♨ 18

888 162 10
                                    

Jam menunjukan pukul 2 siang hari.

Sekolah dibubarkan. Rapat para guru menjadi alasan.

Kini (Name) berjalan pelan menuju gerbang pagar sekolahan.

Mungkin hari ini ia akan pulang seorang diri. Dan yang jelas ia berjalan kaki.

Karena ia tahu betul, bahwa sang Kakak pasti tidak akan sudi untuk mengajaknya pulang bersama lagi.

Ah! Gadis itu menggerutu kesal. Merutuki sikap sok baiknya kepada Chifuyu yang jelas-jelas tadi sempat menawarinya untuk pulang bersama.

(Name) mengacak surainya frustasi. Berpikir kenapa takdir tidak pernah sekalipun untuk memihak kepada dirinya.

Kemudian kaki itu kembali melangkah. Namun lagi-lagi terhenti kala manik kristalnya menangkap sosok sang Kakak yang tengah berdiri menyandar pada gerbang sekolah seperti sedang menunggu sesuatu.

(Name) mencoba acuh saat Mitsuya balik menatap dirinya. Dan kembali berjalan melewati sang pria lavender dengan tempo langkah yang di percepat.

"(Name), tunggu!"

Mitsuya menahan. Dan terpaksa gadis itu berhenti berjalan. Lagi.

Tapi tanpa sebuah tolehan, juga tanpa sebuah balasan. (Name) hanya diam dan membiarkan sang Kakak melakukan apa yang ingin dia lakukan.

"Ayo pulang bersama"

Tanpa persetujuan, Mitsuya langsung saja menarik tangan sang adik dan membawanya pergi menggunakan motor Impulse andalannya.

Di tengah jalan, hanya suasana hening yang tercipta.

Perasaan canggung membuat keduanya enggan untuk berbicara.

Ingin mengawali, tapi (Name) masih terlalu tak sudi untuk menyudahi.

Sampai ketika, suara baritone Mistuya sedikit mengejutkan lamunan kecilnya.

"(Name), gomen"

Terdengar lirih. Membuat (Name) mentautkan kedua alisnya dalam.

"Untuk?"

"Semuanya"

(Name) melongo sesaat.

Jujur hatinya masih terlalu kesal mengingat perlakuan Kakaknya yang terdengar kejam belakangan ini.

Tapi di satu sisi, (Name) juga sangat merindukan kasih sayang dan kehangatan yang diberikan Mitsuya pada dirinya.

Jadi gadis itu tak tau, antara harus memaafkan, atau membiarkan ego ini terus-menerus menguasai dirinya.

"Terserah kau"

Hanya kata itu yang mampu ia ucapkan. Begitu dingin dan juga ketus.

Mitsuya tersenyum lelah. Sadar diri karena semua ini memang salahnya.

Jadi, ia harus ekstra bersabar untuk menghadapi sikap adiknya yang sedang merajuk seperti ini.

"Aku janji untuk tidak mengulainya lagi"

Dapat didengar (Name) sedikit berdecak kesal.

"Tidak butuh janji. Butuhnya kepastian"

Mendengar itu Mitsuya malah dibuat terkekeh pelan.

Entah kenapa walaupun sedang merajuk begini, nada bicara (Name) tidak berubah sama sekali.

Begitu lucu dan menggemaskan seperti anak kecil.

"Kenapa ketawa?"

Ketus (Name) akhirnya.

"Tidak ada.. "

𝗠𝗬 𝗬𝗘𝗟𝗟𝗢𝗪╵ˢ.ᵐᵃⁿʲⁱʳᵒᵘTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang