ᴅᴜᴀᴘᴜʟᴜʜ ᴇᴍᴘᴀᴛ

1.5K 202 16
                                    


• sᴇᴄʀᴇᴛᴀʟᴏᴠᴇ •


Aku memaksakan diri bangun dari tempat tidur meski aku tidak tahu persis kapan aku tertidur. Sore kemarin, sejak Andres mengusirku dari dalam kamar pribadinya memang aku tidak bisa tenang, aku terus memikirkan kenapa ia bisa berubah secepat itu padaku.

Namun, tidak akan ada kesedihan untuk sikap Andres kali ini. Katakanlah aku keras kepala, tetapi untuk meraih kebahagiaan kadang kita perlu menjadi keras bukan? Oleh karena itu, jika Andres bisa berlaku seenaknya padaku. Aku juga akan bersikap semauku padanya. Lihat saja! Memang dia pikir aku takut?

"Hari ini kamu nggak ada kuliah, 'kan, Ra? Tumben udah bangun."

Kak Nara bertanya disela menyeruput kopinya. Aku mengangguk mantap kemudian mengoleskan selai stroberi pada rotiku.

"Aku hari ini mau ikut Kak Nara ke kantor boleh, ya?"

Bukannya menjawab, Kak Nara justru batuk-batuk mendengar permintaanku. Memang sih, permintaanku aneh terdengar, tetapi aku ingin sesekali dapat melihat bagaimana proses kerja seorang reporter berita juga bagaimana sebuah berita dibuat sekaligus aku ingin melihat bagaimana seorang Technical Director bekerja.

"Ngapain kamu mau ikut Kakak? Kayak nggak ada kerjaan lain aja!"

"Emang nggak ada! Ayo dong, Kak. Aku janji nggak bakal lama. Cuma observasi aja sebentar."

"Yaudah tapi nanti balik sendiri, ya? Kakak nggak ada waktu buat nganter pulang."

Aku memberikan tanda 'oke' pada Kak Nara, sementara Kak Maudy hanya menatapku penuh selidik, sepertinya dia tahu sesuatu.

Bagaimana rasanya masuk ke dalam gedung stasiun TV untuk pertama kalinya? Ini luar biasa! Untuk pertama kalinya Kak Nara membawaku ke studio televisi.

Kami datang dua jam sebelum siaran on air. Karena kali ini Kak Nara akan menjadi seorang anchor dalam acara berita televisi. Apa aku pernah bilang kalau Kak Nara sering muncul di televisi? Ya! Itulah pekerjaannya. Karena kata orang, jika seorang reporter ditugaskan menjadi anchor, maka berita yang dibuatnya akan lebih menjiwai ketika dipresentasikan. 

"Ra, kamu tunggu di sini. Kakak siap-siap dulu, ya?"

Aku mengangguk ketika Kak Nara pamit ke ruang make up. Semua orang tampak sibuk dengan peralatan besar yang didominasi warna hitam untuk keperluan penyiaran berita.

Di hadapan sebuah kamera besar berdiri gagah laki-laki yang sejak tadi aku cari eksistensinya. Ia mengenakan pakaian serba hitam juga, di kepalanya terpasang headphone besar lengkap dengan benda yang lebih mirip walkie talkie di tangannya.

"Kak Ubay!"

Aku menyentaknya dari belakang. Ia melebarkan matanya sesaat sebelum mengalihkan kembali pandangan ke kamera dan mengarahkan pada seorang junior untuk mengambil alih kamera besar itu.

"Kamu, 'kok, bisa ada di sini?" tanyanya ketika kembali menatapku. Ia melepas headphone dan menggantungkannya pada leher.

"Mau liat Kakak kerja aja."

Aku menatap ke atas, ada banyak lampu lighting yang menggantung di studio. Jika pendingin tidak berfungsi dengan baik, pasti tempat ini akan panas.

"Bay, kamera on semua, ya?"

Kami menoleh ketika sebuah teriakan ditujukan pada Andres.

"Delapan, ready! Operator, lighting oke, ya?" Andres memastikan. Garis wajahnya terlihat serius sekali ketika berada di sebuah studio.

Secretalove ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang