4. Awal yang Menyakitkan

71 17 7
                                    

"Aku pikir saat dipertemukan kembali aku dan kamu akan menjadi kita. Tapi tetap saja sampai kapanpun kamu hanyalah sebatas angan."

*
*
*

Juli 2017. Tahun ketiga sekaligus tahun terakhir di SMP adalah tahun dengan hari-hari yang penuh dengan drama kontroversi hati. Banyak sekali hal yang terjadi saat itu yang membuat aku menjadi Uni yang sekarang. Tahun itu aku belajar banyak hal tentang sebuah hubungan dan juga ketulusan.

Aku pikir kisahku akan semulus kisah orang-orang. Ceritaku akan berjalan lancar tanpa halangan, karena yang aku inginkan perlahan telah Tuhan kabulkan. Aku sekelas dengan Yuda, kabar yang menggembirakan bukan? Tentu saja aku senang dan sangat yakin bahwa Tuhan tengah merancang cerita baru untukku. Tapi tidak sampai di situ saja, aku dan Sania juga sekelas. Itu syukur paling Alhamdulillah menurutku.

Namun, waktu ternyata telah merubah begitu banyak hal. Benar saja, setiap orang memang akan asing pada saatnya. Begitupun aku dan Sania. Satu tahun tidak sekelas membuat keasingan itu semakin kentara. Dan aku tahu bahwa bukan aku lagi sosok yang ia gandeng tiap harinya. Dia punya teman baru, Feli namanya. Meskipun sekelas lagi, rasanya tak ada lagi Uni dan Sania yang dulu. Begitupun aku yang menjalin pertemanan baru dengan Silvia, sosok yang baru aku kenal dekat di awal kelas IX.

Oh iya soal Yuda. Dia masih sama seperti awal aku melihatnya. Yuda yang urakan, tidak rapi, dan semakin nakal.  Aku sempat dengar tahun kemarin cowok itu sudah langganan masuk BK. Lalu apa aku ilfeel? Tidak, sama sekali tidak. Mungkin di depan orang-orang aku akan bilang, aku tidak lagi suka Yuda. Tapi yang di dalam hati hanya aku dan Tuhan yang tahu.
Kalau ditanya bagaimana perasaanku pada Yuda? Jawabannya masih sama. Aku masih suka dia dua tahun ini. Entah bagaimana tahun selanjutnya, kita lihat saja nanti.

Awal Juli, aku dan Yuda masih sangat asing. Jujur sejak mengenalnya baru satu kali aku berbicara dengan Yuda. Ingatkan? Iya, saat pertama kali aku mengenalnya. Hari itu, November 2015.

Ada satu hal yang selalu ingin aku hilangkan dari diriku sendiri. Aku benci ekspektasiku sendiri. Aku benci pikiran-pikiran berlebihan tentang seseorang yang bahkan belum sempat aku kenali. Aku benci saat aku membayangkan banyak hal di masa depan dengan orang yang bahkan bukan siapa-siapaku saat ini. Karena pada akhirnya, aku terbunuh oleh harapan-harapanku hingga mati seorang diri.

"Jangan bahagia berlebihan, Uni." Seseorang yang aku kenali dari kecil menasehatiku kala itu. Gadis cantik seumuran denganku, Putri namanya.

"Kenapa sih Uni ga boleh bahagia, Put?" tanyaku padanya karena Putri adalah sosok yang aku percaya dalam setiap hal dalam hidupku.

"Bukannya ga boleh bahagia, Uni. Kamu boleh bahagia, tapi sewajarnya. Semua yang berlebihan itu ga baik," ujar Putri menjelaskan. Sahabatku itu berbicara sambil membaca novel di sampingku.

"Gimana Uni ga bahagia banget, Put. Uni sekelas sama Yuda. Itu doa Uni dari kelas tujuh," ucapku dengan senyum paling sempurna.

"Iya deh. Uni boleh bahagia, tapi nanti siap-siap aja kalau sakit hati bakal sakit banget." Putri memasang wajah datar lalu kembali fokus pada novelnya.

Aku sedikit kesal sebenarnya. Putri itu orangnya frontal, kalau bicara selalu sesuai dengan kenyataan. Tapi, aku tahu Putri begitu karena dia sayang aku. Hehe, sayang Putri juga.

Ini hanyalah sepenggal perkenalan soal Putri dan sedikit alur baru dalam ceritaku. Selanjutnya adalah kisah-kisah penuh air mata dengan beragam suasana. Jangan berekspektasi tinggi soal aku. Sejauh ini, aku selalu merasa bahwa seharusnya ini bukan kisahku. Tapi, aku juga ingin jadi pemeran utama setidaknya dalam ceritaku sendiri. Anggap saja aku adalah pihak pertama yang bisa jadi siapa saja. Salam sayang dari Uni.

SINGKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang