• sᴇᴄʀᴇᴛᴀʟᴏᴠᴇ •
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Aku menunggu chat dari Sherly sambil men-scroll laman Instagram yang berisikan foto-foto kak Nara. Kalian pasti tau kenapa aku mengunjungi akun miliknya, 'kan? Iya, aku tengah mencari akun Andres tanpa sepengetahuan siapa pun. Sudah setengah jam aku menunggu. Pesan yang dikirim Sherly belum juga datang.
Aku memutuskan menelponnya, ternyata ia lupa karena diminta membantu menyelesaikan pesanan katering ibunya yang belum selesai. "Kayaknya besok aku nggak bisa ikut kamu sama Andra, Ra. Sorry, ya."
Aku mengangguk kemudian menjawab oke setelah terdengar helaan napas darinya. "Berapa banyak emang pesenannya?"
"Cuma dua ratus, tapi karyawan ibu satu sakit yang satu 'kan lagi pulang kampung." Cerita Sherly.
Pantas saja ia sampai lupa dengan pesanku. Tadi sore, setelah pulang kampus aku mengajak Sherly untuk ikut dengan ajakan Andra besok, karena akan canggung rasanya jika hanya aku yang tidak mengenal siapa pun oleh karena itu Sherly mengatakan akan mengirim pesan perihal ia ikut atau tidak ikut.
"Ibu di situ?" aku bertanya untuk sekadar basa-basi.
"Udah istirahat duluan."
"Ohh." Aku mengangguk lagi sebelum pamit menutup sambungan teleponnya.
****
Siang ini aku melewati hari lebih semangat, bukan semata-mata karena akan menghabiskan waktu bersama dengan Andra dan anak FOGAMA, tetapi karena satu fakta aku akan dapat mempelajari apa yang Andres geluti.
Aku menatap pada cermin besar yang terlihat masih baru. Aku menyemprotkan setting spray kemudian mengipasi wajah hingga cepat terserap kulit wajah, memoleskan sunscreen setelahnya kemudian beranjak memoleskan foundation, menggambar alis, membubuhkan blush on juga bedak tabur dan tidak ketinggalan lip cream, aku tersenyum di depan cermin ketika selesai.
"Wow, cantik banget kamu, Maura!" Kak Nara berseru heboh ketika kami berpapasan sebelum sampai di meja makan. "Bau-baunya ada yang udah punya pacar, nih!"
"Akhirnya kamu ada yang mau juga." Kak Maudy menimpali sambil bercanda. Tangannya meletakkan piring berisi ayam goreng ke atas meja, bersebelahan dengan wadah nasi liwet yang baunya memenuhi dapur, bakat masak Kak Maudy memang tidak ada bandingannya.
Sembarangan! Gini-gini banyak yang mau aku jadi pacarnya tau!
Aku hanya diam mendengar ejekan sepasang suami-istri yang sering berdebat hanya soal jam futsal itu. Duduk di bangku dan mengambil satu potong ayam kemudian menyendok nasi liwet. Sekilas aku melirik, Kak Maudy mengucapkan terima kasih ketika Kak Nara menyendokkan nasi ke piringnya. Bahagia rasanya melihat orang yang aku sayangi terlihat saling menghargai.
"Bawa ke sini, Maura. Kakak mau kenal sama pacar kamu." Kak Nara mengingatkan.
Aku hanya memutar bola mataku malas, lalu memajukan bibirku mengejek Kak Nara. "Apaan, sih, Kak? Orang itu cuma temen. Lagian aku mau liat-liat UKM kampus, bukan mau pacaran."
Kalau yang jadi pacar aku nanti, 'kan Kakak udah kenal.
Kata-kata ini tentu saja hanya dapat kusuarakan dalam hati.
Ponselku berbunyi tidak lama setelah makan siangku habis. Ternyata itu Andra yang sudah tidak jauh dari rumah. Aku mengirimkan pesan untuk agar ia menunggu di dekat halte agar karena tidak ingin ia bertemu dengan Kakak. Bisa-bisa mereka salah paham di depan Andra. Mau diletakkan di mana mukaku nanti?
Aku menghampiri Andra yang duduk di atas motor Vespa hitamnya dengan ponsel di tangan. Sepertinya, menungguku di seberang jalan seperti ini membuatnya sedikit kesal.
"Ndra. Maaf ya, lama," ucapku penuh sesal.
"Iya nggak apa, 'kok."
"Masih setengah jam lagi, 'kan? Ke kafe dulu gimana? Aku traktir kopi, buat permintaan maaf karena bikin kamu nunggu di sini." Aku menangkupkan kedua tangan dan tersenyum lebar agar Andra luluh.
"Nggak usah. Aku nggak marah, 'kok. Tapi nggak etis aja jemput cewek di jalanan gini." Andra mengeluh.
"Itu namanya kamu marah, Andra." Aku memasang ekspresi cemberut yang dibuat-buat. "Ya ya ya, aku traktir kopi."
Akhirnya Andra mengangguk meski dengan berat hati. Kalian pasti sudah menebak bukan ke mana coffeshop yang menjadi tujuanku? Ya, sekali dayung dua-tiga pula terlampaui. Aku meminta maaf pada Andra, sekaligus dapat melihat Andres jika dia ada di coffeshop.
"Kamu sering ke sini, Ra?" tanya Andra ketika kami memasuki coffeshop Andres. Coffeshop itu masih sepi, mungkin karena pelanggan tetapnya libur di hari sabtu minggu.
"Dari pas abis pindah, sih. Kenapa emangnya?" Aku membaca deretan menu pada neon box yang dibentuk menyerupai buku menu. "Kamu mau apa, Ndra?"
"Andra?"
Suara yang begitu aku kenali itu tiba-tiba saja memanggil nama Andra dengan begitu fasih. Aku mengerutkan kening ketika melihat Andra yang maju kemudian menyalami Andres.
"Kak Ubay kenal Andra?" tanyaku ketika melihat Andres menepuk pelan pundak Andra.
Dunia selebar daun kelor. Kupikir seruan itu tidak akan berlaku lagi di zaman sekarang, dengan penduduk Jakarta yang sudah lebih dari sepuluh juta jiwa seharusnya akan sulit menemukan kebetulan-kebetulan. Namun, kini aku melihatnya di depan mataku.
Andra adalah adik kandung Andres. Pria yang selama ini aku cari, ternyata selalu ada di sekeliling tanpa aku sadari.
"Kalian udah lama pacaran?"
Pertanyaan yang keluar dari mulut Andres itu sontak membuatku tersedak es kopi yang baru saja aku minum. Aku menyeka bibirku dengan tisu kemudian menggeleng cepat. "Aku nggak pacaran sama Andra."
"Ayo, Ndra. Katanya mau hunting foto." Aku bergegas bangkit dari duduk dan membuang muka dari Andres yang tersenyum seperti meledek ke arahku. Entah kenapa, perkataannya membuatku marah. Apa dia tidak sadar kalau aku masih mengharapkan dirinya mengingat kejadian dua tahun lalu?
"Kamu marah, Maura?"
"Nggak," jawabku singkat.
"Yaudah Kakak minta maaf. Kakak nggak akan singgung privasi kamu lagi. Janji." Andres mengacungkan tanda peace di depanku sebagai kesepakatan dan aku hanya dapat mengangguk melihatnya tersenyum.
Aku dan Andra berpamitan pada Andres ketika kopi kami habis. Handphone Andra berbunyi beberapa kali yang menunjukkan pesan dari anggota FOGAMA yang lain. Namun, tepat ketika kami membuka pintu coffeshop, seorang perempuan berseragam serba hitam masuk, menghampiri Andres yang masih duduk di kursi yang kami tempati tadi.
Perempuan itu cantik, lebih seperti tangguh dan percaya diri. Kakiku mematung ketika tiba-tiba lengan Andres memeluk tubuh perempuan itu. Dari balik dinding kaca, aku lihat perempuan itu berada di pelukan Andres. Aku tidak bisa mengatakan apa yang aku rasakan. Karena saat ini yang aku rasakan, hanya ingin pergi dari tempat itu sejauh mungkin.
22.56 ᴀsᴛᴀɢᴀᴀ ɪɴɪ ᴍᴇᴘᴇᴛ ʙᴀɴɢᴇᴛ
sᴇᴍᴏɢᴀ ᴛᴜʟɪsᴀɴɴʏᴀ ɴɢɢᴀᴋ ᴀʟᴀ ᴋᴀᴅᴀʀɴʏᴀ ʏᴀᴀ...
sᴇᴍᴏɢᴀ sᴜᴋᴀᴀᴀ
KAMU SEDANG MEMBACA
Secretalove ✓
عاطفيةDari semua yang laki-laki yang melintas dalam hidup Maura, bagian favoritnya adalah senyum seorang laki-laki berselempang tas kamera hitam. Namun, menunggu dua tahun kehadiran sosok yang tidak sengaja ia temui itu adalah hal yang sangat mustahil. S...