadi Nna," ucapku lirih.

"Aduh Sen, kita 'kan temen? Kita udah temenan dari TK, Masa aku ngeliat temen aku sendiri diperlakukan kek tadi diem aja? Kurang ajar dong aku, haha biarin aja sih aku kesel banget pengen banget jahit mulut cabe mereka. Gak ikhlas banget kamu diginiin sumpahhhh. Harusnya tadi kamu jangan lerai aku, biar wajah mereka bisa aku garukin sampe berdarah-darah, baru aku puas!!" Rengek Anna dengan kesal yang masih tertanam merapikan rambutnya dengan kasar.

"Maaf Nna, aku gak mau kamu dikeroyok mereka, aku gak akan maafin diri aku sendiri kalo hal itu terjadi,"

Anna memandangku dengan bibirnya yang melengkung ke bawah.

"Ahhh, Senaaaaaa jangan bikin aku mau nangis, udah gapapa kok, aku baik-baik aja liat kan? Cuman acak-acakan aja hehe. Kamu tunggu di sini sebentar gapap ya? Aku mau beli tissue dulu, jangan kemana-mana oke? Kalo ada yang gangguin kamu, kamu lempar pake batu aja. Sampe kena matanya, kalo perlu bikin palanya bocor," ujar Anna sangat cerewet aku meringis mendengar ucapan Anna yang terkesan menyeramkan sampai ingin melukai orang sebegitunya hanya karena diriku.

Aku hanya bisa mengangguk membiarkan Anna berjalan menjauhiku. Aku mengepalkan tanganku di samping tubuhku. Sungguh aku pun ingin sekali marah, namun percuma saja. Hal tersebut tidak akan menyelesaikan semuanya.

Aku menunduk melihat penampilanku. Jelek. Lemah. Bego. Itu yang aku pikirkan. Sampai sebuah sapu tangan berwarna biru terserah kan dari sebuah tangan yang terdapat gelang merah melingkar di pergelangannya. Gelang merah? Seperti tahu siapa dia, aku mendongakkan kepalaku, guna membuktikan dugaanku.

"Adam?"

Adam. Sapu tangan biru. Gelang merah. Dan suasana ini,mengapa terasa familier? Ah aku ingat, mengapa kejadian ini seperti adeganpertama pada pembukaan drama yang kami perankan?



To be continue...

see you! ^^

Yuanfen (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang