Tujuh ; Tidak Cukupkah?

70 12 0
                                    

Kaki jenjangnya membawa Jungwon menuju tempat pertama kali ia dan Jay bertemu, sebuah tempat street food yang memang terkenal ramai. bahkan beberapa kali Jungwon menabrak orang yang berlalu lalang disana. keadaannya kacau, seragam yang sudah tidak berbentuk peluh yang membanjiri serta air mata mengering di sekitar pipi. tapi Jungwon tidak perduli, bahkan dengan tatapan prihatin orang-orang sekitar. ia hanya ingin pergi, walau entah mengapa kakinya membawanya kesini. semakin pula Jungwon merasa sesak, karena tanpa diminta semua kenangan sembilan tahun lalu terputar begitu saja bak film lama yang sudah usang.

Tanpa Jungwon ketahui dari belakang seseorang memperhatikannya, mengawasi sebab khawatir ia melakukan sesuatu di luar nalar.

Dan benar saja, Jungwon melangkah lebih jauh menuju pinggir jalan. lampu untuk pejalan kaki yang ingin menyebrang masih merah, tanda kalau penyebrang belum boleh menyebrang. tapi sepertinya Jungwon tidak perduli, ia tetap berjalan bahkan sampai kakinya sudah menyentuh jalan raya. Jungwon tidak memikirkan apapun sampai seseorang menahannya dan menariknya hingga mereka terjatuh di sisi jalan, beberapa pejalan kaki mulai menoleh melihat keduanya yang kini berpelukan diatas trotoar.

"Jungwon! sadar!!" sentak nya sembari menggoyangkan tubuh Jungwon, Jungwon mendongak untuk melihat siapa yang menggagalkan usahanya bunuh diri.

"Bang Heeseung..." lirihnya yang kemudian tanpa bisa ia tahan ia menangis. terisak sembari memegang dadanya, mereka sudah menjadi pusat perhatian tapi bukan itu yang menjadi masalah bagi Heeseung saat ini. melainkan kondisi adik bungsunya, melihat Jungwon yang biasanya ceria dan selalu menebar senyum manis kini terisak dengan penampilan yang jauh dari kata baik.

Heeseung menarik Jungwon berdiri, ia masih ingat bahwa adiknya tidak suka menjadi pusat perhatian. jadi Heeseung menggendongnya di pundak dan membawanya menuju tempat sepi yang lebih leluasa untuk adiknya meluapkan emosi. bukit pesisir kota menjadi pilihannya, pemandangan malam disini terlihat menyegarkan mata mungkin Jungwon butuh melihat hal-hal yang bisa membantunya melupakan sejenak apapun yang berkecamuk dalam pikirannya.

"maaf.." kata pertama yang keluar dari belah bibir Jungwon setelah keheningan cukup lama, Heeseung bukan orang yang pandai mencarikan suasana dan menolong orang dalam pikiran yang tengah berkecamuk. jadi sedari tadi ia memilih untuk diam, membiarkan dirinya menjadi pendengar dari setiap isakan sang adik.

Heeseung mengangkat sebelah alisnya, ia tersenyum lantas mengusap kepala adiknya. "gapapa... tapi janji sama abang, suatu saat ketika ada masalah kaya gini jangan sekali-kali kaya tadi ya? tadi kamu masih beruntung, ada abang yang nolongin.. coba kalau tadi abang gak ngikutin kamu... nanti abang gak punya adik manis lagi.." Jungwon mengangguk mendengar ucapan Heeseung.

"mau cerita?" tanya Heeseung sebab Jungwon terlihat seperti menahan sesuatu untuk ia ceritakan.

"Jungwon... gak sadar udah ngomong kaya gitu ke kak Jay.. Jungwon gak maksud, pasti kak Jay kecewa sama Jungwon... Jungwon cuma gak ngerti sama kak Jay kenapa lebih percaya sama orang lain dan bersikap acuh sama Jungwon tanpa ada aba-aba.. Jungwon marah sebenernya, Jungwon mau nuntut jawaban dan alasan dari semua yang kak Jay lakuin satu tahun belakangan... tapi Jungwon malah lepas kendali dan bilang kaya gitu ke kak Jay.. tapi, beberapa hari yang lalu kak Jay juga bilang kalo dia nyesal udah nolongin Jungwon sembilan tahun yang lalu... terus Jungwon jadi bertanya-tanya, apa emang se gak pantes itu Jungwon hidup di dunia ini dan ngerasain bahagia? kalau kak Jay benar-benar mengatakan itu dan sadar sama apa yang kak Jay bicarakan, aku juga bertanya-tanya kak.. kenapa aku dilahirkan jika pada akhirnya aku di buang.. kenapa aku dibiarkan tersesat ditengah lautan manusia jika aku bisa saja langsung dibunuh.. aku gak paham kak.. aku tahu, mungkin emang udah jalan hidupku bertemu kalian dan memang di takdirkan untuk bahagia bersama kalian.. tapi, kalau pada akhirnya yang menolongku justru menyesal.. ya untuk apa?" Jungwon memainkan jemarinya gugup, dadanya masih sesak sebab ingatannya akan Jay yang membentak dan terus mengalahinya masih terbayang dan segar dalam memori.

Hanya Sebuah Kisah Klasik < Jaywon + Minhee >Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang