7. Tentang Yuda

52 16 7
                                    

"Untuk kesekian kalinya, kamu adalah sosok yang ingin terus aku sebut dalam doa. Persetan, kamunya bagaimana. Masalah perasaanku, tidak ada yang bisa melarangnya."

Prayuda Adhitama. Cowok urakan yang jarang berkesan baik bagi sebagian orang. Kalau ditanya karena apa? Sudah jelas, dia nakal dan sering kali tidak menaati peraturan. Seingatku terlambat masuk kelas adalah rutinitas yang tidak pernah ia tinggalkan setiap harinya. Tapi setiap orang tentunya punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Begitupun Yuda, ia memiliki sisi baik yang menurutku tak semua orang punya termasuk diriku sendiri.

Yuda itu friendly sekali orangnya. Dia mudah berbaur dengan orang lain apalagi perempuan. Satu hal yang paling aku suka dari Yuda adalah senyumnya yang selalu melengkung sempurna tiap bicara dengan siapapun. Yuda itu lembut sekali kalau bicara. Dia pandai memperlakukan perempuan sebaik yang ia bisa.

Aku baru menyadari sedetik sebelum aku menulis tulisan ini. Yuda tidak pernah marah. Kalau diingat-ingat lagi, Yuda memang tidak pernah terlihat marah atau mengamuk seperti laki-laki pada umumnya. Dia tidak pernah berucap kasar pada perempuan. Yuda, dia adalah sosok yang tak habis-habisnya ingin kuceritakan pada orang-orang.

Waktu itu Yuda pernah diejek tentang sesuatu, mungkin hanya sekedar candaan teman-temannya. Tau tidak bagaimana reaksi Yuda? Dia tersenyum, setelahnya dia terlihat tak peduli sama sekali. Yuda tidak melawan saat berbagai cerita soal dia dan keluarganya jadi candaan orang-orang. Dia tetap tersenyum dan tak terganggu sama sekali. Sebaliknya, aku yang selalu kesal tiap orang-orang mengejek Yuda, apalagi kisah hidupnya jadi candaan bagi mereka.

"Yuda, Uni ga suka mereka ngomong gitu sama Yuda. Yuda, kenapa diam aja sih?" tanyaku sedikit berapi-api. Aku benci sekali saat seseorang yang aku cintai sepenuh hati malah dijadikan bahan ejekan bagi orang-orang tak berperasaan.

"Ga papa. Ga usah diambil hati, mereka cuma becanda." Yuda tersenyum manis meyakinkan aku bahwa ia baik-baik saja.

"Tapi Uni ga suka, Yuda."

"Ga papa, Uni. Aku ga papa."

"Kenapa sih Yuda ga marah?"

"Buat apa marah? Mereka temen-temen aku, Uni. Satu tongkrongan pula, lagi pula ga ada gunanya marah juga. Jangan khawatir, aku ga papa."

"Yuda kenapa baik banget sih?"

Yuda tersenyum kecil, "baik? Aku baik, Uni?" tanya Yuda menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, Yuda baik."

"Aku ga baik, Uni. Jangan buru-buru menilai seseorang. Uni orang baik, jangan mudah percaya sama orang lain ya."

"Lho, kenapa? Uni percaya semua orang itu baik kok, Yuda."

"Engga semua orang baik, Uni." Yuda mengeluarkan pulpen dari tasnya lalu menulis asal di kertas bagian belakang buku catatanku.

"Kenapa, Yuda? Ga boleh ya kalau Uni bilang semua orang baik?" tanyaku ikut mengeluarkan pulpen dan baru menyadari pulpen kami kembar. Hijau muda warnanya.

Oh iya, waktu itu aku dan Yuda sedang berada di kelas. Kalau tidak salah ada jam kosong hari itu. Satu lagi, aku pindah tempat duduk. Yuda duduk di sudut kanan kelas bagian depan, aku di belakangnya. Soal ini, aku juga dapat banyak komenan negatif.  Imageku sebagai Uni yang polos seketika berubah jadi sangat buruk. Tapi lagi-lagi aku tidak peduli. Aku masih merasa benar. Maaf, waktu itu pikiranku belum seluas itu.

SINGKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang