6.

17 3 0
                                    

"Hehe bercanda, oke aku lanjut ya."

"Adikku itu anak yang ceria, suka bercerita. Dekat dengan guru-guru juga. Hal itu membuat teman-temannya, em aku gak tau apakah pantas mereka disebut teman haha. Oke lanjut, hal itu membuat mereka, para oknum, membenci adikku. Mereka bilang adikku jelek, berisik, suka cari perhatian orang-orang. Oke hal itu masih ditahap awal, bisa ku toleransi. Tapi, saat mereka berani menyenggol dan membawa keluargaku dalam hal hinaan, aku tidak bisa diem aja 'kan?" aku mengangguk mengiyakan pertanyaan Adam.

"Iya, mereka bilang keluargaku berantakan, tidak punya agama. Menyembah banyak Tuhan lah, operasi plastik biar cakep lah. Emang dasarnya iri kali ya, wajar aja dong keluarga gua cakep dari sononya, pemberian Tuhan. Di situ aku marah banget, aku mencengkram tangan anak-anak itu, aku kelepasan, membentak mereka. Sampai orang tua mereka meminta jalur hukum. Tapi setelah mendengarkan penjelasan dari adikku, dan salah satu guru di sana, yang salah jelas mereka. Dan kamu mau tau orang tua mereka renponsnya gimana?" lagi dan lagi aku mengangguk merespons pertanyaan Adam.

"Mereka cuman bilang. "aduh namanya juga anak kecil, maklumin aja lah ya". Gitu doang dong?! Aku udah mau ngamuk lagi, soalnya ini nyangkut ke pencemaran nama baik dan pembullyan mental adik aku. Tapi aku ditahan dan ditenangin sama guru yang baik itu. Mama aku juga sama, mereka bilang. Udah gak usah diladenin aja yang kaya mereka mah. Orang berpendidikan gaka kan meladeni orang-orang seperti itu. Biarin mulut mereka sampe berbusa dan pegel sendiri karena kita abaikan,"

Aku sedikit melamun, aku setuju dengan apa yang dikatakan mamanya Adam. Dari kecil aku sudah menjadikan itu motto dalam hidupku. Jangan buang-buang waktu buat meladeni orang-orang bodoh. Karena kalo mereka orang pintar, mereka gak akan mungkin bersikap serendahan itu.

"Pas aku perhatiin kamu. Aku jadi selalu inget sama wejangan mama aku yang tadi. Memang bagus sih, tapi kalo udah keterlaluan, lawan aja. Bener kata temen kamu tadi, lempar batu sampe kena matanya atau enggak sampe kepalanya bocor, hehe,"

Aku menatap Adam lagi yang sedang cengengesan mengusap tengkuknya.

"Terima kasih, udah berbagi cerita," ucapku tulus tersenyum, merasa sedikit lega daripada tadi menahan emosi.

"Terima kasih kembali, karena udah dengerin cerita aku."

Lagi dan lagi, kami saling menatap mata satu sama lain. Entah kenapa, nyaman rasanya. Sampai akhirnya orang yang sedari tadi kutunggu datang jua. Membuat aku dan Adam sedikit tersentak terkejut dengar suara lengking yang tiba-tiba datang dari seorang manusia di depan kami, yang menatap kami seperti maling yang ketahuan mencuri.

"Eh, kok ada Adam di sini?"

"Hehe, nemenin dia aja sih," jawab Adam santai lalu berdiri.

"Oh, ih baik deh Adam. Thanks ya udah nemenin temen aku yang satu ini, kalo gitu, kita duluan ya Dam, see you..." ucap Anna menariktanganku untuk mengikutinya berjalan. Aku sedikit melirik ke belakang, di sanaAdam masih tersenyum menatapku, lalu ia menepuk jidatnya sendiri, entah karenaapa.

To be continue...

Yuanfen (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang