5.

18 3 0
                                    

Adam. Lelaki itu hanya menaikkan kedua alisnya, dan menggerakkan tangannya yang menyerahkan sapu tangan padaku itu. Aku terima sapu tangan darinya, dan mulai mengusapkan pada wajahku, setelah sebelumnya kulihat dengan teliti takutnya dia mengerjaiku dengan menaruh pewarna pada sapu tangan itu.

"Kenapa selalu gak ngelawan?"

Aku mendongak lagi guna menatap mata orang yang sedang berbicara di depanku itu. Kami masih saling tatap. Matanya indah. Tanpa ada niatan untuk menjawab pertanyaannya aku lebih dahulu memalingkan wajah, berusaha sibuk mengelap tanganku guna menghindar dari percakapan.

Seolah mengerti dengan pergerakanku. Aku mendengar Adam hanya menghela nafas, dan duduk di dekat pohon di belakangku.

"Duduk dulu sini," ajaknya. Lembut. Itu yang pertama kali terlintas di benakku. Aku kira Adam orangnya tegas dan menakutkan, pun ternyata tidak seperti itu juga. Aku pun mendudukkan diriku di rerumputan agak sedikit berjarak dari tempat Adam duduk.

"Aku gak tau kamu ada masalah apa sama mereka. Tapi aku perhatiin, emang mereka yang kelewat kurang ajar sih, harus dikasih pelajaran, biar gak menjadi-jadi," ujarnya. Aku tahu arah pembicaraannya. Aku hanya mengangguk setuju, tanpa niat bicara.

"Jangan canggung gitu kalo sama aku. Oke? Aku cuman mau nemenin sampe temen kamu balik, kalo enggak balik-balik juga, aku anterin kamu sampe rumah aja ya,"

Aku menatapnya dengan menghadapkan wajahku sepenuhnya ke arah dia. Dia menatapku, lagi-lagi tatapan lembut itu, seakan menghipnotisku agar tidak berpaling barang sedetik pun.

"Enggak usah, terima kasih," ucapku.

Adam tersenyum hangat padaku, masih tetap menatap tepat dimataku. Tidak beralih. "Oke" ucapnya setuju.

Setelah itu hening, hanya terdengar suara anak-anak sekolahan yang sayup-sayup terdengar sampai luar sini. Mana lah Anna? Mengapa dia lama sekali. Pikirku waktu itu.

"Adikku, masih kecil, baru masuk Sekolah Dasar. Dia pernah mendapatkan perlakuan kasar dari teman-temannya. Aku marah. Khawatir dengan mental adikku yang masih kecil," Adam mencoba membuka percakapan lagi di antara kami. Aku menatapnya yang ternyata masih menatapku dari tadi, cukup kaget, tapi kucoba sembunyikan.

Pembahasan kali ini menarik diriku, untuk ingin tahu bagaimana selanjutnya, apa yang Adam lakukan dalam pembelaan adiknya yang masih kecil itu, dan bagaimana keadaan adiknya itu. Seolah bisa menangkap keingintahuanku, Adam tersenyum dan melanjutkan ceritanya lagi.

"Hehe, kepo ya?" godanya tertawa kecil melihat pergantian ekspresiku dalam menatapnya, yang tadinya berbinar tertarik menjadi datar.

Lah? Sudah mengeluarkan effort cukup untuk mendengarkan, ternyata seorang Adam bisa menyebalkan juga.

"Hehe bercanda, oke aku lanjut ya."

Yuanfen (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang